Part 26

5.7K 318 30
                                    

Holla! Siapa yang kangen cerita ini? Sambil nunggu PO, aku kasih part baru.
Jangan lupa tinggalin jejak, ya.

Mau ngingetin, kalau PO-nya sebentar lagi dibuka. Udah pada siap meluk Verlita dan Randy dalam versi cetak?

Selamat membaca ❤️

⚘️⚘️⚘️⚘️⚘️




“Tekanan darah Bu Verlita sangat tinggi dan hamil di usia sangat rentan. Tolong jaga pola makannya, jangan sampai Ibu terlalu banyak pikiran juga karena itu bisa mengganggu kehamilannya.”

Kalimat yang disampaikan dokter beberapa waktu lalu terus terngiang di telinga Randy. Setelah bertengkar dengan Hani, sore harinya Verlita mendadak merasa mual dan muntah-muntah disertai sakit kepala hebat, juga mengeluh pandangannya sedikit kabur.

Randy jelas panik melihat Verlita yang mendadak mengeluhkan banyak hal, terutama sakit kepala yang tidak wajar. Dia segera membawa Verlita ke dokter untuk melakukan pemeriksaan dan saat itu juga dia mendapat kabar mengejutkan. Tekanan darah Verlita sangat tinggi, mengakibatkan penglihatannya kabur, dan itu merupakan gejala preeklampsia. Preeklampsia sendiri cukup berbahaya bagi ibu hamil, apalagi Verlita yang mengandung di atas umur tiga puluh lima tahun. Risiko besar menanti di depan, saat dia akan melahirkan, jika hal itu tidak ditangani dengan benar.

Randy tersadar dari lamunan saat mendengar Verlita kembali muntah di kloset. Dia memegang rambut panjang istrinya dan memijat tengkuknya. Hampir setiap hari Verlita mengalami mual dan muntah seperti itu dan yang keluar hanya air liur. Kehamilan pertama itu membuat Verlita kesusahan.

Setelah dirasa lebih baik, Verlita kemudian menuju wastafel untuk berkumur dan Randy masih setia menemaninya.

“Masih mau muntah?” tanya Randy.

Verlita menggeleng lemah, lalu keluar kamar mandi dan berbaring di ranjang. Sesekali, dia menutup mulut sebab rasa mual itu kembali datang. Sementara itu, Randy segera menuju dapur untuk membuat air lemon hangat. Minuman itu cukup ampuh untuk mengurangi rasa mual yang dirasakan Verlita.

“Minum dulu, Sayang,” titah Randy setelah memasuki kamar. Dia duduk di samping Verlita, kemudian membantunya untuk bangun. Beberapa bantal ditumpuk di belakang dan Verlita bersandar di sana. “Mau makan apa buat makan malam nanti?”

Verlita meneguk air lemon itu, lalu menggeleng setelahnya. “Nggak mau makan, lagi nggak nafsu.”

“Kalau nggak makan, gimana kamu bisa minum obat sama vitamin?”

“Makan roti pake selai kacang aja.”

“Nggak cukup, Sayang. Aku beliin sup ayam aja, ya.”

Verlita tidak menjawab lagi sebab tahu Randy akan menentang keinginannya. Dia menepuk sisi ranjang yang kosong, menyuruh Randy agar duduk di sana. Randy langsung berpindah posisi duduk dengan melewati tubuh Verlita dan langsung dipeluk oleh istrinya.

“Kamu udah tiga hari nggak masuk kerja,” tutur Verlita.

“Aku nggak akan fokus kerja kalau ninggalin kamu dalam keadaan sakit gini.”

“Emang wanita hamil selalu nyusahin, ya? Aku ngerasanya malah jadi beban buat kamu.”

“Nggak, Sayang. Kamu nggak jadi beban buat aku. Justru aku senang bisa lebih merhatiin kehamilan kamu.”

How Far I'll Go (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang