5. Rumah Sakit

544 330 379
                                    

Sebuah kecelakaan naas itu mengundang perhatian banyak warga di sekitar tempat kejadian. Mobil polisi dan ambulans berdatangan di persimpangan itu, dan mobil fortuner putih terlihat remuk di bagian depan setelah terguling beberapa kali. Bahkan terlihat beberapa warga yang bergotong royong untuk membalikkan mobil ke posisi semula, guna mengeluarkan ketiga korban dari dalam.

Tante Rini dan Rani pingsan tak sadarkan diri dengan banyak darah mengalir terutama dari bagian kepala, sedangkan Alia yang duduk di kursi tengah masih sadarkan diri dan gemetar ketakutan. Nasib baik memang sedang memihaknya, ia hanya menerima sedikit luka gores di tangan karena di mobil tadi ia terlihat sedang memeluk boneka besar yang baru saja didapatkannya.

"Tolong! Tolong! Rani dimana?" Ucap Alia lirih kepada petugas rumah sakit yang sudah memasukkannya ke ambulans.

"Tenang ya kak, yang lain baik-baik saja kok jadi tidak perlu khawatir," terdengar petugas itu menenangkannya.

Dua ambulans dan satu mobil pribadi segera berpacu dengan waktu menuju rumah sakit terdekat, sedangkan penumpang di kedua mobil lainnya terlihat hanya memiliki luka ringan.

"Sorry Len, gue gak bisa buntutin mereka," suara rekan Lena terlihat letih dan sedikit putus asa.

"Ha? Kok bisa sih, lo gimana sih Ren," bentakan Lena terdengar jelas di hp milik Rendy -rekannya-, memang mereka berdua sudah lama mengincar keberadaan Alia jauh-jauh hari sebelum Lena bertemu langsung dengan Alia di pagi itu.

"Mereka tadi nyerobot lampu merah, habis itu gue gak bisa lewat gara-gara ada kecelakaan," jelas Rendy agar Lena tidak meneriakinya lagi.

"Coba lo pastiin deh, kalau ternyata itu mobil mereka berarti sekarang lagi di rumah sakit dong," perintah Lena langsung menutup telepon.

Persimpangan itu segera ditutup dan diadakan pengalihan jalan guna olah tkp sehingga mengharuskan Rendy untuk keluar dari mobil memastikan siapa korban kecelakaan itu. Matanya terbelalak kaget setelah melihat dari kejauhan bahwa mobil putih yang baru saja dibuntutinnya terlihat hancur di bagian depan. Bergegas ia membuka hpnya lagi untuk memberitahu Lena.

"Len... mereka kecelakaan, gue langsung ke rumah sakit ya?" Suara Rendy terdengar parau.

"Udah gak usah, nanti aja kita pikirin lagi," jawaban Lena membuat Rendy kembali ke mobilnya dan pulang ke rumahnya.

Segera setelah tante Rini dan Rani yang terluka parah sampai di rumah sakit, mereka langsung dilarikan ke UGD sedangkan Alia hanya di opname dalam sebuah ruangan biasa. Keringat deras terlihat mengucur dari keningnya, sambil membawa boneka besar yang menyelamatkannya dari benturan tadi.

"Kak... istirahat dulu ya," terdengar suara perawat samar-samar yang langsung menyuntikan bius penenang di lengan Alia, seketika ia pun terlelap dalam beberapa detik.

Suasana pun terlihat sangat berbeda di UGD, para dokter yang seharusnya beristirahat ingin pulang harus berjibaku untuk menyelamatkan kedua korban kecelakaan. Dokter senior pun terlihat langsung memerintahkan untuk melakukan operasi malam itu setelah dilakukan analisa terhadap luka.

Jam dinding terlihat berdetak semakin cepat menunjukkan pukul tiga pagi dini hari. Belum terlihat tanda-tanda bahwa operasi akan berjalan sukses, sedangkan Alia terlihat masih terlelap semalaman dengan infus di tangan.

"Sepertinya otak bagian kiranya rusak parah dok," suara asisten perawat memberitahukan informasi kepada dokter. Tenaga medis yang hanya berjumlah enam orang itu berjibaku selama berjam-jam untuk menyelamatkan dua korban kecelakaan yang terluka parah itu, hanya saja dokter senior yang memimpin operasi terlihat tidak percaya diri untuk menyelamatkan nyawa tante Rini.

Kabar kecelakaan tadi malam sempat masuk berita di televisi dan membuat mama Alia sedikit shock ketika mengetahui korban yang dievakuasi dari dalam mobil ternyata anaknya. Kejadian itu terjadi sangat larut malam sehingga percuma saja jika ia hendak pergi ke rumah sakit, karena memang tidak ada tranportasi umum yang beroperasi.

"Winda... ikut mama ya nak," terdengar suara mama Alia yang sedang berada di dapur menyiapkan sarapan pagi harinya.

"Emang mau kemana ma?" Ia terlihat menguap selebar-lebarnya baru terbangun dari tempat tidur.

"Udah ikut aja, kamu cepetan mandi sama sarapan yaa."

"Yaudah tungguin ya maa."

Entah apa yang berada di pikiran seorang ibu ketika melihat anaknya terkena musibah, mama Alia dan adiknya sudah berada di rumah sakit pagi-pagi sekali. Terlihat raut wajah keriputnya sangat resah dan kebingungan setelah mendengar kabar semalam.

"Permisi, ingin menanyakan ruangan Alia yang baru masuk rumah sakit kemarin malam karena kecelakaan," tanyanya kepada salah satu staf di meja resepsionis.

"Ruang Mawar 218," terdengar jawaban singkat.

Ia segera mencari ruangan yang ditunjukan oleh resepsionis itu, memang sudah beberapa kali mama Alia berada di rumah sakit itu sehingga tidaklah sulit untuk menemukan ruangan dimana Alia dirawat.

Ceklekk

Terdengar suara pintu yang terbuka, terlihat dari baliknya sosok Alia yang sudah siuman tetapi terlihat sangat lemas karena shock.

"Kakak!!" Teriak Winda segera masuk dan memeluk Alia yang terbaring lemas.

Sedangkan di kamar lain tante Rini dan Rani berhasil dalam operasi mereka, hanya saja dokter masih belum yakin bahwasanya ia masih dapat bertahan hidup beberapa hari kedepan karena memang otaknya mengalami kerusakan yang cukup parah akibat benturan benda tumpul.

Air mata mulai mengucur keluar sedikit demi sedikit dari mata Winda, sayup-sayup terdengar gumaman mereka berdua meninggalkan mama mereka yang berdiam terpaku di dekat pintu.

"Kamu!!" Terdengar suara mama Alia dengan nada tinggi sambil menunjuknya dengan jari telunjuk.

"Coba aja kalau kamu kemarin jualan, pulang ke rumah, gak maen ke temen kamu si Rani itu... lihat kan sekarang jadinya gimana." Teriaknya garang terdengar sampai ke ruangan lain.

"Ma-maaf ma, Alia kemarin kabur dari rumah," suaranya terdengar lemah.

"Udah gak ada kata maaf, dari dulu kamu cuman bisa minta maaf terus."

"Tapi ma..."

"Gak ada tapi-tapian, ayo sekarang kita pulang kerumah. Biaya rumah sakit itu mahal, kita itu miskin, mau buat makan aja susah apalagi bayar pengobatan." Tambahnya semakin garang terlihat seperti singa kelaparan.

Adiknya tidak bisa membelanya sedikitpun, karena sudah permintaan Alia kepadanya supaya tidak melawan mama yang sedang memarahinya.

"Tapi, Alia kan masih diinfus ma..." Mamanya yang memang terlihat tidak peduli sedari awal langsung mencabut infus di tangan Alia.

Alia dan SemestanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang