29

490 48 6
                                    

Ivan memutuskan untuk bercerita ke Ayu di pantai yang tidak jauh dari hotel. Saat Ayu dan Ivan sedang berjalan dari mobil menuju pantai, Ivan mengunggah foto Ayu di Instagram storynya yang tak lama kemudian dia langsung mendapat notifikasi chat dari Wendi.


Wendi

Lo pergi berdua sama Ayu??? Tanpa Gue???!!?

Lo dulu selalu pergi sama gue, bukan sama adik gue!!

Wen, gue bakal cerita ke dia.

Maksud lo tentang keluarga lo?

Yes.

Gue gak pernah pikir kalau lo bakal cerita ke orang lain selain ke gue dan Ruben.

Ayu deserves to know. Apalagi karena tadi malem gue kacau banget.

You've been a mess for five or more years. Dan gak apa-apa, itu adalah waktu yang sulit buat lo.

Tadi malem adalah malem yang sulit buat lo dan hari ini pun juga. Makanya gue dan Ruben ngebiarin lo mabuk tadi malem.

Makasih ya, Wen. Gue beruntung banget punya lo dan Ruben.

Gue dan Ruben bakal selalu ada buat lo.

Kita gak akan ninggalin lo.

Talk to you later. Adik lo kesal karena gue main handphone hahaha.

Manja banget deh pacar lo.


-


"Jadi?" Ayu memecah kesunyian. Mereka duduk di pasir cukup lama. Ivan diam sejak mereka sampai di sini.

Sejujurnya, Ayu tidak bisa menahan diri untuk tidak memikirkan kejadian tadi malam. Dia ingin memberi tahu Ivan tentang ciuman itu. Ayu ingin mengingatkan pria itu betapa frustasinya dibiarkan menggantung. Tetapi ketika dia melihat tatapan mata Ivan, kemarahan yang dia rasakan menghilang.

"Ayy, I don't know where to start," Ivan memperhatikan ombak yang bergerak. "Gue udah pernah bilang sebelumnya kalau gue gak bisa melepaskannya."

"Yeah," Ayu tidak tahu bagaimana menanggapinya. Sejujurnya, Ayu ingin tahu mengapa, tetapi badai di mata Ivan mengatakan kepadanya bahwa bahkan Ivan sendiri tidak tahu harus mulai dari mana.

"Ingat gak, waktu itu gue pernah bilang kalau gue sulit melepaskan Mia karena gue takut gak bisa menemukan seseorang seperti dia?" Ivan melanjutkan ketika Ayu mengangguk. "Walaupun Mia akhirnya ninggalin gue, tapi pas kita pacaran, dia ngejagain gue ketika gak ada orang lain yang bisa ngejagain gue, dia yang selalu mastiin kalau gue baik-baik aja. Udah lama sejak ada seseorang yang ngurusin gue, it felt nice. Being with her felt nice, it was a nice reminder that someone can actually care about me."

Ayu mendengarkan setiap kata-katanya dengan seksama. Ivan tidak memandangnya sama sekali. Pria itu terus melihat ke laut. "Pas gue sakit, lo yang ngurusin gue, Lo waktu itu nanya, apa gue ngerasa kesepian ada di rumah besar itu sendirian dan lo juga nanya tentang orang tua gue." 

Ayu melihat bagaimana Ivan memandang ke atas langit sebelum melanjutkan. "Jujur, gue merasa kesepian. Pastilah, siapa yang gak akan ngerasa kesepian di rumah segede itu sendiri, ya kan? Tapi rumah itu adalah satu-satunya kenangan yang tersisa dari kakak-kakak gue, I missed them." Ivan tersenyum ke arah langit.

"Kakak? tapi lo selalu bilang kalau lo itu anak tunggal?" Ayu bertanya.

"Gue punya 2 kakak laki-laki. Kakak gue yang paling tua meninggal waktu gue umur dua belas tahun, dan dia berumur lima belas tahun. Dia tenggelam di laut dan bahkan sampai sekarang orang tua gue masih nyalahin gue untuk itu. Mereka bilang itu salah gue, karena katanya gue yang memohon ke dia untuk main sama gue. Tapi sebenernya gue gak ngelakuin itu. Kakak gue yang narik gue ke laut. Gue udah bilang ke dia, jangan main di laut karena dia gak jago berenang, tapi dia terus-terusan minta gue untuk main bareng dia di laut." 

"Gue gak bisa nolongin dia pas dia tenggelem, gue gak cukup kuat untuk nolongin dia." Kali ini, suara Ivan pecah dan air matanya mulai berjatuhan. "Gue baru umur dua belas tahun dan orang yang percaya sama gue tuh cuman Ruben dan kakak gue yang satu lagi."

Ivan menghela nafas, "5 tahun yang lalu, waktu gue lagi hang out sama Ruben dan Wendi, gue dapet telepon dari karyawan bapak gue. Mereka ngasih tahu gue kalau kakak gue kecelakaan, gue langsung buru-buru ke rumah sakit. Pas gue udah sampe di sana, gue liat orang tua gue nangis pas ngomong sama dokter. Saat itulah gue tahu kalau gue kehilangan kakak gue. Gue bahkan gak bisa berduka dengan tenang tanpa orang tua gue terus-menerus ngomong kalau gue pembawa sial untuk keluarga ini."

"Lucu kan? Gue bahkan lagi gak bareng kakak gue di saat dia kecelakan, tapi tetep gue yang disalahin." Ivan tertawa sinis.

"Ruben dan Wendi yang ngejagain gue di titik terendah gue, mereka adalah keluarga gue yang sesungguhnya" Ivan tersenyum sedih saat air matanya jatuh.

Ayu tidak mengatakan apa-apa. Dia meraih tangan Ivan dan mengaitkan jari-jari mereka. Meskipun awalnya Ayu ragu, tapi cara jari Ivan menggenggam jarinya sudah cukup untuk memberitahunya bahwa dia melakukan hal yang benar.

"Tadi malem, I was just having fun, drinking with your brother, sampai akhirnya gue ngeliat reminder di handphone gue. 5 tahun yang lalu tepatnya tanggal ini, kakak gue meninggal dan orang tua gue memutuskan bahwa terlalu banyak kenangan untuk tinggal di rumah itu dan akhirnya mereka pindah ke Canada. Pas gue pacaran sama Mia, untuk pertama kalinya dalam hidup gue, orang tua gue kelihatan bener-bener bahagia untuk gue. Dan sekarang gue sendirian lagi. Gue yakin mereka akan bilang kalau gue gagal dan pembawa sial, makanya Mia ninggalin gue." Ivan menatap Ayu dan tersenyum meskipun air mata mengalir di wajahnya.

Ayu langsung memeluknya. Ayu tidak dapat menemukan kata-kata untuk diucapkan sehingga dia menariknya ke dalam pelukan sebagai gantinya, "Gue mau balikan sama Mia supaya orang tua gue bisa liat kalau gue gak gagal dan bukan pembawa sial."

"Hey, lihat gue. lo tuh bukan orang yang gagal atau pembawa sial. You're far from that! you're an amazing person!" Ayu mengelus kepalanya.

Ayu sangat takjub bagaimana Ivan berhasil untuk tetap tegar selama ini. Melihat Ivan seperti ini, dia menyadari betapa banyak rasa sakit dan trauma yang telah dialami Ivan sendirian.

"Lo tahu gak...." Ivan melepaskan pelukannya dan membuang muka, "Mia udah ngehancurin hati gue, tapi gue gak bisa ngelepasin dia. I just can't afford to lose another person."

Ivan menatapnya, "Kenapa lo masih mau sama Stefan padahal dia udah selingkuh? Mungkin sama kayak gue." Ivan menarik napas dalam-dalam dan melanjutkan, "I can't think of anyone who would choose me the way I would choose her. Or maybe I'm just too comfortable with the idea of being with her." Ivan bingung, apakah dia benar-benar menginginkan Mia kembali? atau apakah dia hanya menyukai gambaran yang ada di pikirinnya tentang Mia karena dia takut untuk memulai kembali dengan seseorang yang baru?

Ayu tersenyum dan menggelengkan kepalanya, "Gue gak pernah mau balikan sama Stefan, dari awal gue gak pernah mau." Meskipun di benaknya, Ayu ingin mengatakan, "I chose you." 



Falling With No Safety NetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang