54. Sebentar

248 37 5
                                    

Jangan lupa untuk vote dan komen


Langit berwarna oranye kemerahan menunjukkan keindahan sebelum menjadi gelap total. Kinan yang baru saja membuka pintu harus dibingungkan oleh beberapa orang asing di sana yang sedang berbincang -bincang dengan mama dan kakeknya.

"Eh udah pulang... Ini anak saya yang pertama. Kinan sini," titah mamanya yang diikuti oleh Kinan. Kinan segera mendekat dan mencium tangan mereka.

Setelah itu Kinan pergi ke kamar tanpa bertanya apapun. Walaupun sebenarnya ia penasaran dengan mereka tapi energinya sudah habis karena menangis di perjalanan pulang. Ia masih tidak percaya jika hari ini, hari yang paling ia tunggu tunggu malah menjadi hari terburuk. Mungkin memang Kinan harus merelakan Baskara. Terikat dengan manusia seperti Baskara hanya akan membuatnya sakit.

Kinan mengeluarkan hadiah dari tas jinjingnya. Bagian pinggirnya lecek karena ia remas.

"Gak ada gunanya lagi Bas gue peduli sama lu. Gue goblok banget selalu berpikir positif sama lu," Kinan bermonolog sambil tersenyum miris. Ia merasakan hal itu lagi, menjadi manusia terbodoh karena dibutakan oleh rasa cinta dan sayang.

Tiba- tiba mamanya masuk ke kamar Kinan tanpa mengetuk pintu. Kinan terkejut dan segera menyeka air matanya yang baru menetes sedikit.

"Administrasi dari sekolah kamu udah kamu rapihin 'kan?"

"Belum," balas Kinan

"Kok belum si? Kan mama udah minta jauh jauh hari. Sekarang kamu rapihin biar besok mama bisa ke sekolah baru kamu."

Kinan hanya diam sambil melamun.

"Kinan!kamu dengerin gak si?"

"I--ya denger. Nanti Kinan beresin," ucap Kinan

"Cepet ya emang kamu mau telat masuk?"

Kinan berharap dirinya tidak pindah ke pesantren pilihan mamanya.

"Oiya satu lagi, orang yang ada di depan mau lihat kamar kamu. Makanya kamu itu kalau pergi gak usah dikunci kamarnya bikin repot aja," ucap mamanya kesal

"Hah? Maksudnya? Buat apa mereka lihat kamar ini?"

"Mereka orang yang mau beli rumah ini..."

"Rumah ini mau dijual? Kok aku gak tau?"tanya Kinan kebingungan

"Kamu mana tau si urusan rumah? Kamu kan cuman bisa main,nginep dirumah orang."
Perkataan mamanya lagi lagi membuat hati Kinan sakit. Ia mungkin lebih tahu dari semua orang dirumah mengenai perbuatan buruk mamanya dulu.

"Kenapa rumah ini dijual? Terus nanti nenek sama kakek tinggal dimana?"

"Pindah ke rumah baru yang dekat sama rumah kita nanti," balas mamanya.

Kinan hanya bisa terdiam. Kamar yang menjadi saksi bisu tangisan dan tawa nya tidak bisa ia pakai lagi. Kejadian -kejadian di kota ini benar benar akan menjadi suatu kenangan yang mungkin akan terhapus oleh waktu nantinya. Semuanya mendukung Kinan agar hilang dan pergi tanpa jejak.  Mungkin ini memang akhir dari cerita Kinan dan Baskara. Mereka akan sama sama pergi. Ironisnya lagi, Baskara tidak tahu Kinan akan pergi kemana.
****
Devan harus bersabar saat mendengar celotehan Genta tentang Baskara. Ia memang cemburu tapi semua itu harus ditahan agar Genta balik lagi dengannya.

"Devan kamu denger aku 'kan?"  tanya Genta

"Denger," balas Devan Dengan malas.

"Good. Aku mau kamu deketin Kinan lagi terus tarik dia ke lingkungan kita," ucap Genta

"Loh kok kaya gitu? Emang yang kemarin gak cukup? Kamu tau gak si banyak banget yang mau kenalan sama Kinan," ucap Devan  tidak setuju.

"Bagus dong. Jadi Kinan bisa jauh dari Baskara. Lagian aku itu cuman pengen dapat senjata yang lebih manjur biar Baskara gak ngedeketin Kinan lagi. Dengan ancaman kaya kemarin kemarin pasti Baskara bakal nurut,"  kata Genta sambil tersenyum.

EllipsismTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang