Ini sudah minggu kedua dan Azela sudah pulang sekitar tiga hari yang lalu dari rumah sakit. Kini ia berada di apartemen milik Davin, kondisinya masih lemah dan tentu saja ia tak ingin bertemu siapa-siapa kecuali Davin. Davin, cowok itu sangat perhatian pada Azela bahkan disaat ia sedang sibuk ia tetap datang untuk menemui Azela walaupun hanya sebentar.
Siang itu Azela duduk di depan jendela yang menampakkan gedung-gedung yang menjulang tinggi. Tatapan nya kosong, banyak hal yang terlintas dikepalanya.
Semenjak selesai kemo, gadis malang itu sering mual dan ditambah lagi rambutnya yang semakin banyak rontok hingga membuat rambutnya yang indah itu menjadi tipis. Wajahnya juga pucat dengan mata yang sayu. Azela merasa tidak berguna dalam keadaan seperti ini dan tentu saja ia berhutang budi pada Davin karena merasa sudah sangat merepotkan Davin.
"Zel," panggil Davin sambil membawakan secangkir air hangat untuk Azela dan kemudian duduk di hadapannya.
Azela meraih cangkir yang disodorkan oleh Davin dan kemudian meneguknya secara perlahan.
"Mikirin apa?" Tanya Davin dengan nada suara yang sangat lembut dan jangan lupa tatapannya yang tulus.
Azela menggelengkan kepalanya pelan sambil tersenyum tipis.
"Jangan terlalu stres yah Zel, ingat kesehatan lo. Kesehatan lo lebih berharga," ucap Davin.
Azela mengangguk pelan.
"Kalau seandainya renkarnasi itu benar, ayo ketemu di kehidupan selanjutnya Vin. Gue mau lo di kehidupan selanjutnya," ucap Azela dengan mata yang berkaca-kaca. Ucapannya penuh dengan harapan.
Mendengar itu membuat hati Davin terasa ngilu dengarnya, ia juga menginginkan itu. Cowok itu mengangguk sambil mengenggam tangan Azela dengan erat.
"Lo mau kan ketemu lagi sama gue?" Tanya Azela.
"Gue mau Zel, gue mau banget."
Azela tersenyum senang sambil menatap Davin.
"Gue gak beruntung punya pacar kek Rayon tapi gue beruntung punya lo Vin, gue bersyukur punya teman sekaligus kakak kek lo."
"Gue jauh lebih senang ketemu lo Zel," jawab Davin.
Davin langsung mengelus puncak kepala Azela dengan sayang dan kemudian membawa Azela kedalam pelukannya. Entahlah, ia terharu dan sekaligus ingin menangis tapi Davin tak mau menampakkan kesedihannya di depan Azela.
"Lo harus sembuh Zel, lo harus sembuh. Gue mau lo semangat buat lawan penyakit lo," gumam Davin.
"Gue bakalan usahain Vin, demi lo!" Jawab Azela bersemangat.
Davin tersenyum tipis dan kemudian mengelus puncak kepala Azela.
"Capek Vin, gue mau istirahat. Gue udah kek remaja jompo," ucap Azela sambil terkekeh pelan menertawai dirirnya.
Davin pun dengan sigap membantu Azela berdiri dan membawanya masuk kedalam kamar untuk istirahat.
Setelah Azela memasuki kamar, Davin pun keluar dan menutup pintu. Tepatnya di depan pintu itu, Davin menangis. Cowok itu tak tahan lagi, ia sedih sekali melihat Azela menderita seperti ini bahkan dalam hatinya ia bertanya pada Tuhan kenapa Azela harus merasakan hal ini? Ia tak kuasa, ia ingin Tuhan memihak Azela saat ini.
"Gak masalah kalau Azela gak bisa jadi pasangan gue, tapi gue cuman minta ke Tuhan supaya Azela bisa pulih. Cuman itu yang gue mau," benaknya.
***
"Vin, lo kemana aja? Dua mingguan ngilang," ucap Stevie yang datang menemui Davin yang sedang membuat kopi untuk pelanggan.
"Cie, tumben banget nyariin gue. Kangen kan lo pada," jawab Davin dengan pedenya dan langsung mendapatkan tatapan jijik dari Stevie.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAYON [Tahap Revisi]
Teen FictionBanyak orang yang merasa kehilangan karena kurang menghargai arti sebuah kehadiran. Menceritakan tentang hubungan antara Rayon dan Azela dimana hubungan mereka masuk kedalam hubungan yang Toxic. Sosok Rayon yang lebih memilih Fea sahabatnya sendiri...