16. boleh?

688 135 34
                                    

ini adalah part terpanjang yang pernah aku tulis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ini adalah part terpanjang yang pernah aku tulis. semoga kalian nggak bosan bacanya:(

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[]

            Sesampainya di apartemen Jevan, Shakila dan Haikal sudah ditunggu oleh Juna di lobi.

Caka sudah sampai di unit Jevan lebih dulu, bertugas membuka gorden yang selama tiga hari terakhir ini tertutup rapat, serta membereskan sampah bungkus makanan yang tercecer berantakan.

Usai meletakkan dua plastik besar berisi barang yang tadi dibeli Shakila dan Haikal, para lelaki bergegas menuju kamar Jevan sementara Shakila melipir ke sofa di ruang tengah. Dia tidak enak kalau tiba-tiba nimbrung masuk ke kamar Jevan. Selain karena dia bukan siapa-siapa, ini adalah kunjungan pertamanya ke sini.

Dia nggak bisa dan nggak boleh bersikap seenaknya.

Shakila nggak bisa berbohong kalau dia penasaran sama kondisi Jevan. Terlebih lagi pintu kamar yang posisinya lurus dengan tempatnya duduk itu nggak tertutup rapat. Kalau Shakila mau melongok sedikit, dia bisa melihat kasur Jevan.

Tapi, Shakila nggak melakukannya dan memilih untuk tetap duduk tegak di sofa dengan kedua tangan saling meremas—hal yang dia lakukan untuk mengusir rasa panik dan gugup.

Shakila juga bisa mendengar suara ribut dari dalam kamar Jevan. Tentu saja suara-suara itu milik Haikal, Juna, dan Caka. Nggak mungkin Jevan bisa berteriak kencang begitu, mengingat tadi Juna bilang kalau Jevan nggak bisa ngapa-ngapain selama beberapa hari terakhir selain tidur.

"Buburnya udah di bawah, Jun," kata Caka. "Sebenarnya udah tadi waktu lo jemput Ical, sih. Lagian, kenapa lo nggak bawa hape, sih?"

"Kok lo malah nyalahin gue, Caka?!" balas Juna dongkol. Menilik dari suaranya, sepertinya emosi Juna sudah berada di puncak kepala dan siap meledak kapan saja. "Kenapa tadi lo nggak turun? Kasian itu bapak ojolnya itu nunggu kelamaan."

"Kalo gue ikutan turun, terus Jevan sama siapa? Kalo ada apa-apa waktu dia sendirian gimana? Lo mau tanggung jawab?!"

"Emang dia bakal kenapa, sih? Mau ngangkat tangan aja udah nggak bisa!" Juna mendesah frustasi. "Sekarang lo turun, ambil buburnya. Cepet!!!"

Just Us 2 [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang