CHAPTER 03
BLANCHED DIMENSION
©NAYLTAE
2022.
.
.
KETIKA pagi datang, Lyra merasakan hangat pada tubuhnya saat terbangun dan mengerjapkan mata. Harapannya tentang mendapati kamar rumahnya saat membuka mata ternyata benar-benar tidak berjalan mulus. Dengan alasan yang masih belum diketahui apa itu, dia masih terjebak di tempat yang sama.
Lyra bangkit pelan-pelan dari tidurnya, melepas kain-kain yang membalut tubuh dan turun menyentuh lantai dingin dengan telapak kakinya yang telanjang. Saat menoleh, dia mendapati tungku yang sebelumnya dingin kini menyala dengan api. Terlepas dari suhu hangat yang diciptakan tungku tersebut, dia sama sekali tidak merasakan adanya tanda-tanda manusia selain dirinya di tempat ini.
"Ke mana Aaron?"
Tentu saja. Tuan rumah itu seharusnya ada di sini.
Dia memberanikan diri mengeksplor ruang bagian belakang. Sebuah dapur tua tanpa penghuni di sana. Diam-diam menganga kagum, Lyra berpikir agaknya Aaron adalah tipe pemilik rumah yang kerap menjaga agar tempat tinggalnya tetap terlihat rapi dan bersih. Setelah kekacauan kemarin, pagi ini kediaman Aaron terlihat lebih rapi dan terasa nyaman.
Namun, kembali ke masalah awal. Sebagai seorang pendatang, Lyra tidak bisa untuk tidak merasa khawatir mendapati tempat yang menampungnya ditinggal oleh sang pemilik.
"Apa dia menelantarkanku? Dia pergi dan meninggalkan aku sendirian di sini?"
"Kepalamu itu isinya cuma buruk sangka saja, ya?"
Lyra spontan menoleh. Mendapati sang pemilik rumah di belakangnya, dia terkejut namun lega. Kakinya langsung melangkah maju saat menemukan Aaron baru masuk ke dalam rumah sambil menggendong tumpukan kayu.
"Kau dari mana saja?"
"Kira-kira dari mana?" Aaron balik bertanya, cuek. Meletakkan kayu-kayu tersebut di sebelah tungku dan mematikan api hingga yang tersisa hanya asap dengan aromaㅡentah apa.
"Kalau dipikir-pikir, ternyata hatiku ini lembut sekali, ya? Padahal niatnya aku ingin membangunkanmu dan menyuruhmu mencari kayu bakar, tapi kau tertidur seperti burung yang kemarin. Aku jadi tidak tega."
Untuk sejenak, Lyra termenung. "Kau boleh membangunkanku, kok. Aku pasti membantu."
Setelah api benar-benar mati, Aaron kemudian bangkit dengan Lyra yang masih setia memperhatikan. "Pakai pakaianku yang ada di lemari. Ikut aku ke pasar, ada sesuatu yang harus aku lakukan."
"Apa? Di sini ada pasar?" Lyra mengekori Aaron hingga ke luar rumah.
"Kita mau apa ke sana? Belanja makanan?"
Aaron berhenti melangkah, membuat Lyra secara tak sengaja menabrak punggung lebar itu. "Hei! Kenapa berhenti tiba-tiba, sih!"
Terlalu lama menjalani hari-hari sendiri sebetulnya membuat Aaron terbiasa hidup tanpa melakukan interaksi dengan siapapun (kecuali Edgar, para pegawai pajak, dan beberapa orang yang berkepentingan lainnya). Maka menemukan Lyra sebagai sosok asing yang terus mengoceh dan mengajukan banyak pertanyaan sepanjang waktu seperti ini, Aaron mengaku cukup jengkel dibuatnya.
"Masuk dan turuti saja perintahku apa susahnya, sih? Pasar akan ramai kalau beranjak siang. Kita juga tidak tahu kalau badai mungkin akan datang sebentar lagi."
Tapi hari ini cerah, Lyra membantin.
Langit terlihat amat sangat biru meski badai kemarin menyisakan berton-ton salju yang bertimbun di atas tanah hingga menenggelamkan setengah bagian dari batang pohon cemara di sekitar mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blanched Dimension
Hayran KurguDari sang nenek, Lyra selalu mendengar dongeng tentang sebuah bangsa yang mengalami kutukan abadi. Grindaltan yang membeku selama ratusan tahun lamanya, dengan sebab yang masih jadi ramalan. Suatu malam, Lyra bertanya-tanya: Apa benar tak ada cara...