Happy reading
Tepatnya pada pukul 23:30 akhirnya sosok Rayon pulang ke rumah. Cowok bertubuh tinggi dengan memakai jaket kulit berwarna hitam itu memasuki rumahnya dan saat itulah sorot matanya tertuju pada seorang gadis yang tengah duduk di atas sofa sambil menatap layar laptopnya, gadis itu tak lain dan tak bukan adalah Azela. Terlihat jelas dari sorot mata gadis itu bahwa ia sangat lelah. Rayon yang melihat itu, terdiam sejenak sambil memperhatikan Azela.
Sambil menghela nafas pelan, Rayon berjalan menghampiri Azela dan duduk disamping gadis itu. Azela yang menyadari akan kedatangan Rayon hanya diam saja, bahkan gadis itu tak menggubris kedatangan kekasihnya itu. Ia masih sibuk dengan tugas-tugasnya yang harus di selesaikannya malam ini. Azela sendiri bahkan engan untuk menyapa Rayon, perasaan kesal dalam hatinya masih sangat keras. Entah memang Rayon tidak pernah peka atau memang dia peka tapi tidak perduli.
"Kenapa belum tidur?" Tanya Rayon pada Azela sambil mengelus puncak kepala gadis itu dengan lembut.
"Gak ngantuk," jawab Azela singkat tanpa melirik Rayon.
Rayon terdiam beberapa detik dan menatap setiap pergerakan dari gadis yang ada di sampingnya itu.
"How's your day?" Tanya Rayon.
"Who care?"
"Zel, kamu marah?" Tanya Rayon.
Azela menghela nafas gusar dan kemudian menatap Rayon dengan sinis dan di lemparkannya senyuman hambar pada Rayon.
"Emang kamu perduli?"
"Aku minta maaf," jawab Rayon.
"Minta maaf tanpa perubahan sama aja Ray, omong kosong!"
Rayon mengerutkan keningnya, "kamu kenapa sih?! Aku tanya baik-baik malah jawaban kamu kayak gitu!"
Azela tertawa hambar mendengarnya.
"Ray, pernah gak sih sekali aja kamu mikirin perasaan aku?" Tanya Azela.
"Kamu terlalu nyepelein aku tau gak! Kamu terlalu prioritasin Fea, di banding aku. Sebenarnya aku dimata kamu itu apa sih Ray?" Detik Azela mengatakan itu, air matanya lolos menetes. Lagi dan lagi, ia menangis di hadapan Rayon, sementara Rayon? Ia seolah-olah tidak melakukan kesalahan, jelas-jelas ia sering sekali membuat gadis yang mencintainya dengan tulus itu menangis.
Bak mengemis, seperti itulah Azela. Gadis yang mengemis waktu pada kekasihnya, meminta Rayon untuk bersamanya dan memprioritaskannya. Azela menurunkan harga dirinya sebagai wanita, meminta untuk di cintai oleh laki-laki yang tidak pernah bisa memprioritaskannya. Bahkan Azela sendiri ragu, apakah Rayon memang mencintainya?
"Zel, Fea itu sahabat aku. Aku gak mungkin gak bantu dia," jawab Rayon.
"Emangnya sahabat sepenting itu yah daripada pacar kamu yang selalu ada buat kamu?" Jawab Azela dengan lantang.
Tak ada jawaban dari Rayon, Azela tersenyum getir sambil menghapus air matanya. Ia tampak sehina itu di hadapan Rayon.
"Aku capek hadapi kamu," gumam Azela.
"Kamu kok jadi egois gini sih Zel?"
"Egois?! Aku egois?!" Azela menekankan nada suaranya, ia tak menyangka bahwa kata-kata sampah seperti itu bisa keluar dari mulut Rayon. Rayon menganggapnya egois tanpa di sadarinya bahwa sebenarnya dialah yang egois disini dan Rayon lah yang mengacaukan semuanya tapi sayangnya ia tak menyadari itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAYON [Tahap Revisi]
Dla nastolatkówBanyak orang yang merasa kehilangan karena kurang menghargai arti sebuah kehadiran. Menceritakan tentang hubungan antara Rayon dan Azela dimana hubungan mereka masuk kedalam hubungan yang Toxic. Sosok Rayon yang lebih memilih Fea sahabatnya sendiri...