#15

2.7K 205 4
                                    

Stepsister
By : Yoora Kin




Semenjak pagi yang kacau itu. Hubungan keduanya mendingin dan canggung. Keduanya saling menghindar bahkan sekedar saling menatap. Bahkan Iren dan Donghae yang sudah kembali ke rumah langsung menyadari tingkah aneh keduanya. Dua manusia yang selalu meramaikan rumah dengan tingkah jahil dan pertengkaran konyol mereka kini saling menghindar. Bahkan meja makan yang biasanya ramai dengan perdebatan konyol mereka kini tenang.

"Ada apa dengan mereka ?", tanya Donghae heran.

"Sepertinya mereka serius bertengkar besar kali ini. Bukan sekedar pertengkaran kekanak-kanakan", jawab Iren. Pasalnya dia tahu betul tingkah Putrinya yang akan diam dan menghindar saat benar-benar marah.

"Aku akan bicara dengan Jeno. Kamu bicaralah dengan Karina. Kita harus tahu masalahnya agar bisa membantu mereka. Hahh... rumah ini jadi terasa sepi tanpa keributan mereka", ucap Donghae dan menyusul Jeno yang sudah masuk ke kamarnya. Begitu pun Iren menyusul Karina yang sepertinya menuju halaman belakang.

Jika dulu Donghae akan menangkap Jeno bermain dengan game di komputer atau HP nya ketika memasuki kamar Putranya itu. Kali ini dia malah mendapati si sipit duduk di lantai bersandar pada kasurnya sambil menatap kosong ke luar balkon.

"Hei boy ! are you okay ?"

Jeno menoleh sebentar menyadari kehadiran sang Ayah. Mulutnya terkatup rapat tidak berniat mengatakan apa pun.

"Kamu bertengkar dengan Karina ?"

"We always fight !", jawabnya menunduk. "Tapi kali ini aku membuat masalah serius"

"Hmmm... Jadi Karina yang marah. Sudah minta maaf ?", tanya Donghae dan diangguki Jeno.

"Kayaknya kali ini Karina nggak mau maafin aku"

"Sejak kapan anak Ayah cepat menyerah begini ? kalau kamu merasa bersalah, jangan menyerah meminta maaf ! ingat, Karina sekarang saudara kamu. Kalian keluarga !"

Kalimat singkat di akhir itu membuat pukulan keras di kepalanya. Apa jadinya jika Ayahnya tahu apa yang sebenarnya terjadi ? Jeno menyadari betul apa ketakutan yang dimaksud Karina. Ketakutan menghancurkan keluarga kecil yang baru saja menemukan kebahagiaan itu.

.
.
.
.
.
.
.
.

Seminggu lebih keduanya saling menghindar. Entah apa yang diharapkannya dengan menghindari Jeno. Mungkin dia berharap bisa melupakan segalanya dengan menghindarinya. Namun seakan tak ada yang berpihak padanya. Mark malah menambah beban pikirannya. Pasalnya si mantan kekasih tidak merasa setuju dengan putusnya hubungan mereka. Bahkan Karina beberapa kali mendapat teror dari Kang Mina yang menyalahkannya atas perubahan sikap Mark.

"Please leave me ! kita sudah putus. Berhenti ganggu gue !"

"We never broke up ! You're still my girlfriend", Mark bersikeras tetapi Karina tidak akan goyah kali ini. Entah bagaimana dirinya sudah menyingkirkan pria itu dari hatinya.

"In your dream ! kita selesai Mark Lee"

Bukan Mark jika dia langsung menyerah. Katakanlah dirinya egois, dia hanya ingin miliknya kembali. Mark memaksa gadis itu ikut bersamanya entah kemana. Teman-teman Karina sudah berusaha menolongnya tapi Mark tidak tergerak sedikitpun melepaskannya.

Bugh !

Satu pukulan mendarat di perut Mark membuat pria itu mundur beberapa langkah. Matanya menatap kesal si pelaku yang juga menatapnya tak kalah tajam.

"Lepas ! jangan memaksa !", ucap Jeno dingin.

"Jangan ikut campur ! ini bukan urusan lo"

"Urusan Karina juga urusan gue. She's my sister !"

Mark tertawa sinis. Melihat kesempatan Karina melepaskan tangannya dari gengaman Mark.

"Sister ? Semoga lo bisa pegang omongan lo barusan", ucap Mark sebelum pergi. Senyum miring tercetak di wajah tampan Lee Jeno mendengar kata-kata Mark Lee. Entahlah... setelah beberapa hal yang terjadi dia pun mulai meragukan arti Karina untuk dirinya.

Masalah dengan Mark bisa dihindari saat ini. Tapi kali ini giliran Jeno yang membawanya. Karina sudah tidak punya tenaga untuk melawan Jeno setelah Mark. Mungkin ini saatnya mereka membicarakan masalah di antara mereka.

Lee Jeno membawa Karina dengan mobilnya keluar dari area kampus.
Menghentikan mobilnya di tempat yang lumayan sepi.

"Apa kita bisa bicara sekarang ?", tanya Jeno.

Karina memejamkan matanya sebentar mencoba menyiapkan pikirannya setenang mungkin.

"Kita lupakan soal kejadian itu. Anggap nggak ada yang terjadi, itu cuma kesalahan !"

Jeno menatap Karina sangat dalam dan lembut. Kesalahan ? itu benar. Tapi ada secuil ego di hatinya yang membuat dadanya sesak mendengar perkataan gadis itu seakan tidak ada apa pun di antara mereka. Sejujurnya tidak ada sedikitpun yang ingin dilupakannya.

"Kalau itu mau lo. Yah sudah gue setuju. But please... berhenti menghindar !", ucap Jeno setengah memohon.

"I'm sorry. Gue cuma butuh waktu sendiri buat tenangin pikiran. Itu aja ! dan... itu bukan kesalahan lo tapi kesalahan kita. Stop blame yourself !"

"Okay ! kita baikan ?", tanya Jeno tersenyum.

"Baikan ? siapa yang marahan ?", Karina balik bertanya.

"Hahahaha !", keduanya tiba-tiba saja kompak tertawa bersama.

Lee Jeno kembali melajukan mobilnya kali ini menuju rumah. Melihat keduanya datang bersama Iren tersenyum cerah menyambut mereka.

"Akhirnya rumah kita tidak suram lagi", ucap Iren mengundang tawa keduanya lagi.

.
.
.
.
.
.
.
.tbc

Stepsister | JENOXKARINA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang