14. Brosur 2

404 210 9
                                    

"Ini gak mungkin deh," ucap Shania menggeleng-gelengkan kepala.

"Tapi itu yang Zidny dapatkan sepulang dari kota, ia pun juga tidak percaya dengan selebaran itu." Jelas paman Pablo menenangkan Shania yang mulai terlihat gelisah.

"Kamu lanjut istirahat, besok kita tanyakan langsung ke Alia." Tambahnya segera meninggalkan ruangan kecil nan gelap itu.

**

Terkadang memang sulit untuk mempercayai hal yang terlihat oleh manusia sebelum menanyakan langsung kepadanya, brosur itu berisikan foto Alia yang sekarang sedang dicari-cari atas tuduhan terhadap pembunuhan temannya. Sebenarnya semuanya berjalan dengan baik-baik saja, sampai pada hari senin Gita dan Anton mengadu kepada bu Anggun jikalau Andre tak kunjung kembali ke rumah setelah mengejar Alia kala itu.

Sekolah pun segera mencari kebenarannya dengan langsung bertanya ke keluarganya dan mereka pun mengetahui bahwa Andre sudah tiada. Hari itu memang posisi Alia sudah dalam penculikan dan sedang dialokasikan menuju pelabuhan untuk diperdagangkan, sehingga sekolah mulai menaruh tuduhan pada Alia yang tidak berada di rumah.

Polisi pun baru melakukan olah sidik jari dengan sisa bambu di tkp dan disinyalir jika pemilik sidik jari ini adalah seorang remaja perempuan yang belum membuat KTP sehingga empunya tidak terdata. 

Semua berlangsung sangat cepat dalam tiga hari itu, ditambah Lena yang mengetahui bahwa para tahanannya berhasil kabur. Tentu hal itu membuatnya geram dan segera melacak keberadaan Alia yang juga sudah menjadi buronan para polisi. Berawal dari berita daerah hingga menjadi berita nasional, bahkan di surat kabar pun terpampang jelas fotonya dengan tulisan dibawahnya "WANTED - bagi yang menemukan diharap melapor kepada yang berwenang dan akan diberikan imbalan sepantasnya"

**

Pagi itu semua berjalan seperti biasa mengingat beberapa hari kelompok itu akan menghancurkan pelabuhan dan segera berpindah markas sebelum diketahui. Penjagaan yang ketat dan padatnya pelabuhan dengan anak buah Lena, membuat ke-9 orang pemberontak itu harus menyusun strategi sedemikian rupa untuk membuat rencana mereka berhasil.

"Shan, udah tanya ke temen kamu?" Tanya Pablo karena tidak percaya dengan brosur itu.

"Belum sih paman, kalau Alia udah agak tenangan dikit ya." Jawab Shania ramah segera berlalu.

Saat ini memang Alia masih belum keluar kamar tetapi beruntung ia dirawat oleh Valentina, salah seorang wanita di kelompok pemberontak berusia sekitar tiga puluh tahunan. Ia memiliki rambut panjang indah dengan kacamata bundar yang selalu ia lepaskan ketika beraksi, wanita itu bagaikan guru Alia. Otaknya memang jenius dan juga merupakan ahli strategi, tentu hal itu ia ajarkan juga kepada Alia karena melihat sedikit potensi tersembunyi miliknya.

"Pagi Alia," ucap Valentina ramah membawakannya nasi dan sup untuk disantap.

"Pagi prof," sapanya balik. Memang ia lebih akrab disapa prof dibanding Valentina karena tidak ada yang bisa menandingi kejeniusannya di kamp pemberontak itu.

"Tenang ya kamu gak boleh cemas dan memikirkan hal-hal aneh," ucap wanita itu santun setelah melihat Alia yang terduduk murung di atas kasur.

"Tenang aja prof, Alia kan selalu bahagia meskipun sekarang udah gak di rumah lagi." Ucap Alia mulai memasang wajah tersenyum menandakan ia sudah tegar kembali.

"Nih kamu makan dulu, nanti kita mulai pelajaran tentang insting dan realita lanjutan dari kemarin." Ujar Valentina sembari berlalu keluar untuk menyiapkan beberapa kekurangan sebelum operasi dimulai.

Brukkk

Ahhhh

"Maaf prof, Shania gak liat barusan." Wajahnya segera berubah merah karena malu sudah menabrak profesor.

"Kamu kenapa Shan?" Tanyanya curiga.

"Emang prof belum dengar kabar brosur yang Zidny bawa dari kota ya?" Tanya Shania balik.

"Ohh... jadi kamu hendak menanyakan hal itu sekarang kepada temanmu!?"

Belum sempat Shania menjawab pertanyaan wanita berkacamata itu, tetapi terlihat Alia sudah menguping pembicaraan mereka berdua di depan pintu. Tanpa berlama-lama ia segera menanyakan hal tersebut, "Kalian berdua membicarakan aku kan?"

"Aduhh... gawat," batin Shania karena memang ia belum sempat menanyakan hal itu kepada Alia melihat kondisinya yang masih buruk.

"Memang apa Shan?" Desak Alia berjalan mendekat menuju Shania yang terpaku di tempat.

Cuaca di pagi itu memang cerah tetapi tidak dengan cuaca di hati Shania yang ragu setiap detiknya untuk bertanya kepada Alia.

"Jadi apa benar lo pernah ny-nyakitin orang?" Tanyanya dengan sedikit plesetan kata.

"Iya." Jawab Alia singkat memasang senyuman manis di balik wajah lusuhnya.

Dengan hati-hati Shania segera memberikan selebaran brosur yang kemarin ia dapatkan kepada sosok remaja dengan rambut terikat itu, Alia. "Coba lo baca deh Al, gue gak yakin soalnya." Tambahnya ragu sebelum kertas itu benar-benar berada di tangan temannya.

"Sudah kuduga," jawab Alia singkat.

"Sekarang gue gak akan punya kehidupan seperti dulu, gue sekarang udah jadi bagian dari kalian. Gak usah dipeduliin deh, tenang aja kok kan masih ada kalian." Tambahnya memasang wajah riang.

Akhirnya setelah sepersekian purnama, semesta menggantikan kehidupan lamanya dengan sebuah kehidupan baru yang jauh lebih baik tetapi beresiko. Memang cukup mahal harga yang harus dibayar, ia harus kehilangan sahabatnya Rani, mamanya dan adik tirinya. Bahkan seringkali terlihat ia juga mengidap penyakit mental seperti Anxiety setelah dihantam berbagai macam kejadian di kehidupan sebelumnya.

"Lo gak usah sedih deh Shan!" Teriak Alia karena melihat wajah temannya mulai murung, mungkin ia merasakan kebahagiaan serupa yang membuatnya terharu.

Valentina yang berada diantara mereka segera memeluk mereka erat-erat dan meyakinkan bahwa kelompok itu adalah keluarga baru mereka berdua. Orang-orang dewasa disana selalu menganggap Shania dan Alia sebagai adik mereka karena umur yang terlampau jauh sekitar 10 tahunan.

**

Mata dibalas mata, nyawa dibalas nyawa. Itulah yang sekarang dunia fikirkan terutama dunia milik Lena, tentu reputasinya dalam hal perdagangan anak sangatlah bagus di negara-negara lain. Dan dengan kaburnya para tahanan yang hendak dijual, ia merasa sangat murka dan akan mencari lalu menghukum mereka seberat-beratnya atau bahkan membuat mereka hilang dari dunia.

Salah satu keuntungan yang dimiliki kelompok Pablo sekarang adalah bahwa musuhnya tidak mengetahui keberadaannya, bahkan mereka tidak menyadari apabila mereka memiliki musuh yang sudah siap untuk menghancurkan mereka. Tentu semua akan berubah setelah operasi penyerangan pelabuhan LenaCorp dimulai, karena akhirnya Lena mengetahui bahwa ia sekarang memiliki musuh.

**

Seperti pada hari-hari sebelumnya bahkan sebelum datangnya dua remaja perempuan, para pemberontak selalu menyalakan api unggun di malam hari sambil menyantap makan malam yang sudah disiapkan sedemikian rupa oleh bibi Ani dan bib Anggun. Sungguh pemandangan indah melihat sekumpulan orang sama-sama berkumpul membentuk lingkaran di sekitar api dan saling bercengkrama menceritakan berbagai macam hal baru tiap harinya.

"Woy Alia, jadi lo namanya Alia!?" Teriak Zidny dari sisi lain lingkaran.

"Ehh... iya bang," jawabnya kaku.

"Gilak sih emang, lo masih umur belasan udah jadi buronan polisi!" Tambahnya merasa kagum dengan kehebatan Alia.

Alia hanya tersipu malu dengan ucapan Zidny yang entah merupakan pujian atau hinaan atas apa yang sudah dilakukannya.

"Gue sebagai temen lo juga gak percaya deh Al, lo berani banget anjir." Sikut Shania yang berada tepat di samping Alia terdecak kagum juga.

"Hehehehe," ungkap Alia.

Malam itu terlihat baik-baik saja, sampai mereka mendengar suara tembakan dari dalam hutan. Kepanikan seketika terjadi di kamp itu, tetapi tentu mereka sudah siap sedia hanya saja waktunya tidak tepat. Pablo langsung mengkoordinir anak buahnya dan segera menyuruh mereka untuk mengambil senjata masing-masing dari gudang senjata.

Alia dan SemestanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang