25

2.5K 192 5
                                    

Lingkungan sekolah telah didekorasi sedemikian rupa. Dari semalam bahkan hingga pagi pada hari H, para panitia masih sibuk mengatur segala hal. Panggung dibangun di lapangan sedikit ke bagian kiri, sehingga menghadap ke gerbang sekolah. Beberapa stan setiap kelas telah berjejer rapi di sekitar pinggir lapangan, dengan berbagai dekorasi bergantung di bagian atas.

.

Pukul setengah sembilan lebih sepuluh menit. Jere sedang bersama dengan Bian dan Sila di aula, tempat mereka yang akan mengisi acara berkumpul. Jere sih tidak, dia hanya bosan di kelas dan memilih menghampiri Bian dan Sila.

"Kalian nampil jam berapa?" tanya Jere.

"Masih lama, jam 10 nanti." Jawab Sila.

"Terus kenapa dari sekarang udah di sini?" tanya Jere lagi.

"Banyak tanya. Kita males di kelas." Lanjut Bian.

Jere mengangguk dengan wajah tengilnya. "Oh, udah lupa kalo gue nungguin kalian di kelas?"

Tidak ada penyesalan di raut wajah Bian yang telah lupa akan Jere. Ia justru merangkul sahabatnya dan mengatakan sangat dekat di telinga Jere, "Bang Allen datang."

"Beneran?" celetuk Jere.

Dengan bangga, Bian menepuk dadanya, "Demi gue."

"Terus? Lo berharap dia bakal nontonin lo sambil teriak kasih semangat?" Jere mengangkat kedua tangannya lalu membuat ekspresi dengan maksud menirukan seseorang yang memberi semangat, "Semangat~ Bian sayang~"

Direspon dengan tawa pecah dari Sila, sementara Bian menahan jijik karena bukannya malah terlihat lucu, Jere malah menakutkan, membuat bulu kuduknya berdiri.

"Gak guna ngomong sama lo." Bian kembali masuk ke studio, mempersiapkan alat musik mereka meskipun masih lama sampai mereka tampil.

"'Ian, sarapan dulu, lo belum makan dari pagi kan." Teriak Sila dari luar.

"Nanti aja, gue masih pengen latihan sedikit lagi."

Sebenarnya alasan dia belum sarapan adalah karena gugup. Bian juga tidak tahu kenapa begini, padahal tahun-tahun sebelumnya ia tidak pernah merasa benar-benar gelisah dan grogi ketika akan tampil karena telah terbiasa. Dia tidak nafsu makan dari semalam, tadi pagi hanya minum segelas susu saja. Rasa lapar pun tidak ada meskipun beberapa kali perutnya berbunyi, tapi sungguh, itu semua bukan masalah. Tidak sarapan tidak akan membuatmu mati.

.

.

Mereka berada di panggung, sudah siap di posisi masing-masing. Bian tidak mendengarkan ocehan Sila kepada penonton di bawah sana. Bian tentu saja fokus mengedarkan pandangan ke sekitar, mencari keberadaan Allen yang katanya bersedia untuk datang menonton meskipun dari jauh.

Agak sulit mencari di kerumunan karena penonton memenuhi sampai ke jarak jauh pun, dia tidak mengira akan seramai ini. Dia melihat Jeremy, di bagian agak belakang dengan beberapa teman sekelasnya. Mereka bertemu pandang dan dengan senyum remeh Jeremy memberinya jari tengah yang mana dibalas dengan pelototan oleh Bian.

Bian 'kan mencari pacarnya yang ganteng, tetapi malah bertemu temannya yang amit-amit.

Tiba-tiba dia merasa mual dan keringat dingin. Ada yang salah dengan hari ini, masa karena belum sarapan, sih?

Bian tersenyum saat matanya menangkap sosok dengan jaket jeans familiar di depan sana, sedikit jauh tetapi terlihat jika teliti. Berdiri sambil bersedekap dada, seragam putih abunya seperti biasa- tidak pernah masuk ke dalam celana dan kancingnya terbuka tiga dari atas, menampakkan kaos dalam bewarna hitam. Semakin lama penampilan Allen menjadi lebih berantakan, tetapi tidak apa-apa karena bagi Bian itu adalah cara untuk terlihat hot tanpa banyak usaha, dan tentu saja Bian sangat suka.

Boomerang | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang