3. Rumah Baru

602 350 218
                                    

Alia sungguh terkejut karena ia tidak mengira bahwa brosur yang didapatkannya dari wanitu kemarin adalah sebuah undangan untuk bekerja di sebuah klub malam."Kamu itu masih anak sekolah, jangan aneh-aneh!" Teriak bu Anggun dengan wajah garang. Matanya yang barusaja kering kembali mengeluarkan air mata, ia bahkan tidak bisa berkata apa-apa dan hanya bisa menggelengkan kepala dengan wajah pasrah.

"Kenapa aku menyimpan brosur itu kemarin," sesalnya dalam hati. Dengan meninggalkan dagangan di rumah saja sudah menghancurkan harinya ditambah dengan panggilan ke ruang BK apalagi ia melakukan kesalahan yang tidak sengaja.

Surat peringatan disodorkan kepadanya yang berisikan sebuah perjanjian ditambah dengan skors selama 14 hari dan yang paling parah adalah salah satu orang tua diharuskan untuk menghadap ke ruang BK. Runyam sudah hari rabunya, masalah demi masalah berdatangan tanpa adanya solusi untuk menyelesaikannya bak banjir bandang yang menyapu kota seisinya. Bahkan suara bu Anggun sudah mulai terdengar samar, telinga Alia lebih memilih untuk tidak mendengarkannya sama sekali.

Dengan muka merah, Alia berjalan lunglai kembali ke kelas sambil memikirkan entah apa yang akan dilakukannya nanti sepulang sekolah.

"Apa yang terjadi Alia?" Bisik Rani kepadanya. Tidak ada jawaban yang terdengar, hanya terlihat ia termangu memikirkan masalahnya."Alia... apa kamu sakit, nak?" Suara Pak Randi membuyarkan lamunanya, ia sendiri dikenal memiliki suara lembut dan guru paling ramah di sekolah.

"Tidak pak, saya baik-baik saja," ucap Alia lirih sambil berusaha untuk tersenyum.

"Baiklah kita lanjutkan, kemudian perang dunia kedua berakhir pada tahun 1945 setelah Adolf Hitler berhasil dikepung di markas pertahanan pribadi miliknya di Berlin, Jerman."

"Rani... mungkin aku akan membutuhkan bantuanmu setelah ini," bisik Alia kepada teman sebangkunya itu. Ia hanya mengangguk-angguk menantikan cerita Alia hari ini.

Hari memang terasa lebih lama dari biasanya ditemani dengan perasaan campur aduk. Rani pun berusaha berkali-kali untuk menghiburnya tetapi hasilnya nihil, ia tetap murung."Tapi lo janji kan nanti cerita ke gue Al?" Desak Rani. "Iya... udah nanti aja deh kalau udah pulang sekolah," bujuk Alia.

Memang wajahnya tidak semuram tadi pagi, karena ia dikenal sebagai anak yang kuat secara mental dan fisik. Bahkan pernah pada suatu malam ia direndam oleh mamanya hingga hampir pingsan, tetapi keesokan harinya ia tmasuk sekolah etap seperti tidak terjadi apa-apa dan baru bercerita kepada Rani beberapa hari kemudian. "Jangan khawatirkan aku," ucap Alia setiap selesai bercerita kepadanya.

Tidak jarang juga Rani mentraktir makanan di kantin sekolah selain untuk memberikan dukungan moral kepadanya juga terkadang memang Alia tidak sarapan di rumah. Sebagai seorang sahabat yang sudah mengenalnya sedari kecil , sudah merupakan kewajiban untuk menghiburnya di masa-masa sulit hidupnya.

Perasaan menjadi lega seketika setelah mendengar bel sekolah, murid-murid di kelas segera berhamburan keluar menuju gerbang hitam besar yang sudah terbuka lebar di sebelah selatan sekolah.

"Lo tadi mau cerita apa?" ucap Rani sesaat sebelum mereka berdua keluar dari kelas.

"Jadi gue tadi kabur dari rumah, sebenernya gak sengaja sih Ran. Tapi gue lagi marah aja gara-gara tadi pagi disiram, mana buku gue kena lagi," jelas Alia.

"Terus lo gak mau balik ke rumah habis ini?"

"Gak deh... makanya gue butuh bantuan, boleh gak gue tinggal bentar di rumah lo?"

"Ya boleh aja sih, nanti gue bantu bilang ke mama," jawab Rani. "Kan lo sahabat terbaik gue," tambahnya sambil memeluk Alia dengan erat.

Mereka keluar dari sekolah dan berjalan ke rumah Alia yang memang berjarak beberapa blok dari sekkolah, terlihat pohon-pohon rindang dan sedikit hamparan sawah di samping kanan jalan. Orang-orang juga terlihat lalu lalang dengan sepeda motor mereka di jalan yang dapat dibilang tidak terlalu besar itu, beberapa saat kemudian mereka mulai melihat kompleks perumahan. Dari rumah yang hanya satu lantai dan berdinding bambu hingga rumah empat lantai megah dengan taman mini di dalamnya menjadi pemandangan selama perjalanan hingga mereka tiba di rumah Rani yang terdapat di ujung jalan.

"Rani... mama mau ke mall nih sekalian belanja, mau ikut gak?" tawar mama Rani yang kebetulan terlihat ingin keluar rumah membuka pagar. Dengan malu-malu Alia menunjukan batang hidungnya dan menyapanya. 

"Tante Rini, apa kabar?" Sapa Alia dengan wajah riang.

"Eh... ada Alia? udah lama banget tante gak lihat kamu, kemana aja?" Sapanya balik dengan hangat.

Wanita berumur 36 tahun itu memang dikenal lembut kepada semua orang, dengan paras cantik dan lekuk tubuh langsingnya sudah tentu ia menjadi bunga desa ketika remaja dulu. Memang sudah lama mereka saling mengenal karena ketika masih duduk di sekolah dasar Rani setiap hari selalu dijemput oleh tante Rini.

"Ayo masuk dulu, tunggu bentar ya... tante buka gerbangnya," tambahnya sebelum Alia sempat membalas sapaannya.

Sebuah taman kecil di depan rumah terlihat rindang dan anggun, menjadikan rumah dua lantai milik keluarga Rani semakin indah. Suara ikan-ikan sedang berebutan makanan terdengar riuh dari dalam kolam ikan di taman, hati Alia merasa sejuk dengan melihat pemandangan yang jarang ia lihat ini.

"Alia, kenapa air mata lo keluar lagi?" Bisik Rani.

"Maaf Ran, gue lagi bener-bener seneng aja sama pemandangan di rumah lo," jawabnya terlihat mengusap air mata di atas pipi cekungnya.

Tatanan rumah yang rapi memperlihatkan bahwa tante Rini merupakan ibu rumah tangga yang rajin dan telaten, meskipun papanya tidak terlihat di rumah karena memang ia bekerja sebagai tentara dan jarang pulang.

"Ma... Rani pagi tadi barusan kabur dari rumah, boleh gak dia tinggal sementara disini? Dia lagi banyak masalah soalnya," bisik Rani kepada mamanya sesaat setelah mereka bertiga duduk di sofa ruang tamu. "Alia, emang beneran kamu mau tinggal sementara disini?," tanya tante Rini langsung kepada Alia. "Gak papa kok, lagi pula juga tante cuman berdua disini sama Rani," tambahnya menandakan jawaban positif.

"Makasih tante," ucapnya dengan hati berbunga-bunga sambil memasang senyuman lebar.

"Yaudah, sekarang kalian siap-siap kita mau berangkat ke mall, tante sekalian mau belanja," pinta tante Rini sambil memegang pundaknya. Tanpa menunggu perintah untuk kedua kalinya, Rani langsung menarik tangan Alia untuk segera bergegas ganti baju.

"ini ya... pilih aja baju di lemari," ucapnya sambil menunjuk ke lemari besar yang berwarna biru. Dengan malu-malu Alia yang tidak pernah memakai baju bagus, mengambil sembarang baju yang dilihatnya dalam lemari itu. Tidak butuh waktu lama bagi mereka berdua untuk kembali turun menghampiri mama Rani yang sudah siap di garasi menaiki mobil.

"Ayo naik anak-anak," suaranya melengking bak pemeran ibu-ibu di sinetron di televisi.

Mobil mulai melaju di jalan keluar kompleks menuju jalan besar, ini adalah pertama kalinya bagi Alia untuk naik mobil bagus. Bahkan ia terlihat kedinginan karena AC dalam mobil, mereka pun tertawa renyah dengan kelakuan Alia yang memang menggemaskan. Rumah Rani juga tidak jauh dari pusat kota, sehingga dalam waktu kurang dari 30 menit mereka sudah tiba di mall paling besar di kota. Terlihat tulisan H besar dan beberapa brand yang -Alia baru saja mengetahui nama-nama itu- terpampang di plang depan mall.

"Ayo cepetan kesini Alia," teriak Rani yang terlihat anggun mengenakan terusan putih dengan rambut dikepang dua. Alia yang baru saja menutup pintu mobil segera berlari mendatangi Rani dan mamanya di dekat pintu masuk.

Brukk

Tidak sengaja ia menabrak seorang wanita yang berumur sekitar tiga puluhan."Maaf tante," terdengar lirih suara Alia meminta maaf kepadanya. Karena tertarik dengan suara itu, wanita tersebut menoleh dan menyapa Alia,"Masih ingat tante gak? Gimana keputusan kamu dengan brosur itu Alia?" Seketika Alia hanya terdiam menatap wanita yang tidak asing tersebut.

Alia dan SemestanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang