Tetesan air hujan menjadi objek perhatian Verlita. Cuaca di luar mendadak mendung dan hujan turun cukup deras dalam sekejap, padahal tadi pagi sangat cerah. Sejak hujan turun, Verlita duduk di dekat jendela sambil memeluk lutut. Suara rintik hujan yang jatuh ke tanah secara perlahan memperbaiki mood-nya yang tiba-tiba anjlok karena ulah Randy.
Helaan napas berat kembali terdengar, entah yang keberapa kalinya. Verlita kemudian menempelkan pipi di atas lutut dan netranya menatap tas kecil di depan lemari, yang tadinya akan dibawa ke Bandung. Memikirkan hal itu, membuat Verlita kembali sakit hati sebab dua kali dikecewakan oleh suaminya, yang lebih mementingkan pekerjaan.
Sampai saat ini, Verlita masih marah kepada Randy. Tadi pagi, dia tidak menyiapkan sarapan, tidak memasangkan dasi, dan tidak mengantar suaminya ke depan rumah sebab terlalu malas beranjak dari ranjang. Saat suaminya pamit pun dia tidak peduli dan pura-pura tidur.
Suara derit pintu mengalihkan perhatian Verlita. Tampak Randy memasuki kamar sambil menenteng sebuah kantong plastik. Verlita masih diam di tempat, tidak bergerak sedikit pun saat Randy mencium pipinya. Dia sedikit heran sebab jam kerja belum usai, tetapi suaminya sudah pulang.
“Aku bawain makanan kesukaan kamu. Ayo, makan,” ajak Randy sambil duduk di samping Verlita, kemudian mengeluarkan sebuah paper bowl berisi bakmi yamin kesukaan istrinya.
Verlita masih diam, tetapi dia terus memperhatikan gerak-gerik suaminya. Aroma bakmi langsung menguar saat Randy membuka tutup paper bowl dan seketika cacing di perut Verlita meronta-ronta. Saat Randy mengangkat bakmi menggunakan sumpit, air liurnya berproduksi lebih banyak dan ingin rasanya dia segera melahap bakmi itu.
“Nih, makan. Aaa,” titah Randy.
Posisi duduk Verlita berubah jadi bersila dan sedikit menyerong, menghadap Randy. Tanpa diperintah lagi, mulutnya langsung terbuka lebar. Matanya seketika berbinar saat lidahnya mencecap rasa asin, manis, dan pedas dari bakmi itu. Karena bakmi itu, dia menjadi lupa sedang marah kepada suaminya. Randy memang paling tahu bagaimana cara meluluhkan hatinya.
“Aku juga beli es campur, tapi pake ojol. Sebentar lagi kayaknya nyampe.”
Randy sedikit tidak waras sebab membeli es campur di saat cuaca sedang hujan, meski itu merupakan minuman kesukaan Verlita.
“Kamu lagi nyogok aku?” tanya Verlita, dan Randy membalas dengan cengiran. “Kenapa udah pulang?”
Randy kembali menyuapi Verlita sambil sesekali menyuapkan bakmi ke mulutnya. “Aku izin pulang lebih cepat, mau ngajak kamu pergi.”
Dahi Verlita mengernyit. Hatinya terasa berbunga-bunga, tetapi dia tidak menunjukkan reaksi apa pun sebab tidak ingin terlalu berharap kepada suaminya. “Ke mana?” tanyanya dengan suara pelan dan terkesan ragu.
“Aku nggak bisa ngajak pergi jauh-jauh. Kita staycation aja, ya. Dua hari cukup?”
“Kenapa cuma dua hari?”
“Kerjaanku masih banyak. Maaf,” jawab Randy dengan raut wajah penuh penyesalan.
Verlita menghela napas panjang sambil memalingkan wajah. Selama beberapa saat, dia hanya diam, memperhatikan rintik hujan yang mulai reda. Meski Verlita tidak terlalu berharap, dia tetap merasa kecewa sebab Randy masih memikirkan pekerjaan. Sepertinya, Verlita benar-benar bukan prioritas utama Randy lagi.
“Aku tahu kamu pasti marah karena berulang kali aku ingkar janji. Sekarang, aku beneran akan menepati janji itu,” lanjut Randy tegas.
Verlita kemudian menganggukkan kepala sebagai tanda setuju, hanya saja sedikit terpaksa. Setidaknya, dia masih menghargai usaha Randy, yang ingin memperbaiki kesalahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
How Far I'll Go (Revisi)
RomanceKehidupan rumah tangga Verlita dan Randy yang tadinya tenang, seketika berubah saat sosok Asti hadir di antara mereka. Alasan Verlita tidak bisa memberi keturunan kepada Randy membuat pria itu tega menikah lagi dengan wanita lain. Kepercayaan Verlit...