Memang ketika makan malam biasanya ada dua atau tiga orang yang sedang berpatroli mengelilingi kamp, tetapi baru kali ini ada sesuatu yang membuat mereka melepaskan tembakan.
"Alif!" Teriak Pablo kencang, karena memang jatah Alif untuk berpatroli sekarang.
"Carlo!" Teriaknya lagi kepada seorang pemberontak yang masih memiliki ikatan keluarga dengannya.
Suasana menjadi hening seketika setelah tembakan yang mereka dengarkan sudah menghilang senyap dalam kegelapan hutan. Bibi Ani dan Anggun pun ikut bersiaga dengan pistol mereka, sepertinya setiap kepala di kelompok ini harus menguasai setidaknya teknik untuk membela diri ketika berada dalam ancaman salah satunya menggunakan senjata.
"Valentina, bawa anak-anak masuk dan lindungi mereka!" Perintah ketua dengan tegas.
"Aku ikut bersama kalian, lagipula aku sudah bisa menggunakan senjata." Tukas Shania.
"Sekarang bukan giliranmu, percuma jika kau mati sia-sia sekarang, cepat ikuti Valentina!" Teriak lelaki berdarah dingin itu garang, sebelum ia menerima amukan dari bosnya. Valentina sudah menggiring mereka berdua ke tempat aman, walaupun anak mantan jendral itu masih sedikit melawan.
"Bos formasi bertahan ya, bibi Ani sama bibi Anggun jaga di sini jangan sampai kelihatan!" Perintah Zidny kepada juru chef mereka yang memang memiliki kemampuan tidak begitu bagus dalam hal tembak-menembak.
"Arsyi lo muter-muter di sekitar kamp ya!" Tambahnya.
"Ayo Tegar, Zidny kita keliling hutan!" Teriak Pablo berlari meninggalkan kamp diikuti oleh Tegar dan Zidny yang masih mengatur posisi bertahan teman-temannya.
Ketiga orang itu perlahan memasuki hutan di belakang kamp tentunya dengan waspada, memang badan Zidny tidak sekekar bosnya ataupun Tegar, temannya. Ia hanyalah seorang lelaki kurus dan cungkring yang hanya tamat sekolah, tetapi masalah ketanggapan dan keberanian ia menjadi nomer satu di kelompok itu.
"Cungkring, geser dikit napa." Bisik Tegar tidak nyaman karena Zidny menempel badannya.
Maklum saja karena hutan itu sangatlah gelap dan lebat dengan jalan setapak yang hanya muat untuk satu sepeda motor atau setara dengan dua orang. Bahkan terlihat Zidny hampir terjelungup ke semak-semak beberapa kali kali berdesakan dengan Tegar.
"Woy gendut, geser dikit dong, samping kiri lo masih luas tuh." Zidny mulai naik pitam setelah kesekian kalinya ia hampir terjelungup ke semak-semak sambil berjalan menyisir hutan.
"Kalian berdua bisa diem gak sih, kalau beneran ada musuh bisa mati kita." Tegas Pablo yang berada di sisi paling kiri, mereka memang harus berjalan beriringan sambil menghadap sisi kanan, kiri dan depan untuk mengetahui musuh yang datang tiba-tiba.
Dordordorrr
Dordordorrr
Sempat terdengar beberapa kali lagi suara tembakan tak jauh dari tempat mereka berada sekarang, membuat mereka lebih waspada dan mengurangi kecepatan jalan.
"Nunduk jangan lupa," ucap Pablo mengingatkan supaya mereka jalan sedikit berjongkok supaya posisi mereka tidak diketahui musuh dengan mudah.
Kondisi gelap memang sedikit menguntungkan mereka, tetapi tidak lama mulai terlihat padang rumput kecil yang disinyalir sebagai asal suara tembakan. Sedangkan sisa kelompok yang berjaga di sekitar kamp juga bersiaga penuh karena ditakutkan bahwa kelompok Lena sudah mengetahui akan keberadaan mereka di dekat pelabuhan.
"Setelah kita masuk padang rumput di depan, langsung nunduk ya." Suara Pablo lirih memberikan perintah, tetapi mereka berdua tidak akan mematuhinya lantaran sudah terlihat sosok bayangan berbadan besar sambil menembaki mereka dengan senapan berondong.
Dorrdorrdorrdorr
"LONCATT!" Teriak Zidny, segera mereka bertiga berlindung di semak-semak hutan sambil menunggu momen yang tepat untuk menembak jatuh sosok misterius tersebut. Tembakan berhenti tetapi sosok itu masih terlihat mematung di ujung jalan setapak menuju padang rumput kecil.
"KELUAR SINI!" Teriaknya membelah hutan di malam hari.
Suara langkah terdengar semakin mendekati mereka bertiga sambil menembakkan beberapa peluru ke semak-semak, beruntung mereka bertiga masih aman-aman saja. Diantara kebingungan menunggu musuhnya untuk datang atau langsung menembak balik, Pablo pun memutuskan untuk melempar bom asap ke arah sosok bayangan itu.
Ceshhhh
Asap mulai mengepul memenuhi area disitu, "ZIDNY TEMBAK!!" Teriak Pablo kencang memanfaatkan keberanian lelaki cungkring itu. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun ia berdiri dan segera loncat ke sisi lain semak-semak tempat Pablo berada sambil menembakkan beberapa peluru ke bayangan yang terlihat samar-samar di tengah kepulan asap.
Brukkk
"Aduhh boss, pinggang gue." Keluhnya setelah melakukan aksi layaknya artis film action.
"Lagian lo ngapain loncat kesini sambil tiduran, lo mau rebahan? Di kasur lah." Ujar bos menanggapi kelakuan anak buahnya, dilengkapi dengan gelak tawa mereka berdua.
Asap mulai menghilang sedikit demi sedikit dan terlihat sosok itu sudah tumbang tergeletak di atas tanah jalan setapak. Tegar yang memberanikan diri mencoba untuk mendekatinya guna memeriksa keadaan musuhnya tersebut.
"Ati-ati lo," Bisik Zidny sekilas ketika melihat temannya mulai melangkah di atas jalan setapak setelah bersembunyi di semak-semak menghindari tembakan.
Badannya bersiaga penuh atas kemungkinan yang akan terjadi, secara perlahan ia melangkahkan kakinya sambil setengah jongkok. Sosok itu sudah tak bernyawa lagi setelah Tegar memeriksa denyut nadi di lehernya, tetapi terlihat samar-samar ia memakai rompi anti peluru dan seragam lengkap layaknya orang yang siap perang. Beruntung peluru Zidny tepat mengenai dahinya yang tidak menggunakan pelindung apapun, mungkin beda ceritanya jika tembakannya hanya mengenai badan.
"Aman ya, udah tumbang dia." Teriak lelaki dempal itu kepada lainnya, membuat mereka berdua keluar dari semak-semak dan mendekat.
Tetapi ancaman masih belum usai setelah terdengar suara langkah kaki Alif dari arah padang rumput. Ia segera menyeka keringat sambil terengah-engah setelah lelah berlari.
"Lo kenapa? Eh iya emang tadi asal suara dari mana?" Tanya Pablo bertubi-tubi.
"Tadi-tadi-tadi gue patroli sama Carlo terus ada sosok bayangan di sono." Jelas Alif dengan nafas tidak teratur sambil menunjuk ke arah lain.
"Tiba-tiba dia nembak kita, akhirnya gue mencar sama Carlo sambil nembak balik." Tambahnya.
"Barusan ada dua orang sih, kalau ini yang satunya berarti yang lainnya kabur dong." Perjelasnya dengan nafas yang mulai teratur.
Sedangkan ia sendiri tidak tahu kemana rekan patrolinya pergi, karena memang kejadian itu sangat kacau dan tidak terduga. Beruntung mereka tidak kenapa-napa dan segera kembali ke kamp setelah melucuti musuh yang baru saja ditembak tumbang.
Kondisi di kamp masih aman-aman saja dan tidak ada sesuatu yang ganjil, Valentina yang menemani Shania dan Alia memberikan mereka sedikit edukasi tentang cara mengendap-endap yang baik.
"Jadi yang penting kita harus tau kondisi ya prof?" Tanya Alia polos.
"Iya Al, seakurat apapun rencana dalam suatu misi tentu kita tidak bisa sepenuhnya mengikuti langkah prosedur. Kan bisa jadi ternyata musuh di tempat lebih banyak atau beberapa kemungkinan yang tak terduga lainnya." Perjelas Valentina singkat.
Tiba-tiba Alia berdiri dan menunjuk ke dinding ruangan sambil berkata, "Hati-hati ada yang datang dari sebelah sana." Ucapnya lemas dan segera pingsan.
Mereka berdua yang tidak memahami kondisi Alia hanya berfokus pada tubuh Alia yang baru saja tumbang, "Angkat ke kasur Shan, pegang kepalanya ya." Pinta gurunya itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Alia dan Semestanya
Teen FictionJangan Ceritakan Kisah Ini!! Bagaimana rasanya menjadi jenius karena kecelakaan yang tidak sengaja? Apa yang akan dilakukan seorang remaja dengan otak super jeniusnya setelah ia menyadarinya? Diawali dengan kisah tak terduga yang dialami oleh seoran...