CHAPTER 20
BLANCHED DIMENSION
©NAYLTAE
2023.
.
.
SEMENJAK habis masa cutinya, Edgar jadi sering datang ke istana. Dia kembali menjalani harinya sebagai opsir raja, memastikan rajanya hidup aman, dan melakukan apa saja perintah sang raja. Hari ini, Edgar turut senang menyaksikan Ethan bertugas dengan wajah yang cerah dan ceria. Rajanya itu banyak tersenyum dan menyapa staf istana, membuat semua orang (kecuali dirinya) bertanya-tanya.
"Kau tahu apa yang aneh? Akhir-akhir ini aku sama sekali tidak merasa sakit. Tidak ada suara-suara aneh di telingaku. Aku bangun pagi dengan damai."
Edgar tersenyum, "Benarkah? Aku turut senang mendengarnya."
Setelah rapat rutin terselenggara pagi tadi, Ethan segera memanggil pelayan istana untuk mengganti busananya dengan busana sederhana. Sama seperti kali-kali sebelumnya, hari ini Ethan akan keluar istana dan melihat keadaan rakyatnya secara diam-diam. Karena hari ini dia sedang dalam keadaan baik, perjalanan ini mungkin juga akan terasa lebih menyenangkan dari biasanya.
"Sepertinya aku akan pulang lebih lambat. Suasana hatiku sedang baik sekali." Lewat pantulan cermin, dalam hati Ethan memuji betapa sempurna parasnya hari ini. "Hari ini kau juga boleh pulang awal, Edgar. Tidak banyak yang harus kau lakukan di istana."
"Bagaimana kalau aku temani, Yang Mulia?"
"Tidak perlu. Ada hal yang harus aku lakukan sendiri."
Meski penasaran, Edgar tak banyak bertanya. Lagipula bukan porsinya mengetahui semua hal yang dilakukan oleh sang raja. Jadi, saat para pelayan keluar dari dalam kamar, Edgar membuntuti Ethan yang menyusul keluar hingga depan istana. Di sana, terparkir seekor kuda yang tak biasa digunakan oleh raja. Bukan kuda putih, hanya kuda coklat yang tampilannya bahkan lebih buruk dari Robby.
"Aku pergi. Tolong jaga istana baik-baik."
"Baik, Yang Mulia."
_____________
Mereka pulang setelah Aaron menghentikan ciuman mereka tanpa rasa bersalah. Dia tersenyum manis sekali pada Lyra yang menatap polos, lalu memutar haluan Robby saat matahari sudah benar-benar bersinar. Lyra ingin marah-marah seperti biasanya, namun ada sesuatu yang membuatnya bungkam selama perjalanan pulang. Lyra tak bisa marah sebab dia tak keberatan dengan ciuman pembuka pagi tersebut.
Aneh, namun syukurnya Aaron sama sekali tak berubah dan tetap menjadi 'Aaron' yang biasa setelah mereka sampai di rumah.
"Tidak usah malu-malu begitu," ujar Aaron sambil mengenakan sepatu boot-nya. Pria itu siap berangkat kerja lagi. "Atau jangan-jangan kau baru pertama kali ciuman? Aku merasa terhormat kalau sampai itu benar."
Lyra memutar bola mata jenuh. Merasa terhormat, katanya? Apa dia harus bangga karena pujian itu?
"Aku tidak tahu sudah berapa kali kau melakukan itu tapi, ya! Itu adalah kali pertama aku melakukannya. Puas?!"
Aaron tertawa terbahak-bahak. Kebahagiaannya pagi ini membuatnya jadi berpikir, seandainya dia harus menukar kehidupan mewah istana dengan Lyra yang sederhana, tentu saja dia lebih memilih Lyra. Tak ada yang lebih membahagiakan dibanding berada di dekat gadis itu.
"Mau coba lagi? Supaya kau terbiasa."
Lyra secara awas menutup bibirnya. "Kubunuh kau kalau macam-macam."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blanched Dimension
FanfictionDari sang nenek, Lyra selalu mendengar dongeng tentang sebuah bangsa yang mengalami kutukan abadi. Grindaltan yang membeku selama ratusan tahun lamanya, dengan sebab yang masih jadi ramalan. Suatu malam, Lyra bertanya-tanya: Apa benar tak ada cara...