17. Operasi Dimulai

358 198 9
                                    

Para anggota geng segera menaiki dua jeep yang masing-masing diisi oleh empat orang, sedangkan bibi Ani dan Anggun bertugas untuk menjaga Alia. Bagaikan tentara yang siap perang mereka sudah mengenakan kostum hitam mereka dengan gambar trisula di punggung seperti senjata setan di beberapa mitos.

"Ayo jalan sekarang!!" Teriak Pablo kepada supir jeep, Zidny dan Carlo.

Mereka segera menginjak pedal gas dan berjalan beriringan keluar dari area hutan menyusuri pantai yang memiliki ombak lumayan tenang itu. Dari kejauhan terlihat jelas pelabuhan itu dengan sebuah kapal besar bersandar, mungkin mereka akan melakukan pengiriman lagi.

"Siapkan RPG!!" Perintah bos kepada Tegar yang terlihat sudah siap untuk menembak. Sebenarnya misi mereka hanyalah memasang bom lalu meledakkannya dengan catatan mereka akan melakukannya secara diam-diam, tetapi karena situasi genting mereka menggunakan plan B yaitu dengan sedikit kerusuhan sebelum memasang bom dan meledakkannya.

"TEMBAKK!!" Perintah lelaki itu sambil menunjuk arah pelabuhan.

Jushhh.

Roket pun meluncur tepat ke arah vital pertahanan musuh, mereka tampak berhamburan berusaha menghindarinya. Tetapi sayang mereka tidak bisa menyelamatkan persediaan senjata mereka yang meledak terkena roket.

Bummm.

"Bagus!! Segera menepi sekarang kita akan mulai berjalan!" Teriak Pablo yang seketika membuat dua jeep belok sedikit untuk parkir sedikit ke dalam area hutan.

"Ayo cepat, jangan biarkan mereka pulih! Kita harus menyerang dari dalam hutan." Zidny mengambil alih pasukan karena memang ia yang paling punya otak untuk masalah penyergapan.

Kubu musuh terlihat sedikit kocar-kacir walaupun mereka sudah mempersiapkan pertahanan terhadap serangan dari pemberontak. Zidny dengan hati-hati segera memimpin pasukannya melewati kedalaman hutan untuk menyerang dari belakang tanpa terlihat. Ketegangan pun mulai terjadi ketika mereka mengetahui banyaknya mobil yang berdatangan ke pelabuhan memberikan bala bantuan.

"Sial! Mereka berjumlah sangat banyak," ucapnya kepada anggota tim.

"Ahh, terus gimana dong?" Rengek Tegar mulai mengeluh.

Matahari siang itu mulai condong ke arah barat pertanda waktu sudah mulai mendekati sore hari, mereka masih terlihat berfikir sambil bersembunyi di dalam area hutan. Karena tembak-menembak di malam hari adalah hal yang buruk dimana penglihatan menjadi berkurang.

**

Kondisi di pelabuhan pun juga sangat mencekam karena mereka tampak bingung hendak melakukan apa. Tampak salah satu pemimpin disana sedang menghisap cerutu, ia memiliki tubuh besar sambil mengenakan baret dan kacamata hitam ala tentara. Anehnya ia terlihat tidak panik dalam kericuhan tersebut.

"Bos, kita tunggu disini atau kita kirim pasukan ke hutan?" Tanya salah satu personil LenaCorp kepada Joseph, pemimpin pasukan bertahan di pelabuhan tersebut.

"Jumlah kita banyak, jadi kita bertahan tunggu saja hingga malam hari!" Perintah Joseph sambil menghisap cerutunya. Ia tidak tampak gelisah walaupun sebuah roket hampir saja mengenainya tadi.

Bawahannya segera berlalu dan mengabari yang lainnya supaya mempertahankan perimeter di pelabuhan, bos mereka juga menyesalkan kegagalan helikopter untuk menyerbu kamp milik pemberontak. Jika mereka tadi berhasil tentu para pemberontak sudah tiada sekarang dan tidak akan pernah melakukan operasi.

"Ken, masih ada helikopter gak?" Tanya Joseph kepada asistennya.

"Cuman satu tadi bos, kalau mau lagi ya besok baru datang sih." Jawab asistennya sedikit kecewa. Bosnya pun segera menghisap cerutunya hingga habis lalu membuangnya, dan segera menarik kerah asistennya itu.

"Cepat siapkan pasukan untuk menyerang kamp itu, aku yakin masih ada beberapa orang yang menjaga area itu." Perintahnya sambil menggenggam kerah assitennya yang terlihat sedikit ketakutan itu.

Tanpa disuruh untuk kedua kalinya, assitennya segera mengumpulkan satu grup pasukan dan pergi meninggalkan pelabuhan menuju ke kamp untuk memeriksa markas para pemberontak. Bentuk pelabuhan itu hanyalah seluas tiga lapangan bola, dan hanya muat untuk berlabuhnya dua kapal besar saja.

Hanya pagar kawat yang melindungi dua bangunan besar berwarna abu-abu yang berjejeran, tidak lain dan tidak bukan adalah garasi kapal pengiriman milik Lena. Sedangkan para pasukan yang mempertahankannya hanya menetap di dalam area pagar, sehingga para pemberontak tidak terlalu repot untuk mengurusi musuh.

"Apa kau hafal dimana letak kamp mereka?" Tanya Ken, asisten Joseph kepada salah satu personil yang dibawanya.

"Tentu, kemarin lusa kami sempat mengawasi tempat itu." Ucapnya dengan yakin sambil membelokkan kemudi ke kanan.

**

Kamp yang menjadi lenggang setelah operasi penyerangan pelabuhan dimulai, seketika ramai oleh teriakan Alia seorang dari kamarnya.

"Bibi, lebih baik kita pergi dari sini!" Teriak Alia kepada kedua wanita yang sedang menyiapkan makanan di tengah lapangan.

Bibi Ani yang memang terlihat khawatir semenjak kedatangan Alia pertama kalinya bergegas untuk menghampirinya, "Kenapa lagi Alia?" Tanyanya sedikit bingung. Ia mengambil kursi dan segera duduk di samping kasur milik Alia.

"Aku mendengar suara mobil yang mendekat kemari, aku tadi juga mendengar ledakan roket di pelabuhan, bahkan aku juga mendengar apa yang bibi Anggun tadi katakan kepadamu di luar." Jelas Alia membuat bibi Ani tertegun setelah mendengarnya.

Tangan lembutnya segera menarik lengan Alia memberikan isyarat untuk bergegas pergi. Setelah mereka berdua keluar dari kamar, mereka segera mengajak bibi Anggun yang sedang asyik memasak tanpa berkata sepatah kata pun. Mungkin sekarang ia dalam kebingungan tetapi  bibi Ani memberikan isyarat kepada rekannya untuk diam dan tidka bertanya apapun.

Seperti di film-film horor, mereka berjalan bersama dipimpin oleh Alia menuju kedalaman hutan di belakang kamp. Anehnya mereka tidak melewati jalan setapak yang tentunya tampak lebih mudah untuk dilalui daripada harus menerobos semak-semak yang bahkan kita tidak tahu ada bahaya apa saja disana.

"Sebentar ya, bibi tetap disini dan jangan bergerak." Ucap Alia menengok kebelakang sambil memberikan isyarat dengan tangannya. Kaki kecilnya segera berloncatan kesana kemari seakan-akan tahu ia harus kemana. Tidak perlu menunggu lama ia berhenti di dekat salah satu pohon, "Bibi aku menemukan sesuatu disini, tapi jangan pergi kemari atau kau akan mengacaukan segalanya." Teriaknya lantang.

Entah apa yang hendak dia lakukan, ia terlihat berhati-hati terhadap temuannya. Dengan perlahan tangannya menggali salah satu titik disana yang memang tanah itu juga terlihat baru saja digali beberapa hari yang lalu. Tidak berselang lama segera terlihat sebuah benda berbentuk lingkaran dengan lampu merah yang berkedip-kedip, ia menemukan sebuah ranjau yang akan meledak bila diinjak.

"Alia apa yang kau bawa?" Tanya bibi Anggun terlihat sedikit panik setelah melihat Alia yang kembali membawa ranjau dengan kedua tangannya.

"Ya ampun, itu adalah ranjau aktif, bagaimana kau bisa menemukannya?" Ujar bibi Ani terkejut.

Tampaknya pendengaran dan penglihatan Alia mulai meningkat sedikit demi sedikit dikarenakan evolusi yang terjadi pada otaknya, mungkin ia tidak memiliki fisik sekuat teman-temannya yang lain tetapi ia memiliki otak yang berevolusi sedemikian rupa tidak seperti manusia pada umumnya.

"Ikuti aku jika tidak ingin menginjak ranjau, mereka menanam beberapa di sekitar sini." Ucap Alia was-was dan segera menuntun mereka berdua untuk pergi ke jalan setapak. Berjalan menerobos semak-semak sambil membawa sebuah ranjau dan menjaganya supaya tidak meledak bukanlah hal yang mudah, tetapi dengan kaki kecilnya ia dapat melangkah ringan.

"Ayo segera bibi gali tanah disini, supaya mobil yang lewat akan menginjaknya dan meledak." Pintanya sambil menginjak-injak titik yang perlu digali di jalan setapak itu.

Tanpa banyak bertanya, kedua wanita itu segera melaksanakan apa yang diminta oleh Alia dan segera menaruh ranjau itu didalam tanah galian tersebut. Mereka bertiga segera berdiri dan beranjak dari tempat itu sambil tertawa ringan saling menggoda satu sama lain.

"Ide jenius, kau sekarang menjadi anak pintar." Puji bibi Ani kepada Alia sambil menjitak kepala lonjong nya itu.


Alia dan SemestanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang