Alora sangat sedih, keluarganya pergi berlibur sementara di sini dia sedang disekap oleh orang gila.
"Mandi dan turun ke bawah, kalau lo gak makan, lo bakalan gue hukum," titah Agharna.
"Gue gak mau makan, gue mau pulang." Alora masih saja bertahan dengan sikap keras kepalanya.
"Percuma, lo pulang gak ada kunci rumah, dan gak ada siapapun."
Sial.
Alora lupa jika mamanya membawa kunci rumah mereka dan mengatakan terserah dia mau tidur di mana.
"Gue gak peduli, pokoknya gue mau keluar dari tempat sialan ini!" teriak Alora.
Agharna mengepalkan tangannya dan rahangnya mengeras.
"Kayaknya lo milih gue kasarin daripada gue baikin, Alora."
"Gue mau pulang Agharna, gue gak mau di sini, gue takut," isak Alora.
"Lo dari tadi kerjanya nangis mulu, lo gak capek, tempat lo aman di sini, fasilitas lengkap."
"Aman dari mana kalau gue tinggal sama psikopat! Gue takut ngeliat lo, dan gue menyesal penasaran sama lo!"
"Kalau lo nurut sama gue, gue gak bakalan nyakitin lo. Gampang kan?"
"Gak mau, gue gak akan pernah mau terima permintaan lo itu!"
"Gue gak peduli, mau gak mau lo bakalan jalanin perintah gue."
"Kalau gue gak mau gimana?" tantang Alora.
"Keluarga dan sahabat lo jadi taruhannya," ancam Agharna.
Alora tidak bisa berkutik, dia masih saja ingin melindungi keluarganya yang bahkan tidak pernah menganggapnya.
"Cepetan mandi lalu keluar, gue tunggu di meja makan. Kalau lo gak patuh, gue gak akan segan-segan hukum lo. Baju lo ada di sana," tunjuk Agharna pada sebuah paperbag.
Agharna keluar dan membiarkan Alora sibuk dengan pikirannya sendiri.
Dia mengamati kamar Agharna dan mencari sesuatu yang bisa menyelamatkan dirinya, namun nihil. Tidak ada apapun di dalam kamar ini, seperti telefon rumah. Hanya ada lukisan besar yang terpajang di samping tv.
"Gue harus cari cara supaya bisa selamat dari dia."
"Tapi apa?"
Alora berusaha berpikir namun gagal, dia tidak punya ide. Apartemen ini tidak mempunyai akses yang mudah untuk dia kabur.
Terpaksa dia harus mengikuti perintah Agharna supaya bertahan hidup. Alora masuk ke kamar mandi dan membuka semua bajunya. Dia berbalik dan melihat punggungnya.
Mata Alora terbuka lebar saat melihatnya. Ternyata Agharna benar-benar mengklaim dia sebagai miliknya.
"Psikopat gila, kalau Puput tau orang yang dia kagumi kayak gini, dia bakalan pingsan seribu tahun," decak Alora.
Punggung halus miliknya sudah tidak indah, luka itu akan membekas seumur hidup, pantas saja rasanya sangat sakit, karena Agharna mengukirnya sangat dalam.
"Mandi yang cepet, kalau lo lama, gue bakalan masuk!" ucap Agharna di luar sana.
Alora cepat-cepat mengunci pintu itu lalu mandi dengan cepat. Setelah selesai, dia keluar memakai bathrobe dan melihat baju yang akan dia pakai.
"Ini terbuka banget, tapi kalau gue gak nurut pasti dia bakalan lakuin yang enggak-enggak," gumam Alora.
Akhirnya Alora memakai baju itu lalu keluar menghampiri Agharna yang sudah menunggunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGHARNA (Sang Bulan)
Fiksi RemajaDimulai dari rasa penasaran Alora dengan teman kelasnya yang sangat misterius, semua orang menyukai cowok itu termasuk cewek-cewek di kampus, tapi tidak dengan Alora. Menurutnya, ada yang tidak beres dengan teman kelasnya tersebut. Rasa penasaran ya...