Chapter 14

297 15 3
                                    


Bulan segera menjemput malam yang menandakan sore telah berujung.  Bahkan lampu-lampu temarang yang redup kini menunjukkan cahayanya.
Dan bar yang tertutup itu pun kini mulai menerima pelanggan.

Sudah berkali-kali Jennifer memesan beberapa gelas alkohol demi mencari celah agar bisa mengobrol dengan Gobar. Namun, Gobar tetap dingin meski Jennifer sudah berulang kali mencoba untuk mengajaknya mengobrol. Hingga akhirnya mereka berdua menjadi sorotan pelanggan yang ada disana. Jennifer orang kaya yang bisa mengeluarkan uang dengan semaunya sedangkan Gobar adalah karyawan yang harus siap sedia melayani pelanggannya. Jennifer memesan lagi dan lagi sedangkan Gobar mengantar minuman pesanan itu lagi dan lagi.

Sudah tak tahan dengan sikap pria dingin yang tak kunjung ia luluh kan, kini Jennifer melangkah dengan kesal ke arah Gobar.

Tanpa ragu ia mengangkat tangannya mengayunkan sebuah pistol ke arah Gobar yang kini hanya beberapa centi darinya.

Seketika semua mata menuju kepada mereka. Bahkan Mikael yang berada disana pun tak berani berkutik.

"Siapa dia?!" tanya seorang pria yang sedang menikmati pemandangan itu.

"Orang yang gue ceritain ke lu kemarin," jawab Lukas sambil meneguk minumannya.

"Ha?! Si miskin yang sok jago itu?!" cibir nya rendah.

"Apa yang membuat Jennifer tertarik sama tu cowok?!" tanya pria yang bernama Diego itu lagi.

Lukas menggeleng tak ingin mengucapkan sepatah katapun.

"Mungkin tampang nya. Tapi gue yakin sih, paling seminggu juga bakal dibuang," cibir pria lain. Pria yang juga ikut bersama mereka. Rival.

"Mau seminggu atau dua minggu, bahkan berapa pun waktu yang mereka mau, Jennifer itu tetap punya gue," ucap Diego memadamkan rokoknya. Lalu kembali memandang kearah depan sana.

Benar-benar berasa sebagai penguasa, Diego tak akan merelakan gadis rebutan itu jatuh ke pelukan pria lain.

Kembali pada Gobar yang kini berbalik menatap Jennifer yang sudah siap siaga menarik pelatuk pistolnya.

"Dasar bocah ngeselin!" batin Gobar hampir kehilangan kesabarannya.

"Lu ikut gue sekarang!" perintah Jennifer yang masih menodongkan pistolnya.

Sebenarnya ia ingin menolak, namun sadar sudah menjadi bahan sorotan, ia pun hanya bisa mengikuti perintah dari Jennifer. Hingga akhirnya sampai diluar, Jennifer menurunkan pistolnya.

Dengan wajah kesal namun penuh dengan kesabaran, Gobar menatap Jennifer. Sedangkan Jennifer dengan polosnya malah  membuat wajah emosi ala-ala gadis imut. Berharap Gobar mengerti perasaannya.

"Lu mau apa dari gue?!" tanya Gobar yang sudah menahan kekesalannya.

Jennifer hanya menatapnya diam.

"Jangan mentang-mentang lu ketua, entah itu ketua apa, lu semena-mena sama gue! Gue kesini tu buat kerja! Lagian lu itu bukan siapa-siapa nya gue!" ucap Gobar.

Kini Jennifer sudah kehilangan kesabarannya lagi. Dengan menodongkan pistol, ia mendekat kearah Gobar.

"Lu tau berapa pria yang ada di dalam?! Gue cuekin mereka semua dan gue cuma ngobrol sama lu. Dan lu dengan sok coolnya malah diamin gue kayak setan?! Lu pikir lu siapa?! Gue penguasa ditempat ini! Gue bisa buat tunduk semua orang termasuk elu!" ancam Jennifer.

Gobar menertawai keseriusan Jennifer.

"Owh. Jadi kalo gue gak mau gimana?! Lu mau bunuh gue?! Yaudah tembak gue sekarang! Gue gak takut," ucap Gobar dengan coolnya. Tentu saja ia katakan itu karena ia yakin Jennifer tidak mungkin melakukannya. 

Dengan tenang Gobar merentangkan tangannya. Sambil menutup mata mengikuti salah satu kejadian di film aksi.

"Lu mau gak jadi pacar gue?!" Jennifer bertanya dengan polosnya.

Dengan terbelalak Gobar membuka matanya. Sempat ngelag akhirnya Gobar sadar dengan perintah nya tadi.

"Wtf! Gue bilang tempak anjir! Bukan lu nembak gue!" batin Gobar.

Gobar pun akhirnya salting sendiri. Untung ia masih bisa menyembunyikannya.

"Ayo! Katanya lu penguasa, kenapa gak berani tembak gue?!" ucap Gobar sekali lagi. Namun Jennifer masih saja membidik dan tak menarik pelatuknya.

"Alright. Gue bakal lakuin itu, tapi sebelumnya gue mau buat kesepakatan sama lu,"

"Kesepakatan apa anjir?! Enak banget lu ngatur-ngatur hidup orang?!" protes Gobar dalam hatinya.

"Lu pilih mati atau jadi supir pribadi gue?!" tanya Jennifer membuat Gobar mengerutkan keningnya.

"Enak aje lu! Didalam sana masih banyak, ngapain harus gue?!" batin Gobar lagi.

"Gue gak pilih apa-apa!" ucap Gobar singkat agar terlihat tetap cool.

Dengan cepat Jennifer menarik pelatuk pistol itu hingga akhirnya meletup keluar dan melesat jauh melewati bagian samping rambut Gobar. Sama sekali tidak mengenai. Hanya saja anginnya cukup membuat Gobar menelan ludahnya dengan susah payah.

"Anjir! Beneran ditembak dong bangsat!" pekik Gobar pelan.

"Gue kira gak berani!"

Kini Gobar pun takhluk.

"Jadi gimana?" Jennifer mengulangi pertanyaannya.

"Mau gue jawab apa juga lu pasti bakal maksa gue njir! Dasar! Kalau bukan cewek udah gue ajak gelud lu!" batin Gobar menahan emosinya.

"Agh! Terserah lu mau bagaimana! Gue pusing mikirin lu!" ucap Gobar yang langsung angkat kaki dari posisinya meninggalkan Jennifer seorang diri.

Belum Gobar jauh meninggalkannya, Jennifer sudah langsung mengintip keadaan sekeliling. Melihat keadaan aman, ia langsung melompat kegirangan. Wah. Segitu senangnya Jennifer.


GOBAR (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang