Alia mulai mencari keberadaan brosur yang ia selipkan di salah satu bukunya, tetapi setelah beberapa menit tak kunjung menemukannya. Tas berukuran sedang dengan warna biru itu pun ia tumpahkan di atas kasur sehingga ia dapat mencari dengan lebih leluasa.
"Coba deh, kelihatannya di buku cetak," gumamnya dalam hati. Kemudian ia membukanya satu per satu dan masih belum menemukannya, bahkan setelah ia beralih ke semua buku tulis yang dibawa ke sekolah tadi pagi juga masih tak kunjung menemukannya.
"Akhirnya... ketemu juga," sontaknya kaget, ia memang menemukan brosur tetapi lebih terlihat seperti brosur ekstrakulikuler milik sekolahnya. "Ah... ini brosur sekolah kemarin," batinnya mulai terlihat kesal.
Setelah hampir satu jam mencari di antara sela-sela buku, ia menaruh badannya yang lentik di atas kasur dengan tumpukan buku berserakan disekitarnya. Terlihat ia sedang berfikir keras sambil mengingat-ingat lagi dimana ia meletakan brosurnya, "Aduh... buku matematika kan dikumpulin tadi, mana gak sempet liat isinya apa." Gumamnya dalam hati, daripada ia kebingungan dengan apa yang dia fikirkan, ia pun menghempaskan tubuhnya di atas kasur dan segera terlelap diantara tumpukan bukunya yang berserakan.
**
Byurr.
Terdengar suara mama Alia yang membawa ember dan menyiramnya dengan bahagia."Dasar anak malas, coba liat udah jam berapa ini!?" Teriaknya bersiap-siap untuk memukul Alia dengan sapu jikalau masih tak kunjung bangun setelah disiram. Dengan spontan Alia terlihat kebingungan dan segera mandi untuk bersiap pergi ke sekolah.
Sialnya ia baru menyadari jika bukunya ikut tersiram tepat setelah mandi, "Aduhh... itu buku sekolah ikut kesiram dong," gumamnya dalam hati sambil menepuk dahi.
Jam sudah menunjukkan pukul 6 kurang dan ia masih belum menyiapkan apa-apa untuk pergi ke sekolah. "Aliaa... masih belum ganti juga kamu!?" Teriak mama menghampirinya dengan membawa sapu.
Plakk...
Suara sapu patah pada pukulan pertama, Alia yang menahan sakit segera berganti baju dan mengambil buku apa saja yang bisa ia bawa. Styrofoam gabus yang biasa ia bawa ke sekolah pun ditinggalkan begitu saja di atas meja ruang tamu. Ia tidak terlihat seperti biasanya, karena mungkin banyaknya pikiran yang bercampur aduk di kepalanya sekarang.
Hanya ada satu hal di otaknya yaitu berlari dan sampai di sekolah, air matanya bercucuran deras mengalahkan keringat yang ia hasilkan ketika berlari. Setelah kelelahan berlari menuju sekolah, ia tiba di kelas dan duduk termangu sambil menangis kencang. Widya yang juga sudah tiba di kelas pun kaget dan segera menghampirinya,"Ehh... kok lu duluan sih yang disini, harusnya gw dong," ucapnya ketus. "Gue lagi nangis Widya, bukannya dihibur malah dikatain dong," ucap Alia dalam hati sambil menangis lebih keras lagi didepannya.
"Sorry sorry... lu lagi sedih ya... kenapa Al? cerita dong!" Hibur Widya menenangkannya. Suara tangis sesenggukan pun semakin terdengar jelas, Alia tidak bisa berkata-kata. Bahkan ia pun tidak tahu apa yang akan terjadi ketika ia pulang nanti lantaran meninggalkan dagangannya di rumah. Sebagai ketua kelas tentu Widya merasa bertanggung jawab, untuk sekarang ia hanya bisa mengelus-elus kepala Alia sambil menenangkannya.
Karena anak-anak di kelasnya mulai berdatangan, Widya segera menyeret Alia menuju kamar mandi untuk membersihkan bekas tangisannya."Ihh... ingus lu mau jatuh tuh!" Teriak Andre sambil tertawa terbahak-bahak. Memang ia dikenal sebagai kompor dalam masalah bullying murid di sekolah, teman-temannya yang lain pun ikut tertawa dengan sahut-sahut ejekan juga terdengar.
Teng.
Teng.
Bel masuk sudah terdengar dan mereka berdua bergegas kembali menuju kelas, Rani yang sedari tadi menunggu sahabatnya segera menghampirinya di pintu kelas."Kenapa? Ada apa lagi sama mama?" Suaranya terdengar sedikit serak tanda bahwa ia turut bersedih. Belum sempat Alia menjawab pertanyaan dari temannya, terlihat bu Anggun sudah memasuki kelas dengan perasaan marah.
"Ini buku tulis milik siapa?" Teriaknya menggelegar tanpa mengucapkan salam. Alia yang masih bersedih dengan mata merah dan sedikit bengkak hanya terpaku melihat buku pink dengan gambar hello kitty di tangan bu Anggun. Semalam ia sempat berfikir bahwa brosurnya masih terselip di buku matematika, apakah memang seperti itu kenyataannya dan kenapa bu Anggun terlihat sangat marah sekali.
"Maaf bu, itu buku saya," suara Alia terdengar serak dan ketakutan.
"Baiklah, saya tunggu kamu di ruang BK pada jam istirahat." Tegas bu Anggun menunjuk Alia
"Baiklah anak-anak, kita lanjutkan pelajaran kemarin tentang ....." Alia terlihat semakin bingung sehingga ia tidak bisa lagi mendengarkan penjelasan bu Anggun tentang materi baru. Bahkan ia sendiri masih penasaran apa isi buku matematikanya sehingga ia harus menghadap lagi ke ruang BK. Mungkinkah ada hubungannya dengan brosur yang ia terima dari wanita berkacamata hitam kemarin pagi?
Satu jam setengah terasa sangat cepat karena memang Alia tidak sedetikpun menaruh perhatian kepada pelajaran matematika di jam pertama dan geografi di jam kedua. Dengan perasaan takut ia segera menuju ruang BK dan menghadap bu Anggun.
"Selamat pagi bu." ucapnya dengan gagap.
"Apa maksud kamu dengan brosur ini?" Teriak bu Anggun marah.
"Saya tidak paham maksud ibu apa." Jawabnya polos sambil menunduk.
"Kamu masih pura-pura bodoh? Coba lihat brosur ini! Lalu jelaskan kepada saya, apa maksudnya ini!?" Pinta bu Anggun kepadanya sambil memberikan buku tulis berwarna pink itu. Seketika Alia tertegun dengan brosur yang baru saja ia ketahui isinya apa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Alia dan Semestanya
Novela JuvenilJangan Ceritakan Kisah Ini!! Bagaimana rasanya menjadi jenius karena kecelakaan yang tidak sengaja? Apa yang akan dilakukan seorang remaja dengan otak super jeniusnya setelah ia menyadarinya? Diawali dengan kisah tak terduga yang dialami oleh seoran...