28. End

4.3K 257 34
                                    

Balkon adalah tempat paling cocok untuk sekedar duduk santai sambil menikmati secangkir minuman hangat, dalam kasus ini adalah coklat.

Mereka berada di balkon rumah Bian, saling bersandar di kursi. Bian masih memegang secangkir coklatnya sementara Allen memegang ponselnya, akhir-akhir ini dia mulai melihat-melihat sosial media kembali.

"Baju lo sudah disiapkan gak?" tanya Bian. "Baju perpisahan maksud gue."

Tanpa mengalihkan perhatian dari ponsel, Allen menjawab, "Sudah, setelan formal aja, kan."

Bian semakin mendekat, menaruh cangkir coklatnya dan meletakkan dagunya di bahu Allen, dari posisi itu dia juga dapat melihat apa yang Allen lihat di sosial medianya.

"Ganteng banget pasti, pake kemeja dan jas." Kata Bian.

Allen menaruh ponselnya di pangku. "Lo pernah nanya kan gue niat sekolah atau gak."

Sedikit mengerutkan alis, Bian berusaha mengingat kapan bertanya begitu, sudah cukup lama, sepertinya itu terjadi pada masa awal mereka bertemu. Sebagai jawaban, Bian hanya berdehem. Menarik diri dari Allen.

"Yah, awalnya gue pikir gue bertahan sampai sekarang untuk adek gue, seenggaknya bertanggung jawab menyelesaikan sekolah dan setelah itu terserah, yang penting bisa sama Alice." Memutar tubuh, Allen menghadap Bian, tepat di depan.

"Tapi sekarang ... ada lo. Gue mau minta maaf gue belum jadi orang hebat yang bisa disandingkan sama lo. Gue sadar gue banyak kurang, tapi gue mau berusaha. Gue belum tahu benar tujuan gue setelah ini, tapi gue gak mau berhenti di satu titik."

Menahan senyum untuk terus merekah, Bian menunggu sampai Allen selesai menyampaikan semuanya.

"Jadi setelah lulus ini, mungkin gue gak lanjut dulu selama satu tahun, gue bakal kerja di tempat mama, restoran, sambil terus belajar. Tahun depan lagi, gue mau masuk sekolah teknik untuk jurusan sosial, pemasyarakatan, gue mau mengabdi. Selama ini gue belum memberi value dalam hidup gue, seenggaknya dengan rencana ini, gue mencoba."

Tidak begitu kaget, tetapi ada rasa senang dalam dada Bian ketika Allen bisa mengatakan itu. Ini sebuah perkembangan terhadap pribadi Allen, bukan? Belum banyak perubahan walaupun Bian akan menerima bagaimanapun Allen, tetapi mendengar pacarnya itu sekarang ingin mencoba menjadi lebih baik, Bian akan selalu mendukung.

Allen memutuskan ini untuk dirinya sendiri, dia peduli pada dirinya sendiri, itu yang paling penting.

Sambil merangkul sang kakak kelas yang notabenenya telah lulus, Bian menarik Allen mendekat, menempel padanya. "Apapun itu, asalkan hal yang baik, terserah lo, gue akan senang jika itu keputusan yang baik untuk lo."

Menjentikkan jarinya, Bian memegang bahu Allen. "Gue mau lo selalu ingat ini. Jika lo berniat untuk self improvement, satu hal ini yang penting, berubah lebih baik untuk diri lo, perlakukan diri lo dengan baik, berikan value untuk diri sendiri lebih dulu. Baru setelah itu lo bisa lakukan untuk orang lain, lo mau membantu orang lain, mau memberi motivasi untuk orang lain, lo bebas melakukannya. Asalkan diri lo lebih dulu yang telah mengalami itu."

Dengan terkekeh, Allen mencubit hidung Bian, membuat sang empunya mengaduh. "Oke, makasih, ya."

"Kita sama-sama belajar." Kata Bian, menjepit leher Allen di lengannya. Jika Allen gemas dengan Bian, maka Bian akan lebih gemas lagi.

Omong-omong, coklat panas mereka sudah tidak hangat lagi, terlupakan di meja.

.

.

Wira berdecak pelan melihat dua sosok di depannya yang sangat bertolak belakang. Yang satu begitu ceria dan luwes bergaya, satunya lagi kaku seperti bapak-bapak ketika berpose di depan kamera dengan hanya menunjukkan jempolnya.

Boomerang | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang