7. Balas Dendam

496 304 284
                                    

"Ahh!!" Teriakan nyaring terdengar dari ujung gang buntu itu beberapa menit setelah Alia pergi meninggalkannya. Rupanya ada warga yang melihat Andre tertusuk dengan bambu yang memang biasa digunakan untuk menombak ikan itu.

"Tolong! Tolong! Panggil ambulan ya," teriak salah satu warga.

"Ehh, emang kenapa atuh dia?" Tanya warga lain mulai melingkari tubuh Andre yang bersimbah darah. Memang tidak ada yang tau pasti bagaimana kejadian malang itu terjadi, segera setelah beberapa menit tampak mobil ambulan yang berhenti di depan gang dan membawa tandu guna membawa Andre ke rumah sakit sebelum nyawanya menghilang.

"Apakah ada yang punya gergaji mesin untuk memotong bambu ini?" Pinta salah satu petugas ambulan. 

"Ini ya!" Seorang warga pemilik bambu itu merasa bersalah sudah meletakkan bambunya disana sehingga melukai orang lain, ia pun membantu petugas ambulan untuk memotong bambu sehingga menjadi lebih pendek.

"Terima kasih pak, bambunya akan segera dikeluarkan di rumah sakit nanti," ucap petugas itu segera bergegas menggotong Andre.

Para warga yang sebelumnya membentuk lingkaran segera membubarkan diri mereka, mengingat juga bahwa hari minggu adalah waktu yang tepat bagi mereka untuk beristirahat. Dengan kecepatan penuh dan sirine yang berbunyi kencang, ambulan itu segera melewati padatnya jalanan kota menuju rumah sakit. Dalam perjalanannya, Alia sempat melihat ambulan itu melewatinya di jalanan sempit. "Mampuss lo Andre," gumamnya dalam hati.

Raut wajahnya menunjukkan bahwa ia merasa sangat bahagia mendapati dirinya yang sekarang, bahkan ia tidak berfikiran lagi untuk kembali ke rumahnya. Setelah berjalan cukup lama, pikiran kosongnya terisi dengan rentetan kejadian semalam. Ia tampak gemetar dan terlihat cemas dalam sekejap lalu ia teringat kepada Rani sahabatnya.

"Bagaimana keadaannya ya, baiklah aku akan pergi ke rumah sakit sekarang," ucapnya dalam hati dan segera bergegas pergi kesana. Dengan uang 40 ribu rupiah hasil jualan tadi pagi tentu bisa membuatnya pergi ke rumah sakit dengan angkotan umum.

Rambut kusutnya dengan pakaian bekas kecelakaan semalam menjadikan Alia terlihat seperti gembel jalanan. Seorang remaja berusia 17 tahun tentu sudah memahami bagaimana cara bertahan hidup di kerasnya jalanan, sehingga ia tidak terlalu memikirkan bagaimana kehidupannya pada keesokan harinya. Matahari dengan malu-malu segera terbenam meninggalkan rembulan yang mulai menunjukkan sinarnya, dan ia sudah berada tepat di depan rumah sakit yang mulai terang dengan lampu-lampu.

"Maaf, apakah ada pasien bernama Rini atau Rani ya? Kemarin malam mereka baru masuk rumah sakit ini," tanyanya kepada salah satu petugas penjaga resepsionis.

"Iya kak, sebentar ya." Jawab petugas itu dengan wajah sedikit kaget karena mengetahui bahwa pasien yang ditanyakan Alia sudah meninggal siang tadi.

"Maaf, untuk pasien bernama Rani sekarang berada di ruang Flamboyan kamar 302. Sedangkan pasien yang bernama Rini sudah meninggal tadi siang."

Seketika pecah tangis Alia menambah bebannya hari ini, ia segera berlari mencari ruangan tempat Rani berada. Pintu ruangan langsung didobrak setelah menemukannya, Rani dengan banyak perban dan luka jahit ditambah kaki kanan yang patah tersenyum bahagia karena sahabatnya tidak mengalami luka yang cukup berat sepertinya.

"Ran-Ranii! Lo gak kenapa-napa kan ya?" Suaranya semakin terdengar serak.

"Tenang aja Alia, yang penting kamu sama mama gak kenapa napa kan ya," Seketika Alia tersentak mendengar jawaban Rani yang sepertinya ia sendiri belum tahu kabar tentang mamanya.

"Oh iya... mama kamu gak kenapa-napa kok, cuman dia belum boleh aja keluar ruangannya." Ucap Alia menenangkan sahabatnya. Ia tidak boleh memasang wajah sedih lagi, karena Rani akan curiga sedang terjadi suatu hal yang buruk. Perawat yang sedari tadi bersama Rani juga mengangguk-angguk menenangkannya.

"Suster... mohon bantuannya di ruang IGD, ada seorang pasien yang akan dioperasi karena tertusuk oleh bambu dan menembus badannya." Terlihat perawat itu segera bergegas untuk bertugas di tempat lain setelah temannya memanggilnya di telepon. Alia yang mendengarkan percakapan itu teringat kejadian beberapa jam yang lalu karena ia hilang kendali, bambu yang menusuk Andre ternyata belum membunuhnya dan dia masih memiliki kesempatan untuk hidup.

Wajah sedihnya menjadi muram semakin tidak bisa ditebak, tetapi yang jelas ia terlihat berfikir supaya dapat menyingkirkan Andre. Karena jika ia berhasil sadar dan menceritakan kejadian yang sebenarnya, tentu polisi tidak segan akan menangkapnya lalu menjebloskannya ke penjara.

"Alia... kamu jangan sedih yaa," Hibur Rani melihat wajah sahabatnya yang kalut itu. Senyuman terlihat tipis di wajah Alia pertanda ia menemukan sebuah ide cemerlang.

"Rani... tunggu sebentar ya, aku mau cari makan dulu." Pamitnya segera keluar dari ruangan 302.

Dua hari berturut-turut para petugas medis di rumah sakit itu harus berjibaku dalam operasi yang jarang mereka lakoni. Kemarin malam karena kecelakaan dan hari ini karena bambu yang -diketahui- menusuk Andre secara misterius.

"Kita mengeluarkan bambu terlebih dahulu, lalu memperbaiki kerusakan di paru-paru ..." terdengar samar percakapan mereka di ruang operasi. Alia sedari tadi menunggu tepat di depan pintu ruangan itu, ingin mengetahui apakah Andre masih bisa tertolong atau tidak.

"Maaf kak... dilarang berdiri di depan pintu ya, nanti biasanya para dokter akan bergegas memindahkan pasien ke ruang lain. Takutnya jika ada sesuatu di depan pintu pasiennya jadi celaka." Ucap perawat yang melintas di depan ruang operasi. Tanpa disuruh dua kali, ia segera menghindar dan segera memahami situasinya. Jika operasi berhasil, Andre akan keluar didorong oleh para perawat dipindahkan ke ruang lain dengan ranjang dorong.

Sesaat ia mencari barang kecil yang tidak akan disadari keberadaannya oleh siapapun dan bingo, ia segera mengambil sepatu milik perawat yang berwarna putih seperti lantai. Sebelum menaruhnya di depan pintu, Alia mengukur terlebih dahulu jarak pintu jikalau terbuka nantinya. Keduanya ia taruh menghalangi lajur roda yang nantinya akan menyebabkan sedikit kecelakaan, entah fatal atau tidak. 

Hari sudah semakin malam sehingga hanya terlihat sedikit orang yang lalu lalang di depan ruang operasi. Setelah beberapa jam menunggu dan terdengar oleh Alia bahwa operasi berjalan lancar, ia segera melancarkan aksinya dengan kedua sepatu milik perawat yang ia temukan di dekat ruang istirahat.

"Segera pindahkan ke ruang sebelah ya... kita pantau disana dan tetap berhati-hati karena sedikit goyangan bisa membuat paru-parunya robek semakin besar." Terdengar suara para petugas medis sedang berbicara merencanakan untuk memindahkan pasien.

Brukk.

Terlihat dua orang membuka pintu nyaris membuat sepatu perangkap terlempar. Ranjang dorong pun segera berjalan dengan cepat tepat mengenai sepatu putih yang tidak disadari keberadaannya.

"Awasss!!" Ranjang dorong itu sedikit kehilangan kontrol dan membuat pasien di atasnya terlempar ke lantai dan bersambung.

Alia dan SemestanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang