Stepsister
By : Yoora KinKarina dan Iren duduk berdampingan di kasur Karina. Suasana tiba-tiba canggung. Sudah lama sejak terakhir kali mereka berbicara berdua dengan serius.
"Aku nggak bisa putus dengan Jeno", ucap Karina menegaskan keputusannya.
"Bunda tahu. Ayah sudah cukup jelasin ke Bunda kalian akan susah dipisahkan. Masalahnya bukan itu ! tapi semuanya soal batasan"
"Aku tahu Bunda akan bahas itu. Bund... aku tahu apa yang Bunda takutkan. Aku adalah aku. Aku bukan Mama. Kami orang yang berbeda. Bunda tahu betul siapa Jeno bahkan ada Ayah juga sekarang. Hal-hal di masa lalu nggak akan terjadi ! Itu cuma ketakutan Bunda", jelas Karina.
Iren menggenggam tangan Karina dan menatap lekat wajah yang semakin hari semakin mirip dengan adiknya. Setiap kali menatap gadis itu dia selalu teringat adiknya. Bahkan dulu dia membiarkan Karina tinggal jauh darinya karena tidak ingin selalu teringat pada adiknya. Butuh waktu lama untuk menyembuhkan luka dari masa lalu.
"Kamu tahu segalanya. Apa yang paling Bunda takutkan dan yang paling Bunda benci. Kamu tahu itu. Kali ini Bunda akan percaya. Tapi tolong ingat ! jangan kecewakan kepercayaan ini !"
Karina tersenyum lembut dan menghambur ke pelukan wanita yang telah memberinya sosok orangtua disaat dirinya ditinggalkan. Pelukan yang selalu memberinya kehangatan keluarga. Membuat dirinya tidak pernah merasa sendiri.
Suasana suram di rumah itu meredah. Tapi masih ada yang menunggu Lee Jeno. Kemarahan sang pujaan hati yang menumpuk dan siap meledak.
"Maaf... gue panik nggak kepikiran itu punya Bunda"
"Emang sejak kapan lo bisa mikir huh ? Mana nyolot lagi nggak mau dengerin gue. Kita ngelakuin 'itu' cuma sekali dan udah lama. Mana bisa gue tiba-tiba hamil ?", omel Karina.
"Yah siapa tahu kan ? lagian gue nggak berharap akan punya adik", ucap Jeno menciut di tempatnya.
"Lo kok kayak berharap banget gue hamil ?", tatap Karina penuh selidik.
"Daripada punya adik gue sih lebih berharap punya-"
"Lee Jeno !!!"
"Maaf ! siap salah !", giliran Jeno berlutut pada Karina.
Sementara Jeno diomeli oleh Karina. Di ruang tengah sepasang suami-istri sedang cekikikan di atas penderitaan si sulung Lee.
"Anak itu cari masalah sama orang yang salah !", ucap Iren mengasihani Jeno. Dia tahu Karina yang sedang murka itu seperti apa. Berharap saja Jeno tidak botak dijambak !
"Biarin aja ! kan bagus mereka jadi teralihkan buat nolak adik baru. Padahal aku udah pasrah si Jeno ngamuk nggak mau punya adik", ucap Donghae lega.
"Tapi kita tetap awasi mereka ! aku setuju bukan berarti mereka bebas sesuka hati yah ! mereka masih muda belum siap berumah tangga !", tegas Iren.
"Iya, iya. Aku akan terus ngawasin mereka. Tenang yah ! kamu kan nggak boleh stres !"
Ternyata ada yang memanfaatkan kesempatan dibalik melodrama hari ini. Orang yang paling diuntungkan paling bahagia dan tenang, si kepala keluarga. Donghae tersenyum senang sambil melakukan sesuatu dengan HP nya.
"Ayah sudah kasi kompesasi yah !", batin Donghae setelah mentransfer uang jajan Jeno bulan depan 2 kali lipat dari biasanya.
.
.
.
.
.
.
.Untuk kelima kalinya Jeno mengganti baju dan bercermin. Hari ini dia akan pergi dengan Karina. Saatnya memanfaatkan kompesasi dari Ayah nya untuk meredakan emosi Karina. Selesai bersiap dia langsung menuju kamar Karina.
Tak...
Langkahnya terhenti begitu akan membuka pintu kamar Karina karena ada aurah gelap dari belakangnya.
"Eh Bunda !"
"Ngapain kamu ke kamar Kamar Karina ?", tanya Iren penuh selidik.
"Mau... mau ajak Karina pergi Bund !"
Ceklek...
Karina akhirnya keluar dan menyelamatkan Jeno dari suasana menegangkan tadi.
"Jangan pulang terlalu malam !", nasehat Iren masih menatap tajam mereka.
Jeno baru bisa bernafas lega setelah keluar dari rumah. Semenjak inside pengakuan waktu itu. Jeno merasa seperti setiap gerakannya diawasi di rumah itu.
Kejadian kemarin...
Karina sedang memilih-milih ice cream di kulkas saat Jeno datang dan ikut mengambil ice cream. Otomatis berdiri di belakang Karina di depan kulkas.
"Jeno ! Karina !"
Keduanya terkejut dengan suara menyeramkan yang diikuti aura gelap yang menyelimuti dapur seketika.
"1 meter !", lanjut Iren membuat Jeno reflek membuat jarak dengan Karina.
Jeno kesal sendiri karena tidak bisa berdekatan dengan Karina seperti dulu. Tapi selalu ada kesempatan bukan ? jika di dalam rumah tidak bisa maka tinggal lakukan di luar rumah kan ? hehehe.
"Tahan aja ! Ntar juga Bunda lupa sendiri. Dia kan lagi sensitif semenjak hamil", ucap Karina mengerti penderitaan Jeno.
"Gue jadi berharap bayi nya cepat lahir biar Bunda fokus ke bayi nya bukan ke kita lagi", ucap Jeno menghela nafas.
"Siapa kemarin yang misuh-misuh nggak mau punya adik ? Ntar Ayah lebih sayang adik baru lo !", ledek Karina.
"Bodoh amat ! lo aja yang sayang gue udah cukup kok !", ucap Jeno bangga.
"Dih, gombal lo menjijikan !"
"Kan bener lo sayang gue. Iya kan ? sayang kan ?", Jeno malah terus menggoda Karina.
"Apaan sih lo ? sana nyertir yang bener ! gue nggak mau mati muda !"
Meski mereka tertekan dengan pengawasan Iren yang over itu tapi mereka lebih lega dan merasa leluasa setelah tidak ada lagi alasan menyembunyikan hubungan mereka dibalik topeng saudara tiri.
.
.
.
.
.
.
.
.tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Stepsister | JENOXKARINA (END)
FanfictionJeno menerima keputusan Ayahnya menikah lagi. Senang hati menerima kehadiran wanita yang akan mengisi posisi Bundanya yang telah pergi. Tapi ada yang tidak disukainya dari pernikahan itu. Karena Bunda barunya datang sepaket dengan adik baru juga. Si...