25. Mantan Dokter

257 131 26
                                    

Minuman yang disuguhkan oleh Zidny membuat Valentina menjadi tenang sedikit demi sedikit, hembusan nafasnya mulai teratur sehingga mempermudahnya dalam menyampaikan informasi yang baru saja diketahuinya tersebut.

"Anak buah Lena yang terluka, yang sekarang berada di ruang darurat ternyata tidak mengingat siapa dirinya." Ucap wanita dengan julukan profesor di geng itu.

Semua mata memandangnya dengan tatapan serius dan satu dua pertanyaan seketika terlontar begitu saja dari mulut teman-temannya. "Jadi maksudmu Lena dapat membuat siapa saja lupa ingatan?" Timpal Tegar dengan suara paling keras.

"Kita tidak tahu apa memang Lena memproduksi obat penghilang ingatan seperti yang kita duga atau mungkin ia melakukan cara lain. Kita harus dengan cepat melakukan analisis terhadap tubuh Rafa untuk mengetahui cairan apa yang sudah tercampur dalam darahnya." Jelasnya panjang lebar membuat seisi ruangan mengangguk-angguk sambil termangu.

Mereka tampak kebingungan bahkan dengan spontan bibi Ani menyatakan bahwa kita tidak punya orang yang ahli dalam kedokteran, jangankan untuk melakukan sebuah penelitian, untuk melakukan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan atau disingkat P3K saja tidak semua anggota dapat melakukannya dengan baik.

Keheningan mulai mencekam membuat ruangan menjadi lebih dingin bukan karena AC, tetapi di tengah buntunya mereka dalam melangkah. Hadirlah sosok paman Don disana setelah mendengar sedikit keributan tadinya, "Maafkan aku mengganggu perkumpulan kalian." Ucapnya sontak membuat seisi ruangan terkaget akan kehadirannya yang tanpa suara.

"Ti-tidak paman," celetuk Pablo.

"Aku tahu permasalahan kalian sekarang dan aku memiliki solusinya," tambah paman Don memberikan secercah harapan.

"Tentu kalian takut jika harus berhadapan dengan seseorang yang dapat menghilangkan ingatan kalian tanpa kalian sadari kan?" Tanyanya.

Para pemberontak hanya mengangguk-angguk sambil menyimak harapan apa yang akan diberikan oleh tuan rumah mereka.

"Sebenarnya aku memiliki gelar S3 sebagai dokter syaraf otak, bahkan di masa mudaku sebelum menginjak usia 30 tahun aku sempat bekerja di sebuah rumah sakit besar di ibukota." Lanjutnya membuat geng Pablo mulai terpukau.

"Jadi aku bisa menawarkan bantuan kepada kalian. Oh iya, aku juga ingin memeriksa cara kerja otakmu Alia, sepertinya ada aktifitas aneh disana." Tambah paman Don memberikan tawaran bantuan kepada mereka.

Alih-alih meneruskan perbincangan mereka yang tidak jelas, mereka segera membagi tugas untuk merapikan piring-piring bekas makanan, mencuci mobil dan menyiapkan logistik yang memang sudah disediakan oleh paman Don dan ada yang mengikuti paman Don pergi menuju ruang darurat.

Ruangan itu terbilang lumayan besar dan dapat menampung sekitar lima pasien untuk dirawat sekaligus, dinding putih dengan atap yang juga terlihat putih bersih menjadi pemandangan yang vakum dan kontras dengan suasana di luar ruangan. Berbagai macam peralatan medis juga tertata rapih disana, hingga peralatan untuk melakukan operasi pun dapat ditemukan di ruangan tertutup itu.

Di dalamnya juga terdapat sebuah pintu bertuliskan "RUANG MRI" menuju sebuah ruangan yang lebih kecil lagi untuk melakukan scanning terhadap syaraf dan otot pada tubuh manusia. Bentuknya bundar lonjong memanjang seukuran manusia dewasa, mungkin sekitar dua meter lebih. Dipadukan dengan warna biru dongker di luarnya dan putih salju di bagian dalam.

Ceklekk.

"Mari kita ambil terlebih dahulu sampel darah miliknya," ucap paman Don setelah membuka pintu.

"Rafa! Rafa!" Panggil Valentina membangunkannya dari tidur.

Tubuhnya memang memiliki fisik yang kuat, ia tidak pernah mengeluh sedikitpun kepada wanita berkacamata yang senantiasa menjaganya itu.

"Tampan." Batin Alia sambil tersenyum malu ketika melihatnya mulai membuka mata.

"Huamm, iya ada apa prof?" Suaranya terdengar sedikit serak sambil berusaha untuk duduk di atas kasur.

"Coba ceritakan ingatan terakhirmu!" Ucap Valentina tanpa basa-basi.

"Sebentar, aku ingat ketika diriku berada di sebuah ruangan dan ada sosok wanita yang memberikan arahan kepadaku waktu itu dan kemudian aku menjaga pelabuhan bersama yang lain." Ucapnya terbata-bata sambil berusaha mengingat apa yang terjadi beberapa hari terakhir. Semakin ia berusaha mengingat, semakin terasa sakit kepalanya sekarang bahkan ia seketika menjadi tidak ingat apa-apa.

"Coba sebutkan nama wanita itu!" Pinta paman Don setelah melihat ingatannya yang mulai kalut.

"Sebentar! A-aku tidak mengingatnya." Rintihnya terus memegangi kepalanya berharap ingatannya kembali.

"Siapa namaku?" Tanya Alia membuat seisi ruangan mengalihkan pandangan padanya.

"Apakah kau ingat siapa namaku?" Desaknya.

Pemuda tampan dengan pipi lesung itu hanya terdiam memandang kebingungan remaja seusianya yang sok kenal itu.

"Maaf siapa kamu?" Seketika raut wajah Alia segera berubah, ternyata laki-laki yang ia anggap sebagai 'teman' tidak mengenalnya sama sekali. Wajahnya berubah menjadi merah karena malu, "Aduhh bodoh banget gue ngapain nanya gitu, ntar dikira sama yang lain gue naksir lagi sama Rafa." Batinnya meremas celana hitamnya.

"Sepertinya dia mengalami amnesia paman," simpul Alia mengalihkan perhatian.

Dengan memasang muka menyebalkan untuk menggoda Alia yang mulai salah tingkah, paman Don berdehem kecil entah untuk apa tujuannya. "Baiklah segera saja kita mulai ambil sampel darahnya," ucap Valentina memotong drama itu.

"Sekarang namamu adalah Loco," ucap wanita berkacamata itu sebelum menyuntikkan jarum guna mengambil sampel darahnya.

Paman Don segera menahan tawa kecilnya karena ia mengetahui bahwa Loco sendiri artinya gila dalam bahasa Spanyol. Rafa pun hanya mengangguk-angguk layaknya anak kecil setelah diberi permen tiga butir, dan sekarang semua akan memanggilnya Loco.

"Ahh," teriak Loco sedikit kesakitan sambil berdecak kesal karena Valentina melakukannya dengan kasar.

Darah merah segar yang terlihat keungu-unguan segera dibawa oleh paman Don ke lab pribadi miliknya. "Darah ini warnanya aneh," gumamnya dalam hati setelah melihat tabung suntikan.

Ia segera megambil mikroskop dan sedikit terkaget karena mengetahui bahwa ada virus yang tercampur dengan darah itu, tetapi virus itu terlihat tenang dan tidak ganas. Mungkin di dalam tabung itu mereka sedang melakukan gencatan senjata supaya tidak menyerang antara darah dengan virus.

"Memang benar ada aktifitas yang tidak normal disini, segera bawa dia ke ruangan sebelah, aku akan memeriksa otaknya dengan MRI." Ucap paman Don kepada Pablo yang juga terlihat disana.

Ia segera mendorong ranjang Loco dan memasukkannya ke ruangan yang ditunjuk oleh paman yang sekarang berubah profesi bukan menjadi direktur sebuah pom bensin, melainkan menjadi dokter ahli saraf.

Ceklek.

"Dorong saja perlahan masuk ke dalam mesin itu Pablo." Perintahnya sambil bersiap disisi lain dengan berbagai macam tombol untuk menjalankan mesin itu.

Lelaki dengan jenggot sedikit putih itu mulai menghidupkan mesin MRI miliknya dan segera terlihat kilatan cahaya putih dari dalam mesin lonjong tersebut. Bunyinya tidak terlalu memekakkan telinga, ia hanya mendesing pelan tentu supaya tidak membuat kerusakan pada telinga seseorang yang sekarang berada di dalamnya.

Selan lima menit pun hasil dari rontgen segera keluar dan dokter segera membaca apa yang ia peroleh. Terlihat Alia, Pablo dan wanita berkacamata mulai mendekat kepada paman tidak sabaran ingin segera mengetahui hasilnya.

"Bagaimana paman?" Tanya pak bos dengan nada rendah khas miliknya.

"Sudah kuduga ternyata hasilnya akan seperti ini." Jawab paman singkat.

Alia dan SemestanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang