4

477 27 3
                                    

Malam ini, Ivan mengosongkan jadwalnya karena Ruben ingin bertemu. Akhirnya Ruben sampai di rumahnya jam 8 malam. 

"Sorry, tadi gue lagi diskusi tentang pernikahan sama Wenda," ucap Ruben sambil duduk di sebelah Ivan.

Ivan mengangguk. Mereka memakan makanan yang telah disiapkan Ivan dan bercerita tentang kehidupan dan pekerjaan mereka. 

"Jadi, tentang rencana weddingnya, lo bisa memilih tanggal buat lo dan yang lain untuk ukur seragam,"

"Oh iya, lo juga bakal temenin gue sama Wenda pilih gedung," Ruben tersenyum, dia tahu betapa Ivan membenci hal semacam ini sehingga Ruben sangat menghargai sahabatnya karena sudah setuju untuk menjadi best man.

Ivan menghela nafas, "Dikirain tugas gue cuman diem and be handsome," dia tersenyum. Ivan sebenarnya senang, walaupun dia harus melakukan sesuatu yang dia tidak suka. Dia rela melakukan segalanya untuk sahabatnya yang selalu ada di sisinya dalam hal apapun dan Ruben tahu apa pun yang terjadi, Ivan akan selalu ada untuknya juga. Mereka selalu bisa mengandalkan satu sama lain.

"Nope, lo akan sama stresnya dengan gue," Ruben tersenyum sambil melingkarkan lengannya di bahu Ivan. "Tadi Wenda titip pesen, lo harus pastiin pacar lo bakal dateng! Gue sama Wenda udah list a plus one buat lo." ucap Ruben. 

Ivan seketika membeku mendengar itu. Dia benar-benar lupa kalau dia memberi tahu Ruben bahwa dia mempunyai pacar. He wants out. He wants to back out now.

Setelah banyak bicara, Ruben memutuskan untuk pulang. Ruben masuk ke dalam mobilnya dan menurunkan kaca jendelanya, "Oh iya, gue hampir lupa buat kasih tahu lo, nanti jangan kaget mantan lo bakal segera chat lo untuk ngurusin wedding ini bareng. Dia maid of honor Wenda." Ruben memberitahunya, yang membuat Ivan menghela nafas.


-


Ivan sedang duduk di ruang tamu, memikirkan apa yang akan dia lakukan sekarang karena Ruben dan Wenda sangat berharap untuk bertemu dengan pacarnya. Dia begitu tenggelam dalam pikirannya sampai-sampai dia tidak mendengar Wendi datang ke ruang tamu dan duduk di seberangnya.

"Lo kenapa keliatan kayak hidup lo bakal runtuh sebentar lagi?" Wendi bercanda.

Ivan sangat putus asa, dia tahu pasti ada seorang perempuan di luar sana yang akan mengatakan iya untuk dijadikan pacar palsunya jika dia menawarkan uang, bukan? Rencana pertamanya adalah meminta Wendi untuk mencarikannya pacar palsu. Rencana kedua adalah meminta karyawannya untuk mencarikan pacar palsu. 

"Hey, sahabatku yang pinter dan pengertian, yang boleh tinggal di rumah gue selama yang lo mau," Ivan memulai.

"Kok gue takut ya? Sumpah, gue gak ngelakuin salah apapun," ucap Wendi, memandangnya dengan aneh.

Ivan menggelengkan kepalanya, "Nothing," ucapnya, "Gue cuman ingin tahu if you're doing good dalam hidup dan dengan pacar lo, dan cuman pengen tahu apakah lo tidur nyenyak di malam hari," lanjutnya.

"Fucking hell man, lo kedengarannya kayak mau ngebunuh gue or something," ucap Wendi sambil melempar bantal ke Ivan.

Ivan melempar kembali bantal itu, "Gue gak akan ngebunuh lo, dumbass," jawabnya

"Trus lo butuh apa?" Wendi mengangkat alisnya, "Kalau soal pembunuhan, gue gak bisa ngebantu, gue gak bisa bohong," ucap Wendi yang membuat Ivan menghela nafas.

"Okay, ada apa?" Wendi bertanya dengan serius.

"I need you to find me a girlfriend," ucap Ivan. Wendi menatapnya seolah dia memiliki dua kepala, "Huh? Kenapa? Ada ratusan cewek yang ngantri buat jadi pacar lo, ngapain lo butuh bantuan gue?" Wendi bertanya dengan sungguh-sungguh. 

"Gue gak butuh real girlfriend, Gue mau lo buat cariin gue fake girlfriend, aktris, atau siapa pun yang bisa akting deh." Ivan mengaku.

Wendi tersedak keripik ketika mendengar itu, "Lo lagi bercanda ya?"

"Lo tahu kan si Ruben bakal menikah. Gue bakal jadi best man dia. Mantan gue yang gak mau gue sebut namanya itu juga akan ada di sana," Ucap Ivan.

Wendi melotot dan berteriak, "MANTAN LO?" Ivan mengangguk. "Cewek yang lo pacarin selama setahun lebih trus tiba-tiba ghosting? Mantan yang itu?" tanya Wendi.

Ivan melemparkan bantal ke kepala Wendi, "Gak usah terlalu spesifik, asshole," Wendi tertawa.

"Apa hubungannya itu sama lo butuh fake girlfriend?" Wendi bertanya lagi karena meski sudah dijelaskan, Wendi masih tidak mengerti kenapa Ivan membutuhkan pacar palsu.

"Gue gak sengaja ngomong ke Ruben kalau gue punya pacar, yang jelas-jelas gue bohong," kata Ivan kepadanya. Wendi menghela nafas dan satu kata keluar dari mulutnya, "Bodoh." Ivan memutar bola matanya.

"Do you have someone in mind?"

"Tunggu, biarin gue mikir. Lo bakal kasih mereka uang, kan?" Ivan mengangguk.

Setelah 5 menit, Wendi menatapnya dengan senyuman licik dan Ivan sama sekali tidak menyukai senyum itu.

"Gue sebenernya gak mau ngelakuin ini, tapi lo sahabat gue dan gue percaya sama lo," ucap Wendi yang berhasil membuat Ivan penasaran, "Siapa?"

"Adik gue" Wendi memulai, "Coba pikirin deh. Pertama, mantan lo gak kenal adik gue. Kedua, adik gue hebat dalam akting. Dan ketiga, kalian berdua sering bertengkar jadi ada kemungkinan besar kalian gak akan beneran pacaran," dia tersenyum, "Lagian, Ayu lagi butuh uang, jelas gue gak bisa kasih banyak uang karena banyak juga yang harus gue bayar. Harga diri lo aman dan Ayu dapet uang." Wendi menjelaskan panjang lebar, merasa puas telah memberikan win-win solution untuk sahabat dan adiknya.

Ivan berdiri dari sofa, "Lo gila? No! Kakak macem apa lo?" tanyanya pada Wendi tak percaya.

"Kakak yang lagi ngebantu adiknya buat mendapatkan uang." ucap Wendi.

Ivan hanya terdiam, "Masa iya lo lebih milih untuk dipermalukan karena berbohong daripada ngebantu adik sahabat lo yang lagi butuh uang?" ucap Wendi 

"Bukan gitu! Gue sama Ayu tuh imbarat minyak sama air. We just don't fit," ucap Ivan 

Wendi berdiri dan menghadapnya, "Ya bagus dong, jadi kalian berdua gak akan benar-benar jatuh cinta," katanya yang membuat Ivan merasa tersinggung, "Damn, apa iya gue seburuk itu untuk adik lo?"

"Lah, tadi lo yang ngomong kalau kalian berdua gak cocok!" Wendi menghela nafas. "Dan yes, lo seburuk itu buat adik gue," Dia meninggalkan Ivan untuk memikirkan ide darinya.

Ivan merasakan ponselnya bergetar, ia mendapat 2 pesan baru.

Ruben:

Gak sabar untuk ketemu pacar baru lo!

Wenda:

Ruben told me about your girlfriend! Can't wait to meet her!!!

-

Ivan menghela napas panjang dan berjalan menuju kamar Wendi, "Change of plans. Di mana adik lo yang nyebelin itu?" Ivan bertanya lalu memutar matanya ketika dia melihat Wendi tersenyum seperti mengejeknya. 

"Pertama-tama, rude. Kedua, dia bakal ada di PUB, dia bakal manggung malam ini." Wendi tersenyum, "Lo setuju sama rencana gue?"

"Gue gak punya pilihan lain." Ivan menjawab dengan malas.

"Dia adik gue. Jadi jangan macem-macem atau nanti gue tonjok lo!" Wendi mengancamnya walaupun dia sadar dia tidak akan menang melawan Ivan.

"Tell her to be nice to me!" ucap Ivan sambil berjalan pergi.

Falling With No Safety NetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang