Chapter 34

179 14 0
                                    

Seketika suasana yang heboh menjadi hening mencekam.

Seluruh senjata pun mengarah ke pintu masuk ruangan itu.

"Lu kemanain Jennifer?!" seru Betrand menatap lurus ke arah ring yang ada ditengah-tengah ruangan.

Tak ada jawaban. Semua orang malah  menatap dengan tatapan aneh.

Lucas yang masih berdiri diatas ring pun memutuskan untuk turun.

"Lu berdua kenapa?"

"Gak usah basa-basi! Lu kemanain Jennifer?!" ucap Betrand dengan nada yang meninggi.

Mendengar itu, Lukas malah hanya tersenyum tanpa rasa takut sedikitpun.

"Jennifer ilang-"

"Dan lu berdua, nuduh gue?!" ucap Lukas sambil berjalan lebih dekat dengan mereka.

Keduanya pun menatap dengan tatapan was-was.

"Lu gak liat?! Kita udah disini dari tadi. Dan... Kayaknya gak masuk akal kalo gue nyulik Jennifer. Buat apa cobak?!" Lucas menurunkan pistol yang ada digenggaman Betrand.

"Lu punya bukti, kalo misalnya gue yang nyulik Jennifer?!"

Sejenak mereka semakin bingung dan heran.

Kalau bukan dia, siapa lagi?

"Lu gak liat hah?! Semua anggota gue ada disini?! Dan temen-temen lu juga ada disini sama gue dari tadi!" ucap Lucas lagi memberi pertanyaan beruntun sambil melirik kearah Celine dan Jhosi yang terpatri dalam diamnya.

"Gue pikir geng kita bakal bisa ngejalin hubungan baik, nyatanya emang gak bisa, ya?!"

"Gue berusaha ngedeketin kalian dengan berbagai cara, tapi malah ini yang gue terima!"

Akhirnya mereka saling menurunkan senjatanya.

"Well! Sebenarnya gue cukup kecewa sama kalian. Tapi gue harap ini jangan ke-ulang untuk yang kedua kalinya. Karna dihidup ini, kita gak bisa hidup sendiri! Dan jangan sekali-kali kalian nuduh orang sembarangan! Bahaya! Takutnya malah kalian yang kena masalah!" sambung Lukas sembari memakai jaketnya.

"Kayaknya gue harus pergi. Buat lu semua, semangat nyari Jennifernya-"

"Owh iya. Kalian udah liat dikamar mandi belum?! Mana tau dia lagi sembunyi disana..." olok Lukas diiringi tawa anggota gengnya.

Kurang ajar!

"Sabar Tran!" ucap Gobar menahan Betrand yang sudah diselimuti amarah.

Tak ingin ada keributan, Lukas bersama gengnya keluar dari ruangan itu. Sedangkan Gobar bersama yang lain berkumpul disaat itu juga.

Anj! Pekik Betrand kesal sambil menghantam pistolnya kelantai dengan kesal.

"Gue bener-bener pengen ngerobek mulut si songong, brengsek itu!"

"Tenang dulu Tran! Lu kenapa sih emosi-emosi gini?" ucap Celine berusaha menenangkan Betrand.

"Gimana bisa tenang?! Ketua kita Jennifer ilang Ci!"

"Tapi lu gak bisa asal nuduh orang sembarangan Tran!"

"Gue bukan nuduh! Gue sama Gobar udah nyari kemana-mana, tapi gadak! Hp nya dia juga gak aktif! Menurut lu dia ngilang gitu aja, hah?"

"Tapi bukan berarti Lukas, kan' pelakunya?! Bisa aja ada orang lain?"

"Gak mungkin ada orang lain! Yang paling kenal sama kita itu cuma mereka! Dan yang lagi bermasalah itu geng mereka. Gue berfirasat kalau bisa aja dia nyewa orang lain buat nyulik Jennifer," timpal Gobar membuat mereka menoleh kearahnya.

"Tapi kita gak punya bukti apa-apa Bar," sanggah Kiano.

Semuanya pun akhirnya hanya terdiam bingung.

"Kita gak tau hilangnya Jennifer kemana. Tapi, gua pernah berurusan sama satu cewek yang kebetulan dekat sama Lukas. Dan bisa jadi dia ada hubungannya sama hilangnya Jennifer,"

Siapa?

Gobar berfikir sejenak mengingat-ingat nama gadis itu.

"Irene. Iya, namanya Irene."

Seketika itu juga semuanya memberi ekspresi aneh.

Hah?

Irene?!

"Cewek psikopat itu?"

"Kalian kenal?"

Mereka semua malah hanya saling menatap. Lalu mengangguk.

Ya Tuhan. Jangan sampai kita berurusan sama cewek setengah gila itu!

"Kalau emang dia udah jadi target kita. Kita harus cari informasinya dari sekarang."

"Iya. Gue bakal siapin mata-mata. Lu semua tunggu info dari gue di markas aja." pungkas Kiano.

Semuanya pun langsung mengerti dan langsung bergerak menuju markas.

***

Seorang dokter dengan teliti sedang menjahit luka ditubuh Jennifer. Ia juga memberi perawatan pada luka-luka yang lainnya.

Anestesi yang diberikan cukup ampuh membuat Jennifer pingsan tak merasakan rasa sakit tusukan dari jarum serta obat-obatan yang masuk ke tubuhnya.

Setelah selesai dengan tugasnya, dokter itu dengan gemetar melepas kacamatanya. Lalu menghampiri dua orang pengawal yang dilengkapi dengan senjata, yang sudah memperhatikan ia saat sedang melakukan tugasnya tadi.

"Tugas saya sudah selesai. Saya ingin pulang," ucapnya dengan sedikit tatapan takut.

"Bos bilang, anda bisa pulang kalau dia sudah sadar!" balas salah satu pengawal itu.

"Tapi saya mau ketemu sama keluarga saya dulu,"

Bukannya memberi jalan, kedua pengawal itu malah menodongkan senjatanya.

"Anda bisa pergi setelah dia bangun!" bentak pengawal itu.

Akhirnya kalimat itu pun berhasil menghentikan langkah dokter itu. Dengan perasaan takut, dokter itu menelan ludahnya dengan susah. Lalu duduk di kursi yang telah disiapkan oleh mereka.

"Saya tidak bisa menjamin kondisi pasien ini. Lukanya terlalu parah dan harus dibawa kerumah sakit." seru dokter itu lagi membuat kedua pengawal itu menoleh kearahnya.

Entah ingin mencari celah untuk lari, atau memang kondisi medis yang tak memungkinkan, dokter tersebut harus berkata demikian.

"Gak ada yang bisa keluar dari ruangan ini sebelum bos datang ngasih perintah. Dan kalau dia mati, berarti dokter juga akan mati!"

Spontan dokter itu langsung menunduk lalu menatap kearah Jennifer yang sudah sekarat.







GOBAR (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang