Chapter 21

263 15 2
                                    

Matanya masih menatap tajam ke arah kepergian lelaki berjaket hitam itu.

Seakan tak ingin membiarkannya berlalu begitu saja. Mata yang khas itu berusaha menatap namun harus berhenti karena motor yang ditunggangi pria itu kian menjauh membawanya  pergi dari pandangan gadis itu.

"Gue liat. Kayaknya tuh bocah masih berkeliaran aja. Lama banget lu ngurus nya!" ekspresi gadis itu berubah mendengar ucapan yang tiba-tiba terdengar di telinganya. Gadis itu memutar badannya, memperhatikan dempulan asap yang berasal dari seorang pria lain yang menghampirinya.

Gadis itu hanya terdiam tak berkomentar.

Lagi-lagi pria itu mendekatinya satu langkah lebih dekat sembari menghisap rokoknya. Tampaknya ia dibuat sedikit kecewa oleh gadis itu. Namun, gadis itu malah tetap tenang memandang kearahnya.

"Sekarang gue tau kenapa Lo pengen nyingkirin dia," ucap gadis itu terang-terangan. Berharap dapat membuat pria yang ada didepannya lebih kesal lagi. Dan benar saja, ekspresi pria yang ada dihadapannya sedikit berubah. Terlihat kesal namun tetap berusaha tampil cool.

"Kenapa lu harus nyuruh gue? Lo gak mampu sendiri atau... Jangan-jangan lu takut sama dia?" sindir gadis yang sudah merasa menang itu.

Berharap pria itu bertekuk lutut di hadapannya, pria itu malah hanya tersenyum miring.

Dengan lagak sombongannya, pria itu mendekati gadis yang tak jauh darinya. Kini kedua berada pada jarak yang begitu dekat. Sehingga keduanya bisa saling mengobrol lebih intens.

"Jangan terlalu sombong Irene. Gue nyuruh lu itu bukan karna lu itu sejago yang lu pikir. Gue nyuruh lu karna gue gak mau ngotorin tangan gue dihadapan Jeni. Sebelum gue dapatin dia dengan cara kasar, gue harus dapatin dia dengan lembut. Itu sebabnya gue gak boleh ketauan ngerusak mainannya, si Gobar brengsek itu!"

"Sekarang lu tau kenapa gue butuh bantuan lu, kan?! Dan satu lagi, lu harus ingat, kalau gue bisa ngelakuin apa aja yang gue mau. Termasuk buat maksa lu. Jadi, selagi gue baik, gue harap lu juga bisa lebih baik dan gak ngerusak kepercayaan gue ke elu." ucap Diego menyentuh pipi Irene berlahan.

"Sebelum gue berubah pikiran!" bisik Diego ditelinga Irene.

Seketika wajah Irene panas dingin mendengar ancaman itu. Mulutnya terdiam dan tatapanya kosong. Kini dirinya yang ternyata harus bertekuk lutut pada penguasa serakah itu.

Diego tersenyum miring berlahan mengangkat kakinya.

Bak terbakar api, Irene hanya bisa meratapi kepergian Diego. Mungkin ia sambil memaki dalam hati.

"Kalo gue jadi lu, keknya gue bakalan balas tu orang . Masa iya, udah kalah. Trus nahan malu lagi. Ya, walaupun kalah. Setidaknya gue gak biarin orang lain nginjak-nginjak harga diri gue," cibir Lukas yang datang tiba-tiba. Menghampiri Irene, yang sebenarnya sudah ia lihat sedari tadi. Dan mungkin sudah mendengar pembicaraan singkat yang telah membuat Irene membeku kesal.

Meski sudah dihampiri begitu, Irene malah tak menggubrisnya.

Ia hanya menatap pria yang kini sudah dihadapannya.

"I gues you need a help," ucap Lukas santai.

Namun dengan marah Irene menjawab, " Gue gak butuh bantuan lu. Gue bukan budak yang bisa di kontrol oleh siapapun. Termasuk bos brengsek lu itu!" Irene dengan tatapan bringas meninggalkan Lukas yang entah apa maksud kedatangannya.

Lukas pun akhirnya ditinggal sendiri disana. Anehnya, bukan menyerah, Lukas malah tersenyum aneh.

"Okay. No problem. Maybe next time!"

GOBAR (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang