11. Selamat Tinggal

446 257 148
                                    

Sudah tiga hari semenjak kejadian malam itu, satu kata yang tepat untuk mengungkapkan kondisinya saat ini adalah hancur. Dalam penculikan yang melibatkan dirinya ditambah dengan beberapa anak remaja lainnya, mereka semua dibawa ke luar pulau hendak diperdagangkan dengan koneksi Lena di luar negri. Sebuah perusahaan ilegal turun temurun dari empat generasi sudah dijalankan oleh keluarga Lena, memang perusahaan ini tidak diketahui oleh masyarakat sekitar tetapi memiliki nama tersohor di belahan bumi lainnya.

Mulai dari jual-beli barang terlarang seperti narkoba, senjata, kendaraan hingga perdagangan remaja dan anak dibawah umur. Bahkan mereka juga menjadi bandar perjudian terbesar di dunia seperti di Macau atau Las Vegas. Selain itu, mereka juga melayani para pembunuh bayaran dalam menyediakan keperluan-keperluan dalam misi rahasia pihak pemerintahan untuk membasmi para pemberontak negara. Saking eksisnya keberadaan mereka, tidak ada yang berani mencampuri segala urusan ilegal yang sering mereka lakukan.

Hari ke-4

"Perhatian, sekarang kita sudah berada di pelabuhan dan kalian akan segera keluar dari negara ini untuk diperjualbelikan, hahahaha." Gelak tawa terdengar dari kumpulan geng Lena. Terlihat para remaja memakai penutup mata dan baju seragam berwarna hitam, mereka mulai dialokasikan dari truk menuju kapal besar bertuliskan MUJER yang mengangkut kontainer berisikan berbagai macam benda ilegal.

Total keseluruhan remaja yang siap diperdagangkan adalah sembilan orang terdiri dari tujuh perempuan berumur kisaran 15-18 tahun dan 2 laki-laki berumur masing-masing 17 dan 18. Sudah tiga hari mereka bersama-sama dalam perjalanan darat menuju ujung pulau lain dalam alokasi ke sebuah pelabuhan pribadi milik keluarga Lena.

"Al lo udah siap kan?" Ucap Shania salah seorang remaja berumur 18 tahun yang sedari awal sudah memiliki rencana untuk kabur.

"Apa lo yakin kita bisa kabur?" Tanya Alia balik mempertanyakan tekadnya.

Tidak terlihat raut muka sedih ataupun takut di wajah Shania yang tertutup oleh penutup mata, ia merupakan remaja dengan tubuh tinggi dan memiliki fisik yang kuat seperti lelaki. Maklum karena ayahnya adalah seorang tentara yang selalu melatih berbagai keterampilan saat ia masih hidup.

**

"Akhirnya pengiriman tahun ini ke Jepang lancar ya bos," ucap Rendy sebagai kaki tangan Lena.

"Dengan ini kita membuka peluang untuk bekerjasama dengan Jepang, beberapa tahun lagi setiap negara besar harus memiliki koneksi erat dengan kita." Gelak tawa Lena terdengar angkuh setelah memberi sedikit pidato kepada para pekerjanya ketika melepas kepergian kapal besar mereka.

Mereka terlihat bersorak sorai dan segera kembali ke ibukota mengendarai mobil yang tersedia di pelabuhan, pekerjaan yang lebih besar lagi sedang menunggu mereka.

**

Sementara keadaan di kapal sangatlah sepi dan sunyi, hanya terdengar deburan ombak yang menerpa kapal laut megah itu. Terlihat beberapa personil membawa senjata dan berpatroli keliling kargo tempat kontainer berada.

"Aman deh keknya, siapa juga mau nyolong disini." Ucap seorang personil dengan tubuhnya yang gendut.

"Bener juga sih lo... ya kali tiba-tiba ada ikan hiu nongol minta mobil," tambah temannya dengan gelak tawa yang berlebihan.

Para tahanan berada di dalam badan kapal, mereka dikurung dengan mata tertutup lalu tangan dan kaki yang terborgol di dalam penjara yang masing-masing berisi tiga orang. Kecerdikan Shania memang tidak perlu diragukan lagi, bahkan ketika ditangkap ia sudah menyiapkan jepitan kertas dan peniti untuk membuka borgol. Hanya saja masalahnya sekarang adalah penutup mata yang tidak bisa dilepaskan dengan mudah lantaran mereka semua tidak bisa bergerak bebas.

"Al berapa lama kita udah berlayar?" bisik Shania dalam hening.

"Mungkin baru sepuluh menit deh, lo masih denger kan ada ombak nabrak kapal," jelas Alia.

Secara tiba-tiba Shania mulai berteriak memanggil para penjaga sembari berfikir tentang langkah selanjutnya. "Woyyy... abang yang di atas," yang lain pun merasa takut sehingga mereka pun menyuruh Shania untuk diam dengan isyarat.

"Woyyy... gendut jelek sialann, sini dongg gue laper nihh," teriaknya semakin kencang.

"Bangg... awas bangg disini becek, keliatannya kapalnya bocor deh." Tambah Alia membuat beberapa penjaga segera berlarian ke bawah badan kapal tempat mereka dikurung.

"Bocah pada ngapa ya," keluh salah satu penjaga hendak turun kebawah.

Sesaat mereka bertiga berdikusi terlebih dahulu untuk memutuskan siapa yang akan turun dan si gendut lah yang terpilih untuk mengurusi para tahanan di bawah. Krekkk... terdengar suara pintu yang terbuka dan membawa sedikit cahaya matahari.

"Kenapa pada rame sih... lo kira disini tempat penitipan anak apa," keluh si gendut.

"Bang sini deh... coba liat becek gak disini," ucap Shania membuat si gendut bergegas menghampirinya. Penjara bambu berukuran 3x3 meter itu memiliki celah-celah lebar di antara jerujinya sehingga kepala orang dewasa pun bisa menyelinap masuk dengan mudah seperti yang dilakukan si gendut guna memeriksa kebocoran.

"Mana sih?" Tanyanya kepada Shania yang sekarang berada tepat di depannya.

"Coba lo masuk lagi deh, sini di samping kanan gue bocornya." Kepalanya yang sudah masuk sebagian terlihat berusaha menuruti perkataan Shania hingga badannya pun terjepit di antara jeruji bambu tidak bisa keluar.

"Mampus lo kejepit," seru Shania sontak membuat teman-temannya tertawa terbahak-bahak.

Tanpa menunggu si gendut berteriak meminta pertolongan, kepala Shania langsung membentur kepala si gendut dua kali hingga pingsan -seperti di film-film-. Penutup matanya menjadi renggang setelah guncangan dan akhirnya copot. "Yess, gue berhasil," gumam Shania.

Dengan cekatan ia berusaha menjatuhkan peralatan yang diselipkan di antara rambut lalu menggigitnya dan membuka borgol kakinya dilanjut tangannya. Memang tidak terlalu sulit karena ia sendiri sudah bakat dalam membobol gembok-gembok di sekolahnya dulu.

"Gue udah bebas nih," sambil membuka penutup mata Alia.

"Ihh... terharu banget gue, lo bakat banget sih jadi maling." Seru Alia sambil tertawa terpingkal-pingkal. Sudah lama rasanya tidak melihat Alia sebahagia itu, bener gak?

Kebetulan si gendut lah yang membawa kunci-kunci untuk membuka gembok di penjara sehingga Shania tidak perlu kesusahan untuk keluar dari sana. Orang ketujuh, kedelapan dan yang terakhir sudah lepas dari borgol siap-siap untuk segera keluar dari penjara. Misi pelarian ini hanya diketahui oleh Shania dan Alia, karena mereka tahu bahwa tahanan lainnya sudah kena mental ketika diculik sehingga mereka hanya pasrah dan tidak ingin kabur.

"Eh... kenalin ya nama gue Alia," ucap Alia sambil menjulurkan tangannya kepada salah satu remaja lelaki dengan paras tampan dan tubuh jangkung mirip artis Korea.

"Udah nanti aja kenalannya," ucap perempuan disamping lelaki itu terlihat sinis.

"Oh iya... kenalin ya gue Rafael, panggil aja Rafa gak papa kok." Jawabnya dengan senyum manis selebar selat Sunda dan bersambung.

Alia dan SemestanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang