Bian keluar dari studio dengan senyum sumringah yang sangat lebar. Sampai-sampai Sila mengira bibirnya bisa saja robek.
"Gue tau lo senang, tapi gak segitunya juga kali." Sila ngeri melihat senyum Bian yang lama-lama kelihatan seperti penjahat mesum.
"Gue kan memang biasanya senyum."
"Iya memang. Tapi kali ini senyum lo beda, kelihatan makin-"
"Ganteng?" potong Bian dengan segala rasa percaya diri yang sudah memuncak.
Tiba-tiba, niat Sila untuk menggeplak wajah sok ganteng Bian hilang begitu saja saat seseorang mendekat ke arah mereka dengan tampang sangar. Tetapi Sila tidak heran, karena ia tahu jelas tujuan orang tersebut datang.
"Halo kak Allen. Gue Sila, temennya Bian sekaligus vokalis band. Kita pernah ketemu di kantin, ingat gak?" ujar Sila.
Allen hanya memandang gadis berkuncir itu dengan datar dan cuek seperti biasa, walaupun sempat mengangguk sebagai bentuk balas sapaan. "Gue kesini mau-"
"AHH! GUE DULUAN YA, BIAN. JANGAN LUPA TERUS LATIHAN. BYE!" Sila langsung pergi secepat mungkin karena ia merasa tidak bisa menahan teriakannya.
Allen masih bingung. Kenapa orang-orang di sekitar Bian itu konyol, ya?
"Pulang?" tanya Bian, entah sejak kapan tangannya sudah melingkar di bahu Allen.
"Sebentar," Allen celingak celinguk. Lalu setelah menemukan sesuatu, ia mengangkat tangannya. "Alice!"
Nama yang dipanggil segera mendekat. Itu Alice, dengan seragam cheerleadernya. Wajahnya agak terkejut namun berusaha menyembunyikannya saat melihat Allen dan Bian bersama.
Sang adik mendekat. Matanya bergerak gelisah tidak tahan melihat kakaknya dengan orang yang pernah ia sukai. Sekelebat ingatan saat Bian dan Allen berciuman di gudang tempo hari tiba-tiba membuat Alice ingin meleleh saja.
Allen menyodorkan kunci motornya. "Nih ... yakin mau bawa motor gue?"
"Nanti kak Wira yang bonceng." Jawab Alice dan itu membuat Allen mengerutkan alisnya.
"Hah? Wira bonceng lo? tunggu-sejak kapan-"
Buru-buru Alice menyimpan kunci motor itu ke dalam saku roknya. "Udah ya. Kakak pulang aja sama kak Bian, aku masih ada latihan." Ia mendorong Allen dan Bian hingga keluar aula, lalu berlari kembali ke rombongan supporter.
Mereka sampai di tempat parkir. Hari ini Bian yang mengajak untuk pulang bersama, dan mengusulkan Allen untuk menitipkan motor kepada Alice kemudian membiarkan teman Alice yang membawa kendaraan roda dua kesayangannya.
Agak terkejut saat Allen mengiyakan saran absurd itu.
"Sejak kapan Alice dekat sama Wira ... ?" tanya Allen pada dirinya sendiri. "Berarti selama ini diem-diem mereka udah dekat? menurut lo-
-Hmph ... "
Cukup dengan kecupan singkat dari bibir ke bibir yang Bian berikan sudah mampu membungkam Allen.
Bian melepaskan ciuman itu, tersenyum manis pada kakak kelas yang statusnya telah berubah menjadi pacar. "Udah selesai ngocehnya?"
Tidak ada jawaban dari Allen. Beberapa detik pertama ia habiskan hanya dengan diam memandang Bian. Wajahnya memanas dan benar-benar malu.
.
.
Mereka mampir sebentar di kedai martabak. Tempat pertama kalinya Bian mencium Allen yang saat itu sedang menangis. Hal pertama kali juga yang berhasil membuat Allen mulai membuka hatinya untuk Bian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boomerang | ✔
Teen FictionAwalnya hanya kebohongan yang Bian katakan pada adik kelasnya bahwa dia gay. Tetapi ternyata, entah karma atau kembali padanya apapun itu, Bian mendapati perasaannya benar-benar tumbuh tidak disangka. Menyukai Allen menunjukkan bahwa ia telah jatuh...