9. Harapan

444 264 133
                                    

"Meonggg," sontak suara itu membuat Alia kaget dan teriak refleks. Rasa cemasnya perlahan mulai menghilang setelah mengetahui bahwa bayangan itu hanyalah kucing hitam milik Rani yang mungkin kabur keluar kandang karena seharian belum makan. Dalam gelap gulita ia berusaha mencari saklar lampu untuk membuat ruangan menjadi terang setelah dinyalakan.

"Kemarin saklar lampunya disebelah mana sihh," gumamnya sedikit bersuara.

Setelah beberapa menit meraba-raba dinding ruang tamu, ia menemukan saklar lampu dan menyalakannya. Alia kemudian segera pergi ke kamar Rani guna beristirahat, setelah menjalani hari-hari yang sangat berat pada akhirnya ia dapat beristirahat dengan tenang. Sengaja lampu kamar dan seisi rumah dibuat terang untuk menemaninya memejamkan mata di malam itu.

**

"Aliaa!! Aliaa!!" Terdengar seorang perempuan memanggilnya dengan lembut.

"Iyaa, eh tante Rini, apa kabar?" Balasnya dengan ramah.

"Kamu masih sehat kan ya, bahagia banget tante lihat kamu," samar-samar suara itu terdengar dengan menampakkan senyuman lembut khas milik tante Rini.

"Iya, tante juga sehat kan." Suara Alia mulai terdengar parau sambil menatap lamat-lamat sosok yang dilihatnya.

Sosok itu perlahan mulai menghilang, menyisakan Alia yang terlihat kebingungan mencari kemana sosok itu pergi.

"Tante titip ya, kamu jaga Rani."

Seketika sekujur tubuh Alia menjadi gemetar hebat setelah terbangun dari mimpi yang baru saja dialaminya, dan ia berteriak sekencang tenaga "Raniiii." 

Tanpa berfikir lama-lama ia segera berlari untuk kembali ke rumah sakit, gema adzan mulai berkumandang menandakan hari sudah semakin pagi. Sambil meneteskan air mata yang seketika membanjiri wajah kusutnya, ia hanya bisa berlari dan berlari kembali menuju rumah sakit. Hanya ada satu di pikirannya sekarang yaitu Rani.

Lalu lalang kendaraan mulai memadati kota di pagi hari, untungnya sebelum keramaian mulai menjalar ia sudah tiba di rumah sakit. Peluh membasahi tubuhnya dicampur dengan rasa asin air mata yang sedari tadi tidak bisa berhenti mengalir melewati kedua pipinya.

Brukkk.

Alia yang berlari kencang terlempar sedikit lantaran menabrak orang yang sedang berdiri di parkiran hendak berjalan menuju rumah sakit.

"Maaf om," segera ia lanjut berlari.

Lelaki itu tidak menghiraukannya sampai beberapa detik kemudian ia menyadari bahwa yang barusan menabraknya adalah Alia. Memang kemarin lusa tante Lena dan Rendy memutuskan untuk tidak pergi ke rumah sakit, tetapi di pagi buta mereka segera memutuskan untuk mencari Alia yang sudah lama menjadi targetnya.

"Woyy! Alia berhenti!!" Teriak Rendy segera memanggil Alia yang terlihat sudah memasuki pintu rumah sakit. Dengan tenaga yang masih tersisa ia segera bergegas menuju ruangan 302 tempat Rani berada, karena memang semalam ia sempat menyuntikkan beberapa cairan ke infus milik Rani supaya terjadi komplikasi obat dan membunuhnya secara perlahan tanpa menyakitinya.

"Raniii!!" Segera teriak Alia setelah memasuki ruangan 302. Tetapi ia tidak menemukan keberadaan sahabatnya disana, dan terlihat infus yang semalam masih berada disana juga ikut menghilang. Disaat yang bersamaan juga terlihat seorang perawat memasuki ruangan itu dan menemukan Alia  sedang kebingungan seorang diri.

"Maaf kak, kenapa ya terlihat sedih?" tanyanya dengan suara halus.

"Apa suster tau dimana pasien yang sebelumnya dirawat di ruangan ini?" tanya Alia tergesah-gesah.

"Oh... barusan dipindahkan ke ruangan lain, karena memang membutuhkan perawatan intensif."

"Bagaimana keadaannya sus?" Tambahn Alia masih belum puas.

"Dia baik-baik saja kok, hanya saja ketika hendak dipindahkan ke ruangan lain. Infus yang dikenakannya berwarna gelap seperti tercampur dengan banyak cairan lain." Perjelas perawat itu menjadikan Alia semakin khawatir dengan perbuatannya semalam.

"Bisa tolong ditunjukkan dimana pasien ini sekarang dirawat sus?" Pinta Alia dengan wajah memelas.

Perawat itu segera mengantarkannya ke ruangan lain yang memang terlihat sedikit lebih elit, karena memang digunakan untuk menampung pasien yang membutuhkan perawatan intensif. Taman hijau terlihat segar ditengah hiruk pikuk rumah sakit yang mulai padat menjelang jam kerja, Alia melihat kanan dan kirinya dengan takjub tanpa berkedip sedikitpun. Gemericik kolam ikan di pojokan taman menjadi suara yang mengingatkannya kepada pemandangan serupa di rumah sahabatnya.

"Silahkan masuk, jika pasien membutuhkan apa-apa silahkan panggil perawat yang sedang berjaga. Karena memang dari kemarin tidak ada yang menemani pasien ini, ditambah juga saya dengar ia kecelakaan dengan ibunya tetapi hanya dia yang selamat dengan luka separah ini." Perawat itu juga terlihat iba dengan kondisi Rani sekarang.

Entah apa yang dirasakan Alia sekarang melihat kondisi sahabatnya, ditambah juga ia hampir saja membunuhnya semalam.

"Rani! Lo gak papa kan?" Suaranya terdengar lirih.

"Alia! Kemana aja sih lo? Eh, by the way gue semalem kata perawat hampir mati tau." Ucap Rani lemas tanpa dosa.

"Jadi ceritanya tuh kayak ada yang nyuntikin cairan-cairan di infus gue, keliatannya sih pas lo lagi pergi semalem." Dada Alia semakin sesak menyadari perbuatannya yang bahkan sahabatnya sendiri tidak menyadari bahwa itu adalah perbuatan Alia.

"Untungnya ya, semalem infus gue lagi macet gitu deh, jadi cairannya gak sampek masuk. Sekarang udah diganti deh, gue juga dipindah kesini, mana ada AC nya lagi kan." Seketika tangis Alia pecah setelah mendengar cerita sahabatnya, secepat kilat ia menyambar tubuh Rani dan memeluknya sambil menangis sejadi-jadinya.

"Maafin gue ya, mulai detik ini gue gak bakal deh ninggalin lo Ran," hanya itu kalimat yang bisa diucapkan Alia sambil terisak di tengah pelukan tangan Rani yang lemah.

"Iya, lo gak salah kok, kan emang gak ada yang salah. Semua musibah emang udah diatur Al, jadi tenang aja ya," terang Rani yang selalu menenangkan Alia dalam keadaan apapun.

Mereka berdua yang terlihat saling merindukan mulai menghibur satu sama lain, terutama Alia yang sangat merasah bersalah hampir membunuh satu-satu nya orang berharga yang dimilikinya sekarang.

**

Jam sudah menunjukkan pukul satu siang, Alia yang terlihat kelaparan meminta izin untuk pergi keluar mencari makanan. Rani pun mengiyakan dan segera terlelap setelah hampir seharian bercanda dengan sahabatnya. Panas terik mentari siang itu tidak memberi celah sedikitpun kepada manusia di bawahnya untuk merasakan kesejukan angin sepoi-sepoi.

Tetapi hal yang tidak disangka-sangka sudah menanti Alia di luar ruangan, Rendy yang sedari pagi buta tadi mencarinya terlihat mengawasi pintu rumah sakit dari kejauhan. Terlihat sesosok Alia dengan baju biru lusuhnya berjalan keluar melewati parkiran hendak mencari makanan, tanpa berfikir panjang Rendy segera mengikuti kemana langkahnya akan pergi.

Alia dan SemestanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang