♡︎ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ♡︎
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
"Semoga keselamatan (diberikan) atasmu dan juga dilimpahkan atasmu rahmat dari Allah dan keberkahan."
•oOo•
Pria dengan hoodie merah marun itu menuruni tangga rumahnya dengan ekspresi tak biasa. Senyum tipis tergurat pada wajah rupawannya yang biasa beraut datar, mengundang tatapan heran dari orang yang melihat, termasuk kedua orang tuanya.
"Kamu kenapa? Keliatannya bahagia benget pagi ini, tumben." Pertanyaan dari ayahnya itu hanya dibalas gelengan singkat oleh Ananda.
"Gak papa, Pah." Jawabanya.
"Ah, kamu lagi ada berita gembira, ya? atau ada sesuatu di kampus? kasih tau Mamah dong." Yuna—ibunda Nanda bertanya tak kalah antusias.
"Gak ada berita apa-apa, Mah." Sanggah Nanda lagi.
"Terus kenapa kamu keliatannya bahagia banget sampai senyum-senyum sendiri?" Cerca Yuna.
"Enggak, Mah, cuma perasaan Mamah aja kali." Nanda menyanggah, sembari mendudukan dirinya pada kursi makan guna memulai makan malamnya.
Tidak heran kedua orang tua Ananda merasa aneh dengan perubahan putra semata wayang mereka. Nanda adalah seorang yang dingin, jarang berbicara, dan cenderung bersikap apatis. Dan sekarang, lihatlah senyum tipis yang bahkan mengembang saat pemuda memasukkan sendok ke dalam mulutnya. Ada apa dengan anak itu? Kenapa ia bisa terlihat begitu gembira hari ini?
"Kamu mau taklim?" Sigit—ayah Ananda bertanya, ia mencoba untuk tidak ambil pusing akan perubahan perilaku putranya hari ini.
"Enggak Pah, mau ketemu temen, balikin barang." Jawab Ananda.
Sigit mengangguk paham.
Ananda mengabiskan makanannya dalam waktu terhitung cepat. Hanya selang beberapa menit, nasi goreng di piringnya sudah habis total. Setelah meneguk sisa air putih dalam gelasnya sampai tandas, Ananda berdiri dari kursi makannya.
Ananda lantas berjalan menuju sang ayah yang duduk di ujung meja makan guna berpamitan.
"Nanda berangkat dulu ya, Pah." Pamit Ananda sembari mencium tangan ayahnya.
"Hm, hati-hati." Sigit berpesan.
Ananda tersenyum tipis dan mengangguk. Ia kemudian bersimpuh di hadapan sang ibu. Yuna menderita kecelakaan parah tiga tahun lalu membuat ia harus menghabiskan seumur hidup di atas kursi roda setelah kehilangan salah satu kakinya.
"Ananda berangkat, ya, Ma." Ucap Ananda lembut seraya mengusap punggung tangan ibundanya.
Yuna tersenyum manis kemudian mengusap lembut kepala putra semata wayangnya.
"Hati-hati, ya." Ujar Yuna lembut.
Ananda mengangguk pelan.
"Mamah jangan capek-capek, ya." Nanda berpesan sebelum ia menegakkan tubuhnya.
"Iya, kamu juga pulangnya jangan kemalaman." Yuna berujar yang diangguki langsung oleh Ananda.
Ketika Ananda hendak berangkat dan melangkah kaki menjauh dari ruang makan, Yuna tiba-tiba menahan pergelangan tangan kanannya.
"Kayak gini terus ya, Nan. Jangan berubah lagi." Yuna berujar lirih, seraya menatap wajah putranya dengan tatapan penuh rasa harap.
Sempat terkejut dengan pernyataan sang ibu, Ananda kemudian tersenyum hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gaul-Gaul Sholeh
SpiritualGAPLEH | Gaul Tapi Sholeh *** "Kalau ada yang bilang anak mesjid itu gak asik, mereka belum kenal kita berarti." *** Cerita 7 orang pemuda yang tergabung dalam IPTII (Ikatan Playboy Tobat Insyaallah Istiqomah) yang tengah sibuk mencari jati diri dan...