Sebuah peringatan

3.6K 213 0
                                    

"Seriusan? Fea sampai babak belur?!" Tanya Azela dengan ekspresi terkejut dan Stevie menganggukkan kepalanya sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.

Malam itu mereka pulang ke kosnya Stevie dan diantar oleh Davin, bersyukur ada Davin yang bisa menjemput mereka dari tempat itu. Jika tidak, mungkin mereka akan kesulitan untuk pulang.

Azela menghela nafasnya pelan sambil mengompres wajahnya yang lebam yang, ia juga membersihkan darah yang sejak tadi terus mengalir dari sudut bibirnya. Rasanya wajahnya sakit sekali akibat Rayon yang tadi menamparnya tapi semua rasa sakit itu belum sebanding dengan apa yang tadi ia lihat di dalam sana.

"Pelan-pelan ngompresnya, sini deh gue aja yang ngompres." Ucap Stevie.

"Jangan, ntar sakit. Gue aja," jawab Azela pelan.

"Gue masih gak terima lo di giniin sama cowok anjing itu! Malam ini gue udah balas si Fea lonte itu, berikutnya cowok bajingan itu!"

Azela melirik Stevie sebentar dengan mata yang berkaca-kaca, ia sangat tersiksa kali ini dan yang mengagumkannya adalah disaat Stevie habis-habisan menghajar Fea tanpa ampun.

"Stev, makasih yah udah belain gue sampai segitunya."

Stevie tersenyum tipis sambil menganggukkan kepalanya, "gue udah bilang, gue bakalan selalu ada buat lo."

Azela menatap dirinya di kaca, ia mengamati setiap inci dari wajahnya dan termasuk lebam yang menghiasi kulit wajahnya. Saat Rayon memukulnya demi membela Fea langsung terputar kembali di wajahnya, ia sungguh tidak beruntung. Harusnya yang menghajar Rayon malam itu adalah dirinya tapi ini malah kebalikannya.

Air matanya pelan-pelan menetes hingga membasahi wajahnya, kepergiannya ke club itu ternyata ada bagusnya. Setidaknya ia mengetahui perbuatan Rayon malam itu walaupun akhirnya ia malah mendapatkan luka yang begitu dalam.

Hanya ada kata maaf, maaf, dan maaf nantinya. Rayon hanya bisa mengatakan maaf ketika ia sudah salah tapi engan untuk memperbaiki perilakunya. Kali ini, Azela sudah memantapkan dirinya untuk tidak goyah lagi pada Rayon, ia harus tega s. Kata maaf pun tidak akan pernah bisa untuk menyembuhkan luka dan rasa kecewa yang ia dapatkan.

"Rayon jurusan apa?" Tanya Stevie.

"Management bisnis," jawab Azela pelan.

"Besok giliran dia, lihat aja. Gue gak bakalan diam aja Zel kali ini," gumam Stevie.

"Terserah deh Stev mau di apain, intinya jangan sampai lo bermasalah. Gue gak mau lo jadi kenak imbasnya," jawab Azela.

"Lo tenang aja," balas Stevie dengan lempeng.

***

Pagi itu ternyata Davin sudah datang menghampiri mereka berdua, cowok yang memakai Hoodie berwarna cream itu duduk di atas sofa sambil membuka plastik putih yang berisi salap dan Betadine. Ternyata sejak tadi, Davin mengobati lebam dan luka-luka yang ada di wajah Azela dengan hati-hati. Kejadian malam itu membuat Davin khawatir dengan Azela, makanya ia memutuskan untuk datang menemui Azela di pagi harinya.

"Kok bisa sampai segininya banget sih," gumam Davin sambil mengobati Azela.

Terlihat jelas di mata Davin kalau ia sangat mengkhawatirkannya, Azela bisa lihat itu dengan jelas. Melihat Davin yang mengobatinya, Azela tersenyum tipis menatap cowok itu dengan lekat dan Davin pun tentunya membalas senyuman itu, cowok itu bahkan sangat tampan jika tersenyum dan matanya ikut mengecil saat tersenyum.

"Selesai," ucap Davin pelan dan kemudian satu tangannya mengusap puncak kepala Azela.

"Istirahat yang cukup, okey? Jangan stres," ucap Davin padanya.

RAYON [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang