Seperti biasa, acara pengajian selalu terasa tidak menarik bagi Verlita. Bukan pengajiannya yang tidak menarik, tetapi karena dia tidak betah berlama-lama di rumah orang tua Randy. Pengajian baru berjalan sekitar setengah jam dan Verlita sudah mulai bosan.
Verlita berada di rumah Hani sejak pukul satu siang. Sebelum pengajian dimulai, dia harus membantu ibu mertuanya untuk membereskan rumah, menggelar karpet, dan menyiapkan makanan yang akan disuguhkan kepada para tamu. Seperti biasa, selalu terselip sindiran dari mertuanya setiap dia berbincang dengan orang di rumah itu.
Saat acara dimulai, Verlita duduk di meja makan, sengaja menjauh dari para tamu. Dia selalu menyendiri di saat orang-orang berbaur satu sama lain. Verlita selalu beralasan, supaya lebih mudah membawa sesuatu dari dapur jika sewaktu-waktu diperlukan. Padahal, alasan yang sebenarnya adalah tidak ingin mendengar Hani membicarakannya dengan ibu-ibu yang menghadiri pengajian.
“Kak, pengajiannya udah mau beres.”
Suara Cindy menarik atensi Verlita, yang sedang memainkan ponsel. Dia mendongak dan mengangguk, lalu merapikan kain yang menutupi kepala, kemudian berjalan menuju teras rumah melalui pintu samping. Setiap selesai pengajian, para tamu selalu diberi nasi kotak dan itu merupakan tugas Verlita untuk membagikannya.
Verlita berdiri di samping nasi kotak yang ditumpuk dengan rapi di dekat pintu. Setelah mendengar ustaz mengucap salam, satu per satu tamu mulai keluar. Dengan sigap, Verlita membagikan nasi kotak itu disertai senyum manis sambil sesekali menyapa para tamu. Tidak jarang, ada tetangga yang mengajaknya mengobrol.
Usai semuanya beres, Verlita membawa beberapa nasi kotak yang tersisa ke meja makan dan menumpuknya dengan rapi. Baru saja dia duduk dan menghela napas panjang akibat lelah bolak-balik membawa nasi kotak itu, Hani menghampirinya dengan raut wajah masam.
“Anterin nasi kotak ini ke tetangga yang nggak datang,” ujar Hani ketus disertai raut wajah yang sangat tidak bersahabat.
Verlita mengangguk, lalu memperhatikan mertuanya yang sedang menyebut nama-nama tetangga yang tidak hadir ke pengajian sambil memasukkan nasi kotak ke dalam dua kantong kresek berukuran cukup besar.
Tanpa menunggu diperintah dua kali, Verlita segera membawa kantong kresek itu. Saat melewati ruang tamu, tampak menantu Hani sedang membereskan piring berisi makanan untuk menyuguhi para tamu tadi. Padahal, ada menantu laki-laki dan asisten rumah tangga di sana, tetapi selalu Verlita yang disuruh membagikan. Terkadang, dia merasa kesal saat melihat Anjar sebab Verlita selalu dibedakan dengannya. Anjar selalu dipuja dan dipuji, sedangkan dia selalu disindir perkara tidak bisa hamil.
Sepertinya, menantu laki-laki selalu dijadikan raja, sedangkan menantu perempuan dijadikan pembantu. Sejak adik Randy menikah, hal itu selalu dirasakan oleh Verlita. Padahal, dia tidak merasa memiliki kesalahan kepada Hani, tetapi mertuanya selalu memperlakukannya dengan berbeda.
Ah, tidak! Tentu saja Verlita memiliki salah kepada Hani. Dia tidak bisa memberikan keturunan untuk anak mertuanya.
Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya Verlita tiba di rumah terakhir. Dia mengetuk pintu selama beberapa saat dan seorang wanita paruh baya langsung membukakan.
“Bu, ini ada titipan dari Mama,” ujar Verlita sambil memberikan bungkusan nasi kotak terakhir.
“Terima kasih. Suami saya belum pulang kerja, jadi nggak ikut pengajian.”
“Iya, Bu. Nggak apa-apa. Saya pamit, Bu. Assalamualaikum.”
“Waalaikum salam.”
Akhir-akhir ini, cuaca Ibu Kota selalu mendung. Selama dua hari berturut-turut, hujan selalu turun dari pagi hingga malam. Terkadang, siang hari cukup cerah, tetapi sore bisa saja hujan deras. Sekarang pun rintik hujan kembali turun. Namun, hal itu justru membuat Verlita tenang. Udara sejuk dan aroma tanah saat diguyur hujan selalu memberikan rasa nyaman baginya.
Rintik hujan yang turun makin deras, membuat Verlita terpaksa menjadikan kantong kresek yang dia pegang sebagai pelindung kepala dan berjalan secepat mungkin agar segera tiba di rumah. Beberapa tetangga ada yang memanggilnya untuk berteduh, tetapi dia menolak secara halus.
“Verli, aku baru mau jemput kamu.”
Suara Randy menyapa indra pendengar Verlita saat memasuki pelataran rumah Hani. Suaminya sedang berdiri di depan pintu sambil memegang sebuah payung dan raut wajahnya tampak panik.
“Mas udah pulang?” tanya Verlita sambil mendekati Randy, lalu mencium punggung tangannya.
“Baju kamu basah. Ayo, ganti baju dulu,” titah Randy, lalu menarik tangan istrinya untuk memasuki rumah.
“Mama bilang juga apa? Sebentar lagi dia pulang, kamu nggak usah jemput dia.”
Suara ketus Hani membuat langkah Randy dan Verlita terhenti. Wanita paruh baya itu menatap Verlita dengan sinis sambil memperhatikannya dari atas hingga bawah. Verlita hanya bisa diam dan menunduk. Bagi Hani, Verlita tidak berarti apa-apa. Bahkan, suaminya berinisiatif menjemputnya yang kehujanan saja dihalangi oleh wanita itu.
“Baju kamu basah kuyup, ayo ganti,” tutur Randy lagi.
Verlita tidak membantah. Dia mengikuti Randy memasuki kamar dengan kepala menunduk. Perlakuan Hani yang seperti tadi sudah sangat sering dia terima, tetapi hari ini hatinya sedikit sensitif. Omongan tidak enak dari Hani tadi sangat menyakiti hatinya.
“Nggak usah manja jadi orang. Hujan dikit aja minta dijemput. Suaminya baru pulang kerja, bukan habis main. Harusnya sadar diri, ngasih anak aja nggak bisa.”
Teriakan Hani dari luar kamar seketika tidak terdengar sebab Randy menutup kedua telinga Verlita. Perlahan, wanita itu mendongak dengan mata berkaca-kaca.
“Nggak usah didengerin,” tutur Randy.
Air mata Verlita jatuh saat itu juga dan dia langsung memeluk suaminya. Verlita mampu menerima semua cibiran dari Hani, tetapi saat menyinggung mengenai anak, hatinya tidak pernah kuat.
“Kamu tetap berharga buat aku biarpun sampai sekarang kita belum dikasih anak,” lanjut Randy.
Pelukan Verlita makin erat dan suara isakan mulai terdengar. Randy sangat tahu bagaimana sakit hatinya Verlita saat ibunya menyinggung mengenai masalah anak. Ditambah, nada bicaranya yang terkadang ketus atau meremehkan makin membuat Verlita terluka.
Selama ini, Randy selalu berusaha memberi pengertian kepada Hani untuk tidak terlalu menyinggung mengenai anak, tetapi tidak pernah didengar sama sekali oleh ibunya. Randy juga tahu jika makin hari, Hani makin tidak suka kepada istrinya sebab tidak bisa melahirkan seorang anak.
Randy selalu dihadapkan pada situasi yang sulit saat Hani menyindir Verlita dan tentunya istrinya tidak terima dengan sindiran ibunya. Tidak jarang, Randy justru bertengkar dengan Verlita yang tidak mau memaklumi ucapan Hani. Dia hanya ingin Verlita tidak memasukkan semua ucapan Hani ke dalam hati agar istrinya itu tidak terluka. Namun, hal itu justru memicu perdebatan antara keduanya sebab Verlita menganggap Randy lebih mementingkan ibunya tanpa memedulikan perasaannya.
⚘️⚘️⚘️⚘️⚘️
Monday, January 23th, 2023.
KAMU SEDANG MEMBACA
How Far I'll Go (Revisi)
RomanceKehidupan rumah tangga Verlita dan Randy yang tadinya tenang, seketika berubah saat sosok Asti hadir di antara mereka. Alasan Verlita tidak bisa memberi keturunan kepada Randy membuat pria itu tega menikah lagi dengan wanita lain. Kepercayaan Verlit...