Sore hari, Alisa disibukkan dengan membersihkan taman belakang. Gadis itu menyapu sambil bersenandung ria. Seseorang memperhatikannya sejak sedari tadi, ia bersendekap dada sambil memandangi Alisa menyapu.
"Sudah selesai menyapunya?" tanyanya sedikit ketus.
"Ah, kau Zea. Ada yang bisa aku bantu?" tanya Alisa yang menghentikan aktivitasnya.
Zea lah yang memperhatikan Alisa sedari tadi.
"Buatkan aku makanan. Aku tunggu di meja makan." Zea berucap lalu meninggalkan Alisa begitu saja.
"Bukannya di dalam sudah ada makanan?" tanya Alisa.
Tak butuh waktu lama, sekarang Alisa sudah ada di depan Zea.
"Mau makan apa tuan putri?" tanya Alisa pada Zea yang sibuk dengan ponselnya.
"Aku mau spageti, crispy chikken, cake tart, dan nasi goreng. Oh ya, minumnya milk shake sama jus buah naga dan yang terakhir air putih. Udah itu aja," ujar Zea yang membuat Alisa pusing mendengarnya.
"Tapi ini bukan di cafe tuan putri," jawab Alisa sambil tersenyum paksa.
"Siapa yang bilang kalau ini cafe, tidak ada 'kan?" cetus Zea.
Alisa dibuat geram dengan permintaan Zea yang begitu banyak. Ingin sekali dia memarahi gadis di depannya ini. Namun, ia harus tetap bersabar karena Zea adalah adik majikannya.
Muncul sebuah ide di pikiran Alisa. "Baik, tapi ada syaratnya. Kalau aku berhasil menyiapkan semua permintaanmu. Apa kita bisa berteman?" tanya Alisa, ia memilih untuk damai dan berteman dengan Zea.
Zea menaikkan alisnya, dia berpikir sejenak.
"Baiklah, tapi kita lihat dulu hasilnya," jawab Zea yang masih disibukkan bermain game di ponselnya.
***
Di luar sana, Zain pergi ke mall bersama pacarnya yang bernama Luna. Apapun yang Luna minta pasti akan dikabulkan oleh Zain. Satu bulan yang lalu, gadis itu ingin memiliki mobil. Dan Zain pun membelikan mobil kepada kekasihnya itu.
"Sayang, apa aku boleh minta sesuatu?" tanya Luna sambil memegang lengan Zain.
"Apapun yang kau mau, aku akan menurutinya. Apa sih yang tidak buat kamu," jawab Zain sambil mencubit pipi Luna dengan gemas.
"Aku ingin kita menikah." Zain terdiam mendengar ucapan Luna.
"Sayang, kok kamu diam sih? Apa kamu sudah tidak mencintaiku? Ayolah, kapan kita menikah. Aku bosan berpacaran terus, kapan nikahnya?"
"Em, sebentar lagi. Ya, sebentar lagi kita akan menikah. Beri aku waktu, Sayang. Kamu tahu 'kan sikap mamaku itu bagaimana?"
"Sebentar lagi terus, selalu saja kata sebentar lagi yang kau ucapkan."
Zain meminta Luna untuk bersabar. Sedikit sulit membujuk pacarnya itu, tapi jika gadis itu diperlihatkan barang-barang branded pasti akan baikan. Gadis itu terkenal matre, itulah mengapa Maya-mama Zain menentang mereka. Maya tidak suka dengan Luna, ia berpikir Luna hanyalah memanfaatkan kekayaan putranya saja.
Di sisi lain, Alisa sedang berkutat di dapur. Meski banyak pembantu yang berkeliaran di rumah bak istana itu, tak ada satu pun yang membantu Alisa karena Zea sudah meminta kepada seluruh pembantu agar tidak membantu Alisa. Jika ada yang melanggar, gadis itu akan mengadu pada mamanya. Siapa pun yang melanggar perintah putri dari majikannya. Maka orang itu akan dipecat.
Butuh waktu sedikit lama bagi Alisa. Alisa dulu pernah bekerja di sebuah cafe dan banyak mempelajari cara membuat makanan ataupun minuman. Oleh karena itu, Alisa bisa membuat apa yang Zea minta. Hanya saja, dia sedikit kesal dengan sikap Zea yang ketus padanya.
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh lebih delapan menit. Zea mulai bosan menunggu makanannya. Perutnya sudah sangat lapar, tapi Alisa sampai sekarang belum muncul untuk menyajikan makanan.
"Sudah bel-"
Zea menghentikan ucapannya saat melihat Alisa mendorong troli yang di atasnya ada sebuah hidangan. Alisa menyajikannya dengan telaten.
"Kenapa lama sekali?" tanya Zea dengan kesal.
"Maaf, Zea. Selain menyelesaikan permintaanmu. Aku juga punya pekerjaan lain," ujar Alisa yang membuat Zea malas mendengarnya.
"Udah sana pergi," usir Zea.
"Bagaimana? Bisakah kita berteman?"
"Itu tergantung makanan ini enak atau tidak. Yasudah, sana pergi."
Setelah selesai makan, Zea pergi ke kamarnya. Menghidupkan musik dengan keras tanpa rasa bersalah. Gadis itu berdisco di dalam kamarnya. Di dalam kamarnya memang ada sound, jadi ia bisa sepuas mungkin menyalakan dengan volume tinggi.
Tetangganya bahkan sampai pusing mendengar musik itu. Pernah waktu itu para tetangga demo di depan rumah tersebut. Namun apa hasilnya, Zea tidak mau mengecilkan volume suaranya. Terpaksa, Zain harus mengeluarkan uang untuk menutup mulut para tetangga yang kesal itu.
"Itu siapa ya yang menyalakan musik sekeras ini? Tidak tau apa ini waktunya tidur," ujar Alisa. Ia memilih untuk mencari tahu siapa yang menyalakan musik dengan volume yang tinggi.
Suara itu berasal dari kamar Zea. Kini Alisa sudah sampai di depan kamar gadis itu, kemudian ia mengedor-gedor pintu dengan keras, memanggil Zea agar mematikan musiknya. Atau setidaknya mengecilkan volume-nya.
Sia-sia Alisa meneriakinya dari luar, karena di dalam Zea sedang memakai headphone dan menari, pasti tidak akan mendengar suara Alisa dari luar.
Seseorang menarik pergelangan tangan Alisa, membawanya ke kamar bernuasa hitam putih itu. Siapa lagi kalau bukan Zain, pria itu membawa Alisa ke kamarnya, menghempaskannya ke atas ranjang.
"T-tuan mau apa?" tanya Alisa yang mulai ketakutan.
"Tidak bisa kah kau diam saja, hm?!"
Alisa pun memilih untuk diam. Sedangkan Zain, dia keluar dari kamar meninggalkan Alisa. Sebelum itu, Zain sempat berpesan pada Alisa untuk tidak keluar dari kamarnya. Jika melanggar, Alisa akan mendapat hukuman.
Ternyata Zain pergi ke kamar Zea, ia membuka kamar adiknya dengan kunci cadangan yang ia punya. Pria itu mematikan musiknya dengan kesal.
"Kau, bisakah kau merubah sikapmu ini?! Kau itu anak gadis, jadi jangan seperti ini. Malu didengerin tetangga!" Zain memarahi Zea, ia dibuat geram dengan sikap adiknya itu. Setiap kali, mamanya tidak ada di rumah, Zea sangat senang karena bisa bebas.
"Apa pedulinya buat kamu. Yang malu kan diriku. Jadi, tidak usah sok peduli." Zea melepas headphone-nya kemudian naik ke atas ranjang dengan marah, lalu menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.
"Argh!" Zain mengepalkan tangannya, lalu keluar dengan membanting pintu.
Pria itu kembali ke kamarnya, di sana ia melihat Alisa yang sedang menyentuh barangnya. Zain langsung merampas figura yang Alisa pegang. Ia tidak suka ada seseorang yang menyentuh barangnya tanpa izin.
"M-maaf, aku pergi dulu," lirih Alisa.
Bersambung....
2 Maret 2022
Tolong berikan vote-nya ya
Teirma kasih😊
KAMU SEDANG MEMBACA
IM SORRY
Romance"Jika bukan karena aku membutuhkan biaya operasi adikku, aku tidak akan pernah mau menerima tawaran ini."-Alisa Anindita. "Jangan pernah mengharapkan cinta dariku, karena wanita yang kucintai bukanlah dirimu."-Zain Aditya Raharja. Menjadi istri dari...