Part 16

4.7K 251 56
                                    

Randy :
Aku lagi di jalan, mau ke rumah kamu.
Siap-siap, ya.
Kita pergi nonton.

Pesan singkat dari Randy membuat Verlita bingung sebab mereka tidak memiliki janji untuk pergi menonton. Secara tiba-tiba, Randy mengabari sedang dalam perjalanan menuju rumahnya, tentu saja Verlita menjadi heboh sendiri sebab belum siap dengan pertemuan mendadak itu.

Verlita bergegas mengambil handuk, lalu berlari menuju kamar mandi dengan tergesa-gesa dan sedikit menimbulkan keributan. Ayahnya, yang sedang berada di ruang keluarga, heran melihat tingkahnya dan sempat menegur wanita itu, yang bolak-balik kamar mandi sambil berlari.

Verlita membuka pakaian sambil berpikir. Jarak rumah Randy dengan rumahnya tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit. Randy pasti mengabari saat akan berangkat dan dia sudah membuang waktu 3 menit untuk hal tidak jelas seperti tadi. Itu artinya, masih ada waktu 12 menit baginya untuk mandi dan bersiap.

Akan tetapi, waktu sesingkat itu tidak cukup bagi Verlita. Hanya untuk mandi saja biasanya membutuhkan waktu sekitar 15 sampai 20 menit. Namun, tiba-tiba dia teringat jika sekarang hari Sabtu. Jalanan pasti macet, apalagi sore hari. Itu artinya, dia memiliki waktu lebih untuk mandi dan bersiap-siap.

Tidak ingin membuang waktu lagi, Verlita segera menyalakan shower. Sedetik kemudian, dia langsung merutuki kebodohannya. Di saat sedang terburu-buru seperti itu, dia justru membasahi rambutnya juga.

“Ya ampun. Kok, aku bego, sih?” rutuk Verlita sambil mengentakkan kaki. “Gara-gara Randy, jadinya nggak fokus.”

Akhirnya, Verlita terpaksa keramas sebab rambutnya sudah telanjur basah. Jika hanya dibasahi tanpa menggunakan sampo, pasti rambutnya akan bau. Verlita mandi dengan sangat cepat—menurutnya—sebab dikejar waktu. Setelah beberapa saat, dia keluar kamar mandi dan menuju kamarnya sambil berlari. Samar-samar terdengar suara Randy sedang mengobrol dengan ayahnya di ruang tamu dan dia mulai panik.

Verlita membuka lemari, lalu mengambil pakaian secara asal. Dia menarik blouse putih dan straight pants berwarna biru, lalu segera memakainya. Setelah selesai berpakaian, dia mengambil hair dryer untuk mengeringkan rambut sambil memoleskan lip tint. Di saat genting seperti itu, tangannya bisa melakukan dua pekerjaan berbeda dalam satu waktu.

Setelah benar-benar rapi, Verlita mengambil ponsel dan memasukkannya ke dalam tas selempang. Dia berjalan menuju ruang tamu, menghampiri Randy dan ayahnya yang masih mengobrol. Suara derap langkah kakinya yang terburu-buru membuat dua pria beda usia itu langsung mengalihkan pandangan kepadanya.

“Akhirnya keluar juga,” sindir Randy sambil melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. “Aku ngabarin jam empat, loh. Sekarang udah hampir jam lima.”

“Salah sendiri ngabarinnya ngedadak,” ujar Verlita ketus sambil mengerucutkan bibir dan hal itu kontan membuat dua pria yang ada di sana tersenyum.

“Ayo, berangkat,” ajak Randy seraya beranjak dari sofa. “Om, saya mau ngajak Verli nonton.”

“Iya, hati-hati. Paling malam jam sepuluh  harus udah pulang,” balas Ayah Verlita.

“Siap, Om.”

“Aku pergi dulu, Pa,” pamit Verlita sambil berlalu meninggalkan ayahnya, mengikuti Randy, yang sudah terlebih dulu keluar rumah.

How Far I'll Go (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang