♡︎ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ♡︎
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
"Semoga keselamatan (diberikan) atasmu dan juga dilimpahkan atasmu rahmat dari Allah dan keberkahan."•oOo•
Ziyad menutup layar laptop di depannya seraya melepas kacamata yang ia kenakan. Pemuda dua puluh tahun itu lantas membereskan buku-buku dan peralatan tulis yang berserakan di meja belajarnya, kemudian meregangkan badan.
Ziyad baru aja selesai zoom meeting sama tutor barunya. Hampir selama dua bulan ini Ziyad emang lebih banyak ngehabisin waktu buat belajar, entah itu belajar materi-materi kuliah atau mendalami ilmu agama, salah satunya ngaji beberapa kitab di masjid bareng sama abang-abangnya.
"Udah belajarnya?"
Ziyad sedikit terpelanjat saat sang ibu tiba-tiba memeluknya dari belakang.
"Alhamdulillah udah, Ma." Ziyad menjawab.
Tamara tersenyum tipis, ia kemudian meletakan teh dan kue yang ia bawa di atas meja.
"Maaf ya, kamu pasti gak nyaman tinggal di tempat kayak gini." Ucap Tamara merasa bersalah.
Sejak dua bulan lalu, mereka tinggal di apartemen yang emang gak terlalu mewah, beberapa aset Mamanya juga banyak yang dilepas. Tamara juga remake sistem perusahaannya jadi lebih syar'i, gak mau lagi pake cara-cara yang gak baik.
Emang setahu Ziyad omset perusahaan mamanya menurun tajam. Tapi gak papa, itu kan cuma awal. Lagian gak akan rugi kalau kita meninggalkan sesuatu karena Allah, Allah pasti ganti dengan yang lebih baik. Kesusahan di awal itu cuma DP. Nanti kedepannya pasti bakalan banyak kemudahan, akan kejutan-kejutan yang gak pernah kita duga.
"Mama gak perlu minta maaf. Ziyad malah lebih bahagia sama Mama yang sekarang. Soal dunia kan cuma sebentar." Ucap Ziyad berusaha membesarkan kembali hati sang ibu.
Tamara tidak mengerti, betapa bodohnya ia selama ini. Ia menyia-nyiakan anugrah yang telah Allah beri untuknya—yaitu anak yang shaleh, anak yang baik, anak yang senantiasa berbakti kepadanya. Hampir Hampir saja ia menukar hartanya yang paling berharga dengan sampah-sampah dunia.
"Mama beruntung punya anak kayak kamu. Makasih ya, udah sabar hadapin mama. Maaf, mama baru sadar sekarang." Tamara semakin merasa bersalah.
"Mama jangan makasih sama Ziyad, makasihnya sama Allah. Kan hati kita ada di genggaman Allah, kita gak mungkin ngelakuin suatu kebaikan, kalau bukan karena Allah Yang Maha Rahman."
Ziyad sama sekali gak ngerasa semua ini terjadi karena dia, nggak. Semua kebaikan yang dia dapetin itu semua pemberian dari Allah. Allah yang menggerakkan hati Ziyad buat berubah, Allah yang menuntun Ziyad buat keluar dari semua masalahnya satu persatu, semua ini semata-mata murni karena Rahmat dan kasih sayang Allah.
"Mmh, Ma? Keadaan Papa gimana?"
Ziyad merutuk, kenapa pertanyaan itu tiba-tiba keluar dari mulutnya? tidak seharusnya Ziyad menanyakan hal itu di saat seperti ini.
Tapi Ziyad gak bisa bohong, dia emang mau tau keadaan papahnya gimana. Setelah Ziyad sama Tamara pergi dari rumah dua bulan lalu, papanya sama sekali gak ada kabar. Atau lebih tepatnya, Ziyad emang gak cari kabar tentang papanya.
Ziyad belum bisa selapang dada itu. Pertengkaran orang tuanya dua bulan lalu masih lekat di dalam ingatan Ziyad. Tapi sebagai anak, Ziyad gak munafik, dia kangen sama Papanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gaul-Gaul Sholeh
SpiritualGAPLEH | Gaul Tapi Sholeh *** "Kalau ada yang bilang anak mesjid itu gak asik, mereka belum kenal kita berarti." *** Cerita 7 orang pemuda yang tergabung dalam IPTII (Ikatan Playboy Tobat Insyaallah Istiqomah) yang tengah sibuk mencari jati diri dan...