Chapter 31

234 13 0
                                    


Irene duduk dengan tenang di kursi hitam peninggalan Diego yang kini sudah bersih dari noda darah.

Nafasnya tampak lega.

Lalu berlahan ia merilekskan tubuhnya hingga memenuhi setiap sudut kursi itu.

Tampak secercah senyum penuh kemenangan di bibirnya.

Tak lupa segelas alkohol menemani kemenangannya kali ini.

"Udah gue duga, pasti bakal senyaman itu," ucap Lucas tiba-tiba masuk keruangan itu. Lalu dengan tenang ia bersandar pada dinding pintu ber cat cokelat yang tak jauh dari Irene, yang kini sedang bersantai.

Irene tergelak sejenak.

Lalu dengan perlahan bangkit dari kenyamanannya itu sambil meletak gelasnya pada meja yang tak jauh dari jangkauannya.

"Time to have fun, right?!" ucap Irene membalas dengan balutan senyum penuh maksud.

Lucas tersenyum dengan enteng.

"Nope. Gue masih punya satu tujuan lagi." ucapnya melangkah mendekati Irene.

"Apalagi yang lo mau? Bukannya lo udah dapat kekuasaan yang Lo mau? Apa lagi?!" Irene mengerutkan dahinya. Bertanya-tanya tentang apalagi yang Lucas ingini selain kekuasaan yang ia peroleh secara paksa sebelumnya.

"Ada satu lagi. Dan gue harus dapatin itu. Apapun caranya!"

"Jadi. Gue masih butuh bantuan lo satu kali lagi," Lucas menatap Irene dengan pasti.

"Apa yang bakal lu kasih ke gue, kalo misalnya gue bisa berhasil bantuin lu buat dapatin apa yang lo mau itu?"

Lucas tersenyum miring.

"Kursi itu bakal jadi milik lu selamanya."

"Selamanya?" tanya Irene meyakinkan.

"Iya. Selamanya."

Keduanya pun saling menatap dan terseyum secara bersamaan.

Dan kesepakatan baru pun telah terjadi diantara keduanya.

***

Botol minuman berserak diatas lantai begitu saja.

Tampaknya sudah ditimbun sejak beberapa hari yang lalu.

Tampak dari ruangan yang begitu menyedihkan seorang lelaki muda sedang minum sampai mabuk.

Ya, Gobar yang minum semuanya.

Tubuhnya usang dengan pakaian yang sepertinya belum terganti beberapa hari ini. Ia tergeletak disamping tempat tidur sederhana yang mengisi ruangan itu.

Mungkin kesedihan benar-benar membalut pikirannya hingga ia benar-benar tenggelam dan hampir tak waras dibuatnya.

Penyesalan Gobar yang selalu tak bisa akur dan mungkin meminta maaf untuk banyak kesalahannya membuat Gobar merasa begitu bersalah kepada El. Apalagi ia tak bisa menggenapi janji yang telah ia utarakan. Dan kini ia tinggal sebatang kara dirumah itu. Dan selamanya akan sendiri dan begitu seterusnya.

Gobar meneguk minuman itu untuk yang kesekian kalinya.

Matanya merah dan degupnya lambat penuh sesak.

Gobar bangkit dari duduknya, lalu berlahan mendekati kaca.

Ia menatap dirinya yang kacau. Seakan penuh benci yang begitu besarnya.

Dengan amarahnya, Gobar menghantam botol itu pada kaca yang terpanggang didepannya.

Seketika suara pecahan kaca memenuhi ruangan itu.

Kini degupnya kembali tak beraturan, emosinya seakan mulai meredam. Dan sepertinya sedikit puas setelah berhasil memecahkan kaca itu dengan lantang.

"Bar."

Suara lirih itu berhasil membuat Gobar tersadar dan menoleh kearah suara itu.

Tampak kaki dengan balutan sepatu hitam dan seragam sekolah yang masih melekat ditubuh Jennifer.

Dengan tatapan penuh iba, ia memandang kearah Gobar yang seakan tak punya harapan lagi.

Gobar pun kembali menatap Jennifer lalu kembali merunduk menatap lantai yang sudah dipenuhi oleh botol dan pecahan kaca.

"Ngapain lu kesini?" tanya Gobar pelan.

Jennifer menghela nafas khawatir.

"Gue datang buat lu,"

"Gue gak butuh siapa-siapa disini." ucap Gobar dengan nada pelan penuh kesedihan.

Jennifer terdiam.

"Tapi gue butuh lo," ucap Jennifer berusaha menghadapi Gobar yang ada dihadapannya.

Lalu dengan berlahan ia melangkah lebih dekat dan...

Jennifer benar-benar memeluk Gobar yang dirundung kesedihan itu.

"Gue tau lu udah kehilangan orang-orang yang lu sayang. Dan pastinya lu udah terluka banget. Maka dari itu, gue mau datang buat ngobatin luka lu. Gue bakal ngisi setiap kesedihan dihati lu," ucap Jennifer mempererat pelukannya.

Akhirnya tangan yang begitu dingin itu dengan perlahan membalas pelukan hangat Jennifer.

Sejenak kesepian yang ada di relung hati Gobar menepi.

Tubuhnya seakan kembali mendapat pelukan hangat dari orang yang ia cintai.

"Gue janji bakal ada buat lu. Dan kita, kita bakal saling melengkapi kesendirian kita. Kesendirian gue dan kesendirian lu," lanjut Jennifer berlahan melepaskan pelukan Gobar.

Kini Gobar menarik bibirnya, berusaha untuk melepas sebuah senyum haru untuk gadisnya itu.

"Iya. Mulai hari ini gue juga janji bakal ada buat lu. Biar lu gak sendirian juga kayak gue..."

Gobar tersenyum lepas.

"Makasih ya Jen. Lu udah nyadarin gue, kalo gue masih punya harapan. Gue masih punya tujuan hidup. Dan, gue masih punya elu,"

"Yah. Walaupun berat. Gue pasti berjuang. Semoga mereka masih bangga punya gue yang-"

"Yang sayang sama mereka. Lu udah buktiin itu kok. Lu tinggal jalani kehidupan lu selanjutnya. Gue yakin mereka juga pengen lu lanjutin hidup lu dengan bebas. Tanpa harus dengan perasaan bersalah kayak gini." potong Jennifer berusaha untuk memyengati Gobar yang sudah sempat putus asa.

Gobar yang mendengar ucapan Jennifer itu pun, langsung mengangguk lalu tersenyum bahagia.

Kini kekosongan hatinya sudah diisi oleh kehadiran Jennifer disana.







GOBAR (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang