Chapter 5

518 29 10
                                    


Hari demi hari Gobar lalui hingga hari ketiganya di tempat kerja barunya itu. Gobar yang mempunyai badan cukup besar pun tampak kurang enak memakai pakaian kerjanya itu.

Dengan sedikit kesulitan, akhirnya ia bisa mengancing kancing terakhir dibajunya.

Berselang beberapa menit, Gobar yang hendak keluar dikejutkan Dadang yang langsung menemuinya.

"Eh mas Dadang. Kenapa mas?" tanya Gobar yang akan keluar kamar.

"Ini Bar. Ada pesanan. Saya minta kamu yang antarin ya. Motor sama pesanan udah disiapin didepan. Alamatnya juga dekat. Kamu tinggal pake GPS aja ya. Soalnya saya lagi ada urusan," ucap Dadang yang tampak sibuk.

"Emang mau kemana mas?" tanya Gobar sedikit kepo.

"Pala emak sakit lagi, mau nganterin ke puskesmas bentar," ucap Dadang yang baru saja memakai jaketnya.

"Oh. Kalau gitu saya berangkat dulu mas," ucap Gobar yang langsung melangkah keluar rumah.

Belum juga ia keluar, para pekerja wanita yang lain langsung menatap Gobar takjub. Namun, Gobar yang sudah biasa dengan perlakuan itu hanya memberi sapaan pagi kepada mereka. Dan seketika itu juga mereka langsung terpukau dan salting kesenangan. Begitulah setiap pagi Gobar melakukan hal yang sama di tempat kerjanya sebagai persyaratan "ramah kepada pengunjung" yang sebenarnya bukanlah tipe dirinya yang dingin dan datar.

Gobar yang sigap pun langsung memakai helem coklat dan motor bebek kepemilikan Dadang. Segera ia menyalakan GPS yang sudah tertempel dikepala motor itu. Dengan sedikit lihai, dia mulai memegang kendali dan mulai melaju. Tak terasa jarak yang akan ditempuh Gobar akan segera sampai. Memang benar perkataan Dadang kalau jaraknya tidak jauh. Hanya saja lika-liku yang banyak membuat Gobar kelelahan dan harus banyak mengubah rute jalan dikarenakan macet.

Yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba. Gobar pun akhirnya sampai disebuah rumah besar dengan pekarangan luas. Dengan sedikit ragu Gobar turun dari motornya.

"Ya, kali ada orang kaya makan yang beginian!" batin Gobar sejenak merasa keanehan.

Sekali lagi dia mencoba memeriksa alamat itu. Dan ketika Gobar yang melihat posisi yang pas pun akhirnya masa bodoh dan langsung mendekati pagar pembatas rumah.

"Permisi!" seru Gobar dari luar pagar.
Dan seketika itu juga seorang pria paruh baya langsung menghampiri Gobar.

Gobar yang sudah berhasil melihat wajah pria itu pun tersadar.

"Mas Toni?!" ucapnya yang masih kenal betul dengan rupa pria itu.

"Lah iya mas. Ayok masuk," ucap Toni dengan ramah.

"Oh gak usah mas. Saya cuman mau ngantar pesanan aja. Mas Toni bisa ngantarin kedalam gak?" tanya Gobar yang tak mau berlama-lama disana setelah tau rumah itu adalah rumah Jennifer.

Belum sempat Toni menerima pesanan itu, tiba-tiba telepon genggamnya berbunyi. Segera ia menerima telepon itu terlebih dahulu sebelum menerima pesanan itu dari Gobar.

Ternyata dan ternyata, yang menelpon Toni adalah Jennifer yang sedang mengamati mereka dari lantai atas.

"Suruh dia yang ngantarin. Saya gak mau terima kalo yang ngantarin bukan dia!" ucap Jennifer memberi perintah kepada Toni. Seketika itu juga Toni langsung berbalik dan langsung menyampaikan titah Jennifer itu. Entah bagaimana caranya, Jennifer kini tau tempat Gobar bekerja.

"Rese banget ni bocah! Pasti ada maunya nih," batin Gobar sedikit kesal sembari memasuki rumah mewah milik Jennifer. Jennifer yang melihat kedatangan Gobar pun langsung turun kelantai bawah.

Dengan sedikit mengintip, Gobar bingung harus mengantar pesanan itu kemana saking besarnya ruang dan banyaknya pintu rumah itu.

Jennifer yang tiba pun akhirnya membawa Gobar ketempat makan siang mereka yang kemarin. Dengan kaos oversize ditambah celana pendek yang minim, Jennifer dengan sengaja menarik perhatian Gobar yang entah apa maksudnya.

Dengan pelan Gobar langsung meletakkan pesanan itu diatas meja dan berniat langsung pergi. Akan tetapi belum juga Gobar melangkah, langkahnya sudah dihentikan Jennifer yang menarik jaketnya.

"Gue cuma mau ngucapin terimakasih karena lo udah nolongin gue waktu itu," ucap Jennifer yang langsung melepasnya kembali.

"Haa?! Cuman?! Berarti lu mesan makanan sebanyak ini cuma mau bilang terimakasih?!" batin Gobar lagi yang tak mengatakannya langsung kepada Jennifer.

"Ah iya. Sama-sama. Gue cabut dulu, soalnya pesanan masih banyak yang belum diantar," ucap Gobar mengelak dari situasi itu.

"Gak mau makan dulu?" tanya Jennifer menawarkan makanan itu.

"Gak. Gak usah. Gue buru-buru soalnya," ucap Gobar langsung meninggalkan Jennifer sendiri dan melanjutkan perjalanannya.

***

Kini motor Dadang yang dikendarai oleh Gobar mendarat selamat. Dengan perlahan Gobar melepaskan helemnya. Lalu melangkah masuk kedalam. Belum juga ia sampai, tiba-tiba ia melihat sosok yang tak asing baginya.

"Kael?!" batin Gobar yang tampak terkejut.

Dengan sigap orang yang bernama Mikael itu langsung mendekati dan mendekapnya. Gobar tak jadi marah, padahal ia sangat kesal kepada pria yang sudah menelantarkan dirinya itu.

"Gue pikir lu udah jadi gelandangan. Eh tau-tau udah dapet kerjaan aja lu. Emang nasip orang baik selalu beda ya," ucap Mikael yang sudah duduk disebelah Gobar. Gobar yang mendengarnya hanya tersenyum kecut karena Mikael tak tahu kalau sebenarnya Gobar sempat menjadi gelandangan Sebelum mendapatkan tempat kerjanya ini.

"Emang lu selama tiga hari kemana sampai gak bisa ngabarin gue?" tanya Gobar setelah berhari-hari tak mendapatkan kabar dari Mikael.

Mikael pun akhirnya terbuka kepada Gobar soal masalahnya sehingga tak bisa menjemputnya kala itu.

"Selama ini sih gue aman-aman aja sama pekerjaan gue. Cuman ya, nasib sial mau gimana lagi. Gue dijadiin kambing hitam penjualan narkoba sama teman gue,"

"Jadi, selama tiga hari ini gue baru dari kantor polisi,"

"Awalnya sih dia cuma minta tolong sama gue buat ngantar barang, eh tau-tau dia masukin narkoba. Dia udah sering sih kerja begituan. Cuma yah, pas kena nya dia gue. Nah, akhirnya polisi yang udah lama selidiki kasus ini berhasil nangkap gue. Gue yang gak tau apa-apa cuma bisa jelasin tapi yah harus dibawa kekantor polisi dulu buat diinterogasi,"

"Akhirnya gue bisa keluar setelah semuanya jelas dan gue dinyatakan gak bersalah," jelas Mikael panjang lebar.

"Sory ya bar. Gue bener-bener ngerasa bersalah sama lu," ucap Mikael meminta maaf.

Setelah mendengar penjelasan Mikael yang panjang, Gobar pun akhirnya percaya meskipun Gobar tak tahu kebenaran dari ucapan sahabatnya itu.

"Owh. Jadi gitu," balas Gobar singkat. Masih menatap dengan lekat, Gobar langsung melayangkan bogem mentah.

Mikael yang tak sempat mengelak pun harus menerima sakit yang luar biasa.

"Bestfriend selamanya!" tambah Gobar dengan senyum sumringah. Menandakan damai diantara mereka berdua.

"Bangke! Sakit goblok!" umpat Mikael meringkuh kesakitan. Sedangkan Gobar yang mendengarnya hanya tertawa kecil sambil mengaduk minuman Mikael yang belum diaduk sedari tadi.

GOBAR (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang