8. Kabur

481 284 210
                                        

Tubuh Andre yang tidak sadarkan diri segera terlempar karena ranjang sempat oleng ke kiri kehilangan kendali setelah menabrak dua sepatu perawat tepat di depan pintu ruang operasi. Darah segar kembali mengalir dari perban di dada sebelah kirinya, "Cepat segera angkat kembali pasiennya!" Perintah salah satu dokter senior di ruang operasi itu.

"Sepertinya lukanya semakin parah dok," ucap salah satu perawat yang mengangkat tubuh lemas Andre.

"Bagaimana kalian, itu menyangkut nyawa pasien." Bentak dokter menyekat peluh di pelipisnya.

Mau bagaimanapun juga, kejadian itu sudah terjadi dan tidak bisa diulang lagi. Mereka kembali bekerja untuk memeriksa ulang bagian dada yang semakin koyak, ditambah tubuh Andre sempat terlempar mengenai kursi tempat menunggu.

"Dok... darahnya mengalir semakin tidak terkendali..." terdengar samar-samar kesulitan para petugas medis. Alia yang tanpa dosa hanya lewat sambil tersenyum tipis,"Jangan berharap bisa hidup lo Andre."

"Ranii!! gue dah balik nih," suara Alia terlihat riang . Malam semakin larut dan Rani terlihat tidak bisa beristirahat dengan baik.

"Kok perasaan gue gak enak ya tadi tadi siang Al." Ucapnya mengeluh kepada Alia yang sekarang menjadi penunggunya.

"Ya kan lo lagi sakit, mending sekarang gak usah mikirin apa-apa deh," hibur Alia.

Memang mereka berdua sudah bersahabat sejak mereka duduk di bangku sekolah dasar, jika salah satu dari mereka kesusahan yang lainnya akan saling menghibur hingga musibah sekarang yang menimpa Rani terutama. Sosok Rani di mata Alia adalah teman yang sangat kuat, memang Alia tidak disukai dan sering diejek di sekolah tapi ia tetap menjadi teman yang baik.

Alia yang sedari tadi memperhatikan beberapa jarum suntik dan obat-obatan merasa prihatin dan sedih dengan keadaan Rani. Bahkan ia sempat berpapasan dengan perawat yang tadi bersamanya sebelum ia pergi ke ruang operasi. "Temanmu Alia akan lumpuh total dan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk pemulihan, pintar-pintarlah dalam menghiburnya ya." Nasehat perawat itu beberapa jam yang lalu.

Terlihat Rani sudah terlelap disaat sahabatnya kebingungan dengan apa yang harus dilakukannya, perlahan tangan Alia mengotak atik jarum suntik dan beberapa cairan yang terletak disana. Dengan cekatan ia memasukkan beberapa cairan itu kedalam suntik dan segera menyuntikkanya kedalam cairan infus milik Rani. Entah berapa obat yang larut kedalam infusnya sekarang, sampai warna infusnya berubah menjadi sedikit gelap.

"Rani! Maafin Alia ya, mungkin ini yang terbaik buat kamu." Ucap Alia dalam hati sambil menangis meninggalkan ruangan 302 itu.

Sesaat setelah dirinya berjalan melewati koridor, tampak sesosok pasien yang baru saja masuk ke ruang mayat. Ia segera pergi dan menanyakan siapakah pasien yang baru saja meninggal itu kepada perawat yang membawanya,"Maaf, pasien yang barusan meninggal kenapa ya?"

"Menurut laporan ia tidak sengaja tertusuk oleh bambu dan barusan gagal untuk dioperasi," jawab perawat menjelaskan kematian pasien yang sudah pasti itu adalah mayat milik Andre. Alia segera pergi begitu saja keluar dari rumah sakit setelah lega mendengar bahwa orang yang ditusuknya pagi tadi sudah mati dan tidak ada yang curiga sedikitpun.

Udara dingin menjadi teman satu-satunya yang dimiliki oleh Alia setelah keluar dari rumah sakit itu. Orang-orang sudah jarang terlihat hilir mudik karena jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari, hanya menyisakan tukang nasi goreng dan beberapa lesehan lalapan di pinggir jalan yang masih buka menunggu dagangan mereka habis. Perutnya mulai berbunyi karena memang ia hanya makan nasi sebelum berangkat menjajahkan dagangan tahu petisnya tadi pagi.

"Bang pesan satu ya... nasi goreng spesial yang banyak pokoknya," ucap Alia kepada warung nasi goreng samping rumah sakit yang terlihat masih buka.

"Siap neng... ditunggu bentar ya."

Segera kang nasi goreng itu menyiapkan satu porsi jumbo untuk Alia yang terlihat lemas kelaparan. Bau dari bumbu-bumbu yang tercampur mengingatkannya kepada nasi goreng yang selalu ayah bawakan sepulang kerja sewaktu ia masih kecil. Samar-samar kenangan masa lalunya membuatnya tertawa tipis di tengah gelapnya malam kemudian ia teringat kunci gerbang rumah Rani yang dibawanya disaku.

"Oh iya... kemaren kan gue yang nutup gerbang, harusnya ada kunci di..." belum sempat ia menyelesaikan gumamannya. Terdengar suara gemerincing kunci setelah ia meraba saku di baju milik Rani yang sedari kemarin dikenakannya itu. Akhirnya ia menemukan tempat dimana ia bisa bermalam dengan tenang. 

"Ini ya neng, nasi goreng jumbo spesialnya." Antusiasnya terhadap nasi goreng itu meningkat setelah hidangan tersebut sudah siap disantap di tengah dinginnya malam.

"Makasih ya bang," ucapnya malu-malu menyantap makanannya.

Setelah membayar 12 ribu untuk nasi goreng itu, Alia segera pergi menuju rumah Rani yang mungkin membutuhkan waktu sekitar setengah jam berjalan kaki. Berharap ia dapat menemukan ketenangan disana ditengah hidupnya yang sudah terlalu kalut dalam beberapa hari terakhir.

Di sisi lain, mama Alia terlihat mengomel sepanjang malam kepada Winda menanyakan perihal kakaknya yang kabur lagi. Bahkan ia terlihat menyumpah dan mengutuk Alia di depan adik tirinya, mungkin jika mamanya tersadar ia akan merasa kehilangan Alia yang kabur.

Jalanan malam tetap terlihat terang walaupun hanya diterangi oleh lampu jalan yang berjejer-jejer di kedua sisi. Sudah beberapa menit ia berjalan menuju rumah Rani dan terlihat bergegas ketika merasa bahwa tempat tujuannya sudah sangat dekat. Dari kejauhan terlihat sebuat rumah berwarna coklat di persimpangan jalan, tidak ada lampu yang menyala disana. Rumah itu seperti sebuah rumah hantu yang sudah lama ditinggalkan oleh pemilikya.

Kunci segera dikeluarkan oleh Alia dari dalam saku, dan ia dengan mudah membuka gerbang yang berukuran tidak terlalu besar itu. Suasana berbeda segera ia rasakan apalagi setelah ia mendengar sedikit suara gorden yang terlihat sedikit terbuka di lantai dua, seperti ada yang mengintip dari atas tetapi tidak ia hiraukan.

"Aku harus berani," gumamnya dalam hati dan bergegas memasuki rumah. Hal tak terduga pun terjadi segera setelah ia membuka pintu rumah Rani, terlihat sesosok bayangan di atas meja ruang tamu. Alia hanya berdiri mematung melihat sosok yang disinari oleh cahaya bulan malam itu.

Alia dan SemestanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang