Chapter 20

310 15 6
                                    

Gobar menatap Jennifer khawatir.

"Luka Kiano gak parah kok. Cuman ya harus di cek ke rerumah sakit,"

"Yaudah. Kalau gitu, kita kesana sekarang!" perintah Gobar segera memakai helmnya.

Di ikuti oleh Gobar, mobil Jhosi melaju kearah rumah sakit.

Dengan terpincang-pincang, tampak Kiano sedang berusaha melangkahkan kakinya masuk kerumah sakit itu.

Sesampainya Gobar disana, segera ia bersama Jennifer mengikuti kedua orang itu menuju kamar perawatan rumah sakit.

Hatinya gusar melihat Kiano yang sudah terbaring di tempat tidur.

Tak berselang lama, akhirnya dokter datang dan segera mengurusnya. Dibalik etalase dingding kaca, Gobar menatap kalut.

"Tidak ada cedera serius. Hanya saja ada bagian kaki yang terkilir dan terdapat beberapa luka ringan dibagian lengan. Jadi, biarin dia istirahat dulu ya,"

"Owh iya. Makasih ya dok." ucap Jennifer mempersilahkan dokter itu pergi.

"Gue bisa masuk duluan gak?" tanya Gobar spontan menarik tangan Jennifer yang hendak masuk ke ruangan itu. Dengan ekspresi aneh akhirnya Jennifer membiarkan Gobar masuk duluan.

Dengan menutup pintu pelan, Gobar masuk ke ruangan itu. Tampak Kiano yang sedang mengecek luka ringannya.

Keduanya pun saling pandang dan canggung.

"Lu gak papa kan?" tanya Gobar kikuk.

Kiano masih saja diam dan cuek.

"Makasih udah biarin gua lewat pas balapan tadi,"

Akhirnya Kiano mendongak menatap Gobar sinis.

"Lu bisa keluar gak dari ruangan ini?!" tanya Kiano pelan namun penuh paksaan. Gobar terdiam bingung. Matanya masih menatap dengan tajam ke arah Kiano.

"Kalo lu gak mau keluar, gue yang keluar!" ucap Kiano mengangkat tubuhnya dari kasur itu.

Tak mau diperlakukan demikian, Gobar melangkah lebih dekat pada pria dingin itu.

"Lu ada masalah apa sama gua?"

Tanpa menjawab sedikitpun pertanyaan Gobar, Kiano kukuh turun dari kasurnya.

"Gua minta maaf kalo gue punya salah sama lu. Dan gue gak tau masalah lu-"

"Masalah gua itu cuman lu!" bentak Kiano kasar.

Gobar terdiam.

Dengan perangai kejam, Kiano mendekatkan dirinya. Bak dua predator yang saling memangsa, keduanya saling menatap.

"Lu seharusnya tau diri. Tau posisi! Lu gak pantas dekatin Jeni! Seharusnya lu itu ngaca! Lu tanya masalah gue apa? Masalah gua adalah lu! Karna kehadiran lu yang selalu buat gue muak!" pekik Kiano kasar mengeluarkan semua isi hatinya.

Kini keduanya terjebak dalam suasana yang mencekam.

Gobar tak melawan, ia hanya menahan suaranya agar tak salah ambil langkah, sembari memandangi Kiano yang lebih dulu merenggangkan otot-ototnya yang hampir ikut emosi.

"Dengar baik-baik! Awas aja, kalau sampai lu buat Jeni patah hati. Gua yang bakal buat hidup lo menderita,"

"Persetan lu pacarnya atau cowok sewaan sekalipun. Sekali lu buat dia gak nyaman, gua-"

"Lu berdua lagi bahas apaan?!"

Jennifer datang membuka pintu hingga mengagetkan keduanya.

Ditengah keadaan itu, Gobar yang dalam posisi membelakangi Jennifer sama sekali tidak menghiraukannya. Sedangkan Kiano yang menyadari kedatangan Jennifer langsung memalingkan pandangannya, berusaha menahan amarah dan hanya bisa menggertak giginya kesal sembari meraih jaketnya diatas kasur. Dan langsung angkat kaki dari sana.

Meski sedikit pincang, Kiano tetap menerobos keluar melewati Jennifer yang tentu saja menatapnya heran.

Gobar mendengus kesal. "Tunggu!" sembari mengejar Kiano yang sudah keluar ruangan itu.

"Udah. Biarin aja!" perintah Jennifer menarik tangan Gobar berusaha mengehentikan langkah kakinya.

Dengan demikian Gobar hanya bisa menyaksikan kepergian Kiano dari lorong rumah sakit itu. Disusul oleh Betrand yang baru datang entah dari mana datangnya.

"Ntar kalo udah sadar bakal baik lagi. Btw. Lu ngomong apa sampai dia marah gitu?" tanya Jennifer penasaran.

Gobar mengangkat pandangannya meneliti wajah Jennifer.

"Kita cuma ada selisih paham. Lu gak perlu tau, ini masalah cowo," ujar Gobar menerangkan.

"Tapi masa gue gak boleh tau? Ini bukan gara-gara gue, 'kan?" tanya Jennifer lagi kini dengan ekspresi berbeda. Seakan ramalannya benar.

Gobar tertegun mendengar pertanyaan itu.

"Ya enggaklah. Sok tau lu. Pokoknya ini urusan pribadi gue sama anggota aneh lu itu." ucap Gobar menyembunyikan kebenaran dari perkataan Jennifer.

Mendengar penjelasan Gobar, Jennifer menjadi lebih tenang. Entah mengapa pikirannya sampai kesitu. Dan untunglah ia tak menaruh curiga lebih jauh lagi.

"Ini udah tengah malam. Lu bisa kan balik sama mereka?" Gobar memalingkan pandangannya pada anggota lain yang masih menunggu ditempat itu.

"Emang lu mau kemana?"

"Gue ada urusan,"

"Gue ikut,"

"Urusan pribadi. Lu gak usah ikut campur,"

"Urusan pribadi lagi?!"

"Iya. Gue juga punya privasi yang perlu dijaga yang gak semua orang boleh tau. Jadi gue minta tolong, buat kali ini kasih gue ruang buat bebas. Lain kali gue pasti gak begini lagi kok," Gobar berusaha menenangkan Jennifer yang mendesak untuk ikut.

Akhirnya dengan penjelasan yang sedikit itu, Jennifer dapat mengerti dan membiarkan Gobar pergi tanpa ia disampingnya.

Tanpa ditemani Jennifer, akhirnya Gobar pergi menelusuri lorong rumah sakit itu. Meninggalkan Jennifer yang tampak masih tak yakin apakah semuanya akan baik-baik saja.

Sesampainya diparkiran, Gobar menarik gas motornya melaju kejalan panjang yang akan ia tuju.

Tak perduli angin kencang menerpa, Gobar tetap menaikkan kecepatan motornya ditengah-tengah lalu lalang motor dan mobil di jalan itu.

"Lu seharusnya tau diri. Tau posisi! Lu gak pantas dekatin Jeni! Seharusnya lu itu ngaca!"

Ucapan itu terngiang-ngiang di kepala Gobar.

Matanya terpejam pelik. Hatinya bak tertusuk belati. Ucapan itu benar-benar menusuk tepat direlung hati Gobar yang paling sensitif. Ya. Perasaan hatinya yang selalu rendah diri. Dan kini Kiano kembali mengusik bagian yang paling menyebalkan bagi Gobar. Perasaan yang akan selalu menghantuinya, perasaan tak akan mampu untuk meraih sesuatu. Terkhususnya Jennifer. Gadis yang nyaris sempurna itu.



GOBAR (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang