Prolog 2

4.4K 629 27
                                    

♡︎ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ♡︎

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
"Semoga keselamatan (diberikan) atasmu dan juga dilimpahkan atasmu rahmat dari Allah dan keberkahan."





•oOo•

"Tiga hari dari sekarang, saya harap masing-masing divisi memberikan laporan terkait evaluasi program kerja. Rapat saya tutup, sekian, terimakasih."

Suara bariton nan tegas itu mengudara. Sesaat setelah sang ketua organisasi turun dari podium, seisi ruangan masih hening. Seakan haram bagi mereka untuk berbicara sebelum ia duduk kembali pada singgahsananya. Wibawa pria itu seakan mengunci mulut tiap-tiap orang di dekatnya.

Miftah Lateef Al-Miqdam. Mustahil agaknya jika tidak mengenal pemuda berdarah Turki itu. Tampan parasnya, sopan dan lembut pribadinya, berasal dari keluarga berada, yang juga menjabat sebagai ketua Badan Eksekutif Mahasiswa.

Saat Miftah tengah membereskan berkas-berkas miliknya, semua anggota himpunan meninggalkan ruangan. Seperti biasa, Miftah akan menjadi orang terakhir yang keluar dari sini. Tidak punya alasan khusus, itu hanya kebiasaannya sejak dulu.

Ketika tidak lagi melihat seorang pun di dalam ruangan tersebut, baru Miftah menggendong tas ransel miliknya dan berjalan keluar.

"K-Kak Miftah..."

Langkah Miftah yang baru berjarak beberapa langkah dari garis pintu terhenti tatkala mendengar namanya dipanggil.

"Ya?" Miftah menoleh pada asal suara.

Sang pemanggil-gadis bertubuh mungil dengan bandana biru muda itu malah menundukkan wajah. Perlahan, kedua tangannya terulur memberikan sebuah kotak makanan berwarna merah muda.

"B-Buat Kakak." Ungkap gadis itu gugup.

Miftah menatap kotak makanan dan sang pemberi bergantian.

"Makasih, tapi saya udah makan." Tolaknya halus.

"T-Tapi ini bukan makanan, cuma kue kering biasa. Cuma makan ini gak akan bikin Kakak kenyang, kok." Ucap gadis itu berusaha meyakinkan.

Miftah lagi-lagi hanya memasang senyum tipisnya kemudian mendorong kotak makanan itu.

"Maaf, tapi saya bener-bener gak bisa terima. Kamu kasih orang lain aja." Tolak Miftah lagi.

Raut kecewa terpancar jelas dari wajah gadis itu. Miftah sebenarnya tidak tega, tapi apa boleh buat. Miftah juga bukan seorang yang naif, ia mengerti betul apa maksud gadis itu.

Tasya, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya semester satu. Miftah cukup familiar dengannya. Walaupun keduanya tidak kenal begitu dekat, tapi Miftah cukup peka jika Tasya memang memiliki perasaan kepadanya. Tapi tidak dengan Miftah. Ia hanya menganggap Tasya tidak lebih dari adik tingkat.

Miftah kemudian berbalik badan dengan langkah yang sedikit dipercepat, namun ternyata gadis itu tetap mengejarnya.

"K-kalau Kakak gak suka gak papa, Kak Miftah buang aja kuenya nanti. Tapi terima, ya? Tasya bikin kue ini sendiri." Pernyataan Tasya membuat langkah Miftah terhenti.

Kalau sudah begini Miftah bisa apa? kalau diterima, Miftah takutnya disangka memberi harapan, tapi kalau tetap ditolak, kasihan juga.

"Yaudah, makasih." Ujar Miftah menyerah, dan akhirnya menerima kotak makanan itu.

Tasya tersenyum senang.

"Sama-sama kak Miftah! Kalau gitu Tasya pamit dulu, ya. Selamat sore!" Pamit gadis itu girang, lalu berjalan mendahuluinya.

Gaul-Gaul SholehTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang