CHAPTER 07
BLANCHED DIMENSION
©NAYLTAE
2023.
.
.
DONGENG dari sang nenek yang Lyra sukai hingga saat ini adalah dongeng tentang peri yang membantu seorang kurcaci pembuat sepatu. Di saat kurcaci kelelahan dan tertidur, para peri bekerja sama menyelesaikan pengerjaan sepatu milik sang kurcaci. Lalu keesokan harinya saat pagi tiba, tahu-tahu sang kurcaci menemukan sepatunya telah selesai dikerjakan.
Terkadang, Lyra ingin menjadi seorang peri atau penyihir dengan kekuatan super. Kekuatan yang bisa dia gunakan untuk membantu orang lain atau mempermudah urusannya sendiri. Kalau diberi kesempatan hidup di negeri dongeng, alih-alih burung merpati, Lyra akan lebih bersyukur kalau dirinya hidup sebagai seorang peri atau penyihir.
Pagi ini ketika terbangun, Lyra hampir berpikir dirinya adalah seorang kurcaci yang baru mendapat bantuan dari para peri. Entah bagaimana kronologinya, Lyra menemukan dirinya terbangun di atas ranjang. Lalu keajaiban lainnya, pakaian yang semalam dia kerjakan secara asal-asalan kini sudah tergeletak sempurna di atas kursi.
"Apa aku benar-benar dibantu para peri?" Di tengah kesadaran yang sebelum sepenuhnya terkumpul, Lyra menggaruk-garuk kepalanya. "Apa di tempat ini juga ada hal-hal semacam itu?"
"Lalu para peri itu mengangkatmu pindah ke atas ranjang." Seperti biasa, Aaron selalu datang tiba-tiba. "Kalau begitu perinya kuat sekali, ya?"
Lyra tak bicara, terus memperhatikan Aaron yang kini tengah memindahkan puluhan lilin ke dalam sebuah lemari penyimpanan tersembunyi yang ada di bawah ranjang. Setelah Lyra merasakan kewarasannya sudah terkumpul dengan sempurna, dia baru menyadari kalau orang yang melakukan semua hal itu tidak mungkin peri, melainkan Aaron.
"Kau yang mengangkatku? Kau juga yang menyelesaikan pakaianku?"
Masih sibuk dengan urusannya, Aaron mengangkat bahu acuh. "Aku tidak melakukan apapun. Peri yang melakukannya."
"Kau ini lancang sekali, sih!"
Aaron mengangkat pandangan kemudian berdiri sambil bertolak pinggang. "Lalu kau mau aku diam saja? Kau mau tidur di atas kursi tanpa selimut dan berakhir beku esok paginya? Kalau itu maumu katakan, aku patuh padamu kalau hal seperti itu datang lagi di kemudian hari."
Lyra diam, hanya memandang Aaron dengan isi pikiran yang tertuang lewat mata bulatnya. Sekarang keadaanya berbalik seolah-olah yang salah di sini adalah dirinya. Padahal Lyra hanya tidak suka Aaron mengangkat tubuhnya tanpa izin. Meski niatnya baik, Lyra tetap tidak suka.
"Apa? Kenapa melotot? Mau marah lagi padaku?"
Lyra hanya bisa berdecak sebab tak berani mengatakan apapun. Melewati Aaron yang masih bertampang pongah, Lyra berjalan menuju luar rumah, menyambut pagi di hari ini. Masih sama cerah seperti hari sebelumnya, namun salju yang menumpuk di sekitar rumah tak setebal kemarin. Lyra menebak Aaron sudah bekerja keras mengeruk semua benda putih itu.
Sambil meregangkan otot tubuhnya, Lyra menghirup dalam-dalam udara yang pagi ini terasa sedikit lebih hangat. Rasanya begitu damai karena sepi. Tak ada suara kendaraan, riuh obrolan tetangga, atau seruan pengantar surat kabar. Lyra tak akan bisa mendapatkan suasana pagi seperti ini ketika berada di rumahnya.
"Hari ini kita tidak sarapan. Aku sedang irit uang." Kali ini, Aaron keluar dan mulai sibuk menambal dinding rumah yang berlubang dengan kayu. Pria itu sama sekali tak mau berhenti bekerja.
"Kenapa belum kau jual juga kalung dariku? Kau bisa hidup nyaman dengan uang itu."
"Kita tidak tahu kalau suatu hari kita bisa lebih miskin dari hari ini. Aku akan menjual kalungmu kalau kita benar-benar tidak punya harapan untuk hidup lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blanched Dimension
FanfictionDari sang nenek, Lyra selalu mendengar dongeng tentang sebuah bangsa yang mengalami kutukan abadi. Grindaltan yang membeku selama ratusan tahun lamanya, dengan sebab yang masih jadi ramalan. Suatu malam, Lyra bertanya-tanya: Apa benar tak ada cara...