Part 14

3.9K 274 46
                                    

Menyembuhkan luka hati bukanlah hal mudah, apalagi jika ditorehkan oleh orang yang kita sayangi. Kebersamaan dan kebahagiaan yang dilalui selama bertahun-tahun seketika ternodai oleh sebuah kesalahan yang sulit dimaafkan. Rasa kecewa pasti ada, tetapi untuk membenci, rasanya sungguh sulit.

Merasa tidak ada guna meratapi nasib, akhirnya Verlita menghirup udara segar setelah selama tiga hari terus mendekam di kamar. Dia sedang mencoba menyembuhkan rasa sakit hatinya meski tidak yakin sakit itu akan hilang.

Verlita sedang berada di salah satu pusat perbelanjaan, tepatnya berada di toko pakaian. Kata orang, belanja merupakan salah satu healing terbaik dan itu benar dirasakan oleh Verlita. Sejak menginjakkan kaki di pusat perbelanjaan, senyum di wajahnya tidak pernah hilang. Suasana hatinya pun menjadi bagus saat melihat lalu-lalang orang yang tampak sibuk berbelanja.

Verlita berjalan ke sana-kemari dengan begitu gesit. Hampir satu jam berada di toko pakaian tidak membuatnya lelah atau jenuh sama sekali. Dia begitu bersemangat memilih pakaian dan langsung memasukkannya ke dalam tas belanjaan saat dirasa cocok dengan seleranya.

Setelah puas dan dirasa pakaian yang dibeli sudah cukup, Verlita segera menuju kasa. Dia sedikit terkejut sebab belanja begitu banyak dan pastinya uang yang harus dia keluarkan cukup besar. Namun, dia tidak peduli. Yang terpenting, dia bahagia.

Netra Verlita menangkap sebuah toples kristal di atas meja kasir, berisi kue kering yang di dalamnya terdapat sebuah kertas berisi petuah atau peruntungan.

“Mbak, ini fortune cookie, ya?” Verlita langsung merutuk dalam hati karena pertanyaan konyolnya barusan. Jelas-jelas itu fortune cookie, tetapi dia masih bertanya.

“Iya, Bu. Kalau Ibu mau, silakan ambil. Kue itu emang untuk pelanggan.”

Sejak melihat kue itu, Verlita memang sangat tertarik untuk mengambilnya karena penasaran. Bukan penasaran oleh isinya, tetapi penasaran dengan rasanya sebab Verlita belum pernah memakan kue itu.

Tangan Verlita terulur untuk membuka toples dan mengambil satu kue. Dibelahnya kue menjadi dua, lalu segera memakannya. Ternyata, rasanya sama saja seperti kue kering pada umumnya. Kemudian, dia menarik sebuah kertas dari dalam kue dan membaca tulisannya.

Tidak ada kesedihan yang abadi. Percayalah, hal baik sedang menunggumu di depan dan kau akan tersenyum karena itu.

Verlita tersenyum getir setelah membaca tulisan itu. Memang tidak ada kesedihan yang abadi. Namun, baginya tidak akan ada hal yang membuatnya tersenyum lagi setelah hal menyakitkan yang selama bertahun-tahun ditutupi suaminya terungkap. Sepertinya, hari-hari yang dia lalui akan selalu diliputi kesedihan.

“Verlita!”

Suara panggilan seseorang membuat Verlita mengangkat kepala dan mengedarkan pandangan. Dahinya mengernyit saat mendapati seorang pria jangkung berjalan menghampirinya sambil melambaikan tangan.

“Hai, Verlita. Lama nggak ketemu. Apa kabar?”

“Baik,” jawab Verlita ramah disertai senyum yang tiba-tiba mengembang di wajahnya. “Kamu apa kabar?”

“Aku juga baik. Kamu makin cantik aja.”

Verlita mendadak salah tingkah dan tersipu karena pujian Bagas. Pria itu merupakan teman Verlita dan kebetulan mereka bekerja di bank yang sama, juga pria itu merupakan mantan kekasih Verlita semasa kuliah.  Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, ternyata Bagas masih sama seperti dulu—selalu menggombali wanita.

How Far I'll Go (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang