Hubby :
Sayang, hari ini aku pulang telat lagi.
Bima dari kemarin sakit, muntah-muntah terus.
Maaf, ya.Verlita membaca pesan singkat dari Randy lagi, entah yang keberapa kalinya. Suaminya mengirim pesan itu sekitar pukul lima sore. Biasanya, Randy akan pulang sebelum jam dua belas malam jika izin pulang telat, tetapi sampai setengah 12, pria itu masih belum tiba di rumah.
Sejak Verlita diketahui hamil, dia menjadi lebih posesif kepada Randy. Suaminya harus selalu pulang ke rumah setiap hari dan dia tidak menerima alasan apa pun. Sebenarnya, Verlita membolehkan Randy menemui istri keduanya, hanya saja aturan darinya harus tetap dipatuhi.
Dalam seminggu, Randy hanya diperbolehkan menemui Asti sebanyak tiga kali, hanya saja tidak boleh menginap di rumahnya, dan tiap akhir pekan harus ada di rumah. Jika ada keperluan di luar, maka Verlita harus ikut. Akan tetapi, sejak dua hari lalu Randy mulai melanggar aturan. Dia sempat menginap di rumah Asti dengan alasan Bima sakit dan sepertinya hal itu akan terulang lagi hari ini.
Jam di sudut kiri atas ponsel menunjukkan pukul 23.58. 2 menit lagi batas waktu Randy berada di luar. Verlita yakin jika suaminya tidak akan pulang lagi. Dia mendesah kecewa sambil mengelus perutnya yang membuncit.
“2 menit lagi umur Mama nambah. Biasanya, Papa suka ngasih kejutan, entah itu ngasih bunga atau kue,” tutur Verlita sambil memperhatikan perutnya, seolah sedang mengajak anaknya bicara. “Apa mungkin Papa sengaja pulang telat buat ngasih kejutan? Kita tunggu aja. Kalau Papa datang, kita pura-pura kaget,” lanjutnya dengan senyum yang tiba-tiba mengembang di wajah.
Verlita kemudian berbaring menyamping dan memakai selimut hingga menutupi bahu. “Kita pura-pura tidur aja,” ujarnya, lalu menutup mata.
N
iatnya ingin pura-pura tidur sambil menunggu kepulangan Randy, tetapi Verlita justru langsung terlelap dan baru bangun saat jam menunjukkan hampir pukul 6. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar dan tidak mendapati tanda-tanda suaminya di sana.
Verlita masih berpikiran positif. Mungkin Randy tidak ingin mengganggu tidurnya, jadi tidak membangunkannya. Verlita kemudian salat dan setelahnya keluar kamar. Namun, lagi-lagi dia tidak mendapati Randy di mana-mana.
“Papa kayaknya lupa kalau Mama ulang tahun hari ini,” cakap Verlita dengan wajah sedih. “Selamat ulang tahun, Verlita. Jangan sedih. Kamu harusnya bahagia karena di umur 39 ini dikasih kado istimewa sama Allah.”
Verlita menunduk dan mengusap perutnya. Seolah tahu kesedihan yang dirasakan ibunya, bayi di perut Verlita langsung bergerak dan seulas senyum langsung tercetak di wajahnya. Usia kehamilan Verlita sudah memasuki lima bulan dan bayinya sudah mulai aktif bergerak setiap diajak mengobrol.
“Makasih udah hadir di sini. Kamu sumber kebahagiaan Mama sekarang.”
Hari beranjak siang dan Verlita mulai merasa lapar. Dia segera berganti pakaian untuk mencari sarapan di luar. Tadi, dia sempat memikirkan nasi kuning dan ingin memakannya, tetapi langkah kakinya justru membawa menuju penjual bubur ayam.
“Bang, buburnya 1, jangan pake kecap sama bawang goreng. Topping-nya jangan ditumpuk, dipisah dipinggir-pinggirnya. Kerupuknya juga jangan disatuin.”
Penjual bubur itu sudah paham dengan kebiasaan Verlita setiap membeli bubur sebab dia sudah menjadi pelanggan di sana. Verlita merupakan tim bubur tidak diaduk, jadi topping-nya harus terpisah satu sama lain.
Setelah buburnya disajikan di meja, Verlita segera menyantapnya sambil memperhatikan taman yang sedikit padat oleh orang-orang yang sedang berolah raga. Deretan gerobak penjual berbagai makanan pun penuh. Orang-orang yang selesai berolah raga langsung mengisi perut untuk menambah tenaga yang terkuras.
Usai sarapan, Verlita kembali ke rumah dan segera mengecek ponsel. Terdapat pesan masuk dari Randy dan segera dia baca.
Hubby :
Sayang, aku udah di kantor.
Semalam aku ketiduran, jadi nggak pulang.Lagi, Verlita mendesah kecewa. Tidak ada ucapan selamat ulang tahun seperti tahun-tahun sebelumnya. Sepertinya, Randy benar-benar melupakan momen penting itu.
Selamat ulang tahun, Verlita.
Verlita sengaja membalas pesan Randy dengan kata-kata itu untuk menyindir suaminya. Namun, tanda centang di pesan itu hanya satu, menandakan ponsel Randy tidak aktif. Di kepala Verlita mulai berseliweran pikiran-pikiran negatif. Namun, dia segera menggeleng untuk menepisnya.
“Kata dokter, nggak boleh mikirin yang nggak-nggak. Mending nanti siang jalan-jalan aja, biar nggak berpikiran negatif terus,” tutur Verlita kepada diri sendiri.
Sesuai ucapannya, Verlita pergi jalan-jalan untuk menepis segala pikiran buruk di kepala. Dia pergi menuju sebuah toko kue untuk membeli kue ulang tahun. Dia tidak berharap Randy akan membelikan kue atau hadiah lain, jadi dia berinisiatif membeli untuk diri sendiri.
“Bagas?”
Dahi Verlita mengernyit saat melihat teman lamanya sedang berdiri di kasa bersama seorang anak perempuan. Verlita mendekat, lalu menyapanya, membuat Bagas sedikit terkejut.
“Oh, hai,” sapa Bagas kikuk.
Verlita tersenyum melihat Bagas salah tingkah. Netranya kemudian beralih kepada anak perempuan di samping pria itu, yang juga sedang menatapnya.
Bagas kembali melakukan transaksi dengan penjaga kasir, lalu mengambil sebuah kardus berisi kue ulang tahun.
“Ini anak kamu? Dia ulang tahun?” tanya Verlita.
“Iya. Dia ulang tahun, terus minta dibeliin kue. Ya udah, aku bawa ke sini,” jawab Bagas. “Kamu juga ulang tahun, kan? Selamat ulang tahun, ya.”
Mata Verlita mengerjap cepat sebab sedikit terkejut. “Kamu masih ingat?”
“Ingat banget. Setiap tahun selalu diingetin sama anakku,” balas Bagas sambil tersenyum. “Kamu ke sini sendirian?”
Verlita mengangguk.
“Aku boleh minta tolong? Tadi anakku sempat merengek pengen ngerayain ulang tahun sama mama-papanya, tapi mamanya ada kerjaan yang nggak bisa ditinggalin. Kamu mau nemenin sebentar buat tiup lilin?” pinta Bagas sedikit tidak enak.
“Boleh,” jawab Verlita antusias, lalu ketiganya duduk di salah satu meja yang tersedia di toko itu.
Bagas langsung mengeluarkan kue dan menancapkan lilin angka tujuh di atasnya, lalu menyalakannya. Kedua orang dewasa itu menyanyikan lagu selamat ulang tahun dan anak perempuan yang bersama mereka ikut bernyanyi sambil bertepuk tangan disertai wajah bahagia.
Hati Verlita tersentuh melihat wajah bahagia anak itu. Suatu saat nanti, hal itu akan terjadi lagi. Dia akan menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk anaknya dan meniup lilin bersama, seperti sekarang.
“Selamat ulang tahun, Princess.”
Mata Verlita membola karena ucapan Bagas dan memorinya langsung ditarik ke masa lalu, saat dia masih kuliah. Princess merupakan panggilan sayang dari Bagas untuknya dan hari ini panggilan itu terucap lagi dari pria yang berstatus sebagai mantan kekasihnya. Mungkinkah Bagas mengucapkan itu untuk Verlita?
⚘️⚘️⚘️⚘️⚘️
Thursday, February 16th, 2022.
KAMU SEDANG MEMBACA
How Far I'll Go (Revisi)
RomanceKehidupan rumah tangga Verlita dan Randy yang tadinya tenang, seketika berubah saat sosok Asti hadir di antara mereka. Alasan Verlita tidak bisa memberi keturunan kepada Randy membuat pria itu tega menikah lagi dengan wanita lain. Kepercayaan Verlit...