16. Loyalty and Trust

239 44 9
                                    

CHAPTER 16
BLANCHED DIMENSION
© NAYLTAE
2023

.

.

.

TERKADANG, mimpi bisa lebih indah dibanding kenyataan. Ada beberapa orang yang hanya bisa merasakan fase indah kehidupan lewat hadirnya mimpi. Ada orang yang akan berusaha mengingat mimpinya di malam hari sambil berharap di malam berikutnya mimpi itu akan berlanjut.

Kenyataannya, manusia penuh dinamika. Setiap hati memiliki cara bahagia yang berbeda-beda.

Ada satu kenangan tentang mimpi yang hingga saat ini tak bisa Lyra lupakan. Di dalam mimpinya, dia bersama seorang pria mengarungi laut di atas perahu besar. Seorang pria yang selalu dia kira-kira bagaimana sosoknya. Dia menyayangkan kenapa sosok penting yang hadir dalam mimpi sangat mudah terhapus dari ingatan.

Semenjak dirinya terjebak di negeri ini, Lyra perlahan mulai menyadari jika sosok yang sebelumnya sempat terkubur dari kenangan itu mirip dengan Edgar. Pria pemberani dengan wajah pongah namun senyum menenangkan. Sekarang, Lyra menyadari betapa rindunya dia dengan Edgar.

Pria populer dengan panah itu tak terlihat sejak dua minggu lalu. Selama itu pula Aaron tak pergi bekerja sebab tak mau meninggalkan Lyra sendirian.

Hari-hari tanpa ocehan dan cerita omong kosong dari Edgar sedikit membuat Lyra merasa kesepian. Di depan sana, tertancap anak panah yang telah mereka hunuskan selama berlatih. Di titik yang nyaris mendekati target, di sana batas kemampuan Lyra. Dia ingin Edgar kembali dan mengajarinya hingga mampu membidik tepat ke target.

Pagi ini cerah. Seperti biasa, Lyra duduk di kursi kayu depan rumah sambil menghangatkan dirinya dengan sinar matahari. Aaron pergi pagi-pagi sekali setelah semalam mengatakan kalau pria itu ingin mengajaknya pergi ke suatu tempat. Pelukan kemarin menyisakan canggung yang membuat Lyra tak berani banyak bicara. Jadi, dia membiarkan Aaron pergi tanpa mengutarakan tanya.

"Aaron mau membawaku pergi ke mana, ya?"

Isi otaknya tumpang tindih antara Aaron juga Edgar. Dia masih penasaran kenapa tiba-tiba Edgar menghilang hingga selama ini.

"Siapa yang mengizinkanmu keluar rumah?"

Lyra menoleh. Mendapati kuda kekar milik Edgar yang dia ketahui namanya adalah Robby datang bersama orang yang bukan pemiliknya, dia jelas bertanya-tanya. Bukan. Bukannya Lyra tidak senang Aaron kembali, hanya saja, kenapa pria itu kemari sambil menggandeng Robby di sebelahnya?

"Itu Robby, 'kan?"

Sambil mengelus-elus rambut lebat Robby, Aaron mengangguk. "Aku pinjam sebentar karena perjalanan kita akan lumayan jauh."

"Kau bertemu Edgar?"

"Tidak. Robby ditinggalkan sendirian di kandangnya. Lagipula Edgar tidak akan marah kudanya kupinjam."

Jika mengingat hubungan mereka yang seharusnya dekat, Lyra tak heran kenapa Aaron dengan percaya diri mengatakan kalau Edgar tak akan marah. Hubungan akrab-benci antara keduanya benar-benar membuat Lyra gemas hingga ingin tertawa. Kalau tidak benar-benar benci, kenapa harus bersikap menyebalkan satu sama lain, sih?

Lyra bangkit, bergabung bersama Aaron mengusap-usap kepala Robbyㅡmemberi sapaan pagi. Namun, agaknya Robby masih belum bisa bersikap ramah kepada Lyra sejak pertemuan pertama mereka. Kuda itu masih malas menatapnya, bersungut-sungut, dan melengos saat merasa tak nyaman diusap di bagian wajah tertentu. Lyra tertawa gemas dibuatnya.

"Sudah kau beri dia makan?"

"Dia makan sendiri makanan yang ada di kandangnya. Edgar sayang betul dengan temannya yang satu ini, asal kau tahu. Kandangnya tak pernah kosong dari makanan meski si empu tidak ada di tempat."

Blanched DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang