12. Kehidupan Baru

441 245 121
                                    

"Udah buruan ahh, keburu si gendut bangun." ucap Shania setelah melucuti penjaga itu dan mengambil senjatanya.

"He... bentar deh, emang lo pernah nembak pake senjata itu?" Tanya Alan, lelaki lainnya yang juga merupakan tahanan menunjuk ke senjata laras panjang di tangan Shania.

"Apa gue harus mecahin telor lo dulu biar percaya?" Tantang Shania memasang wajah garang ala wanita Tomb Raider.

Mereka pun segera bergegas untuk keluar dari badan kapal menuju geladak, suasana siang hari sangatlah panas terutama di lautan lepas tak jauh dari pelabuhan. Dengan mudah mereka mengendap-endap keluar bingung entah mau kemana, "Lo udah tau mau kemana, kita lagi di lautan bego." Rengek Alan memasang wajah seperti anak kecil. Karena sudah geram dengan kelakuannya, Alia menyikut perutnya hingga ia terjatuh dan kesakitan di tempat.

"Mampus lo rasain," sahut Shania.

"Harusnya di geladak sebelah kiri ada sampan kecil buat keadaan darurat, lumayan sih bisa muat sembilan orang." Tambahnya menunjuk ke arah kiri kapal, "Dan kalau gak muat lo jadi korban stay di kapal." Ancamnya kepada Alan yang sudah bisa berdiri lagi.

Tidak lupa pintu mereka tutup kembali dan segera berjalan ke arah kiri kapal tanpa suara, memang suasana terlihat sunyi lantaran penjaga di kapal itu tidak terlalu banyak ditambah lagi mereka tentu menganggap bahwa remaja yang terpenjara tidak mungkin bisa melarikan diri. Sampan yang dimaksud oleh Shania sudah terlihat dan teronggok bisu tepat di samping pagar kecil pembatas. Mereka bahu-membahu untuk mengangkat sampan itu dan segera melemparkannya ke laut tapi ternyata sampan itu terikat dengan tali katrol yang mengharuskan mereka untuk memindahkannya dengan tuas mesin katrol yg ada disitu.

"Gimana ini nyalainnya?" Tanya Alia polos sambil memegang tuas kecil disitu.

"Coba tarik ke bawah deh, biasanya langsung otomatis gitu." Ujar Ria, seorang remaja paling tua diantara mereka. Ayahnya seorang tukang excavator atau biasa disebut bego dan alat-alat berat lainnya yang membuatnya tidak asing dengan mesin mainan seperti itu.

Ceklekk... ngengg... Sampan pun secara otomatis diturunkan ke atas permukaan laut dan mereka segera bergegas untuk lompat ke sampan sebelum sampannya semakin jauh turun ke bawah, tetapi suara mesin katrol yang berisik membuat penjaga curiga. Dan terlihat mereka segera bergegas untuk mencari asal suara di sebelah kiri geladak kapal.

"Woyy... mereka pada kabur," teriak salah satu penjaga memanggil teman-temannya yang lain. Seketika mereka bersembilan panik setelah diteriaki oleh penjaga, brukkk... suara orang ketujuh baru saja loncat sedangkan sampan sudah setengah perjalanan ke bawah.

"Cepetann, sini turun semua!" Teriak Rafa kepada Alia dan Shania yang mendapat giliran terakhir untuk loncat ke sampan.

"Alia... lo duluan deh, gue gampang." Suruh Shania sambil mendorong Alia.

"Tapi gue gak berani, sebenernya gue takut ketinggian Shan." Rengek Alia ketakutan.

Para penjaga sudah terdengar ramai berdatangan ke arah kiri kapal, sedangkan Alia masih ragu-ragu untuk loncat ke dalam sampan yang sudah hampir menyentuh permukaan laut. Terdengar sayup-sayup suara teman-teman mereka di bawah memberi isyarat supaya mereka berdua segera turun.

"Alia... maaf ya," ucap Shania polos sambil mendorong Alia dari pingir kapal dengan maksud ia dapat msuk ke dalam sampan dengan teman-teman lainnya. Ahhh... brukk... jeburr... dalam sepersekian detik Alia meluncur ke arah sampan dan kepalanya menatap bagian depan sampan lalu kemudian tercebur kedalam lautan karena memang ia masih belum siap setelah didorong oleh Shania.

Suara katrol segera berhenti dan segera melepaskan kaitnya dengan sampan yang sudah berada di permukaan laut, sedangkan Shania yang merasa bersalah tidak menghiraukan sampan yang mulai berlayar mendekati daratan. Ia segera bersembunyi ke sisi lain dari kapal, apalagi setelah melihat penjaga mulai berdatangan dengan peralatan lengkap. Entah mungkin suatu kebetulan atau tidak, sampan mereka bergerak sangat cepat dibantu dengan ombak yang bisa dibilang lumayan besar.

Para penjaga terlihat pasrah, bahkan beberapa dari mereka hanya membidik dengan senjatanya tanpa menembakkan satu peluru pun.

"Sialann, mereka kabur kan!" Raung ganas salah satu penjaga yang terlihat seperti bos mengenakan pakaian hijau layaknya tentara bertuliskan RICHARD di dada kanannya, mungkin nama panggilannya.

"Mau bilang apa sekarang ke bos Lena?!" Dengusnya kesal. Tanpa berfikir panjang ia segera menembak sampan yang mulai tidak terlihat oleh mata itu hingga peluru di magasinnya habis tanpa mengenai target.

"Ahhhh!!" Suaranya terdengar semakin kesal sambil melemparkan senjata ke anak buahnya. Sedangkan anak buahnya sendiri tidak bisa berkata apa-apa, karena mereka tahu bahwa Lena akan segera menghukum mereka jika mengetahui tahanannya kabur.

Shania hanya terduduk sambil bersembunyi dibalik kotak kayu menunggu momen yang tepat untuk lompat ke laut lepas sebelum daratan menjadi semakin jauh di belakang, hal ini terpaksa dia lakukan lantaran merasa bersalah sudah mendorong Alia dan membuatnya celaka.

"Alia... maaf ya, gue bakal cari lo dan bawa lo ke daratan dengan selamat," gumamnya dalam hati sambil menggenggam erat-erat kalung yang ada di lehernya, sebuah kalung peninggalan milik buyutnya. Setelah melihat para penjaga pergi meninggalkan geladak sebelah kiri, ia dengan segera memanfaatkan situasi dan segera berlari melompat keluar kapal seperti di film-film action.

Jeburrr.... ia segera menyelam untuk menghindari ombak dan kembali ke permukaan, mungkin para penjaga sudah tidak fokus lagi terhadap suara lompatan Shania yang hanya mereka kira sebagai deburan ombak. Tanpa ia sadari, ternyata teman-temannya yang berhasil kabur menaiki sampan meninggalkan sebuah ban karet kecil dengan tali pendek yang terurai. Mungkin maksud mereka adalah memberikan bantuan kepada yang tertinggal supaya bisa dengan mudah kembali ke daratan.

Tangan lemahnya meraih ban karet dan badannya bertumpu mengapung di pinggir laut itu, entah apa yang ada dipikirannya sekarang tetapi Shania terlihat diam sambil memejamkan matanya. "Ahhhh!!" Batinnya memerintahkannya untuk segera bangkit, tapi tubuhnya sudah enggan dan terlihat lemah.

Beberapa saat kemudian, ia segera melihat tubuh yang mengapung setelah melihat sekilas ke arah kiri. Ban yang ia tindihi pun langsung ia lemparkan ke arah tubuh itu dan nihil, tenaga Shania terlalu lemah sekarang untuk sekedar melempar ban karet ditambah lagi ombak yang sewaktu-waktu menerpanya membuatnya harus ekstra hati-hati. Dengan sedikit memaksakan diri, ia berenang ke arah tubuh itu yang memang ternyata Alia dengan genangan darah segar keluar dari kepalanya.

"Alia, Alia," panggilnya lemah. Ia merasa bersalah sekaligus bingung untuk menebus kesalahannya, ban karet yang dibawanya segera ia kalungkan di badan Alia lalu mengikat tali pendek itu ke pergelangan kakinya.

Alia dan SemestanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang