21. IS : Cie-Cie

466 11 0
                                    

Hai selamat pagi semua
Sebelum membaca, jangan lupa follow, vote, dan komen ya, dan terima kasih karena sudah datang untuk membaca cerita ini.

Happy reading!

***

Akibat kecelakaan itu, mau tidak mau Zain harus dirawat di rumah sakit. Kini kondisi Zain sudah lebih membaik setelah dua hari lalu. Di saat Alisa sedang mengupas buah apel, Maya datang bersama Zea.

“Hai Kak, gimana kabarnya?” tanya Zea langsung memeluk kakaknya itu.

“Kakak baik-baik aja, tambah kuat malahan,” jawab Zain sambil menggerak-gerakkan badannya dengan semangat.

Seketika pria itu menahan rasa sakit di tangan kanannya. Ekspresinya tidak bisa disembunyikan, jelas sekali jika tangan kanan itu dipakaikan gips. Usai berbincang-bincang, Maya mengajak Zea untuk pamit memberi waktu agar pasutri itu bisa berduaan.

“Kemarilah, jangan jauh-jauh. Aku tidak akan memakanmu, tenang saja.” Zain berucap sambil menepuk brankar kasur rumah sakit.

“Aku tidak yakin.” Alisa yang tengah menatap ke luar jendela pun menoleh sekilas usai menjawab Zain.

“Astaga, kamu tidak mempercayaiku? Aku ini suamimu, dan kau istriku.”

“Sejak kapan aku jadi istrimu?” Alisa bertanya balik.

“Oh ayolah sayang. Aku tidak ingin berdebat sekarang. Aku rindu denganmu, kemarilah dan peluk aku.” Zain merentangkan tangan kirinya, menunggu Alisa datang untuk memeluknya.

Sesaat lamanya Alisa terdiam, akhirnya gadis itu pun menerima pelukan Zain dengan senyuman. Baru kali ini ia merasakan hangatnya pelukan itu, seandainya dari awal jika Zain tidak membenci Alisa, mungkin gadis itu akan merasakan hangatnya pelukan setiap harinya. Namun, ia tetap bersyukur, Zain kini bisa berubah.

Zain melepas pelukannya, lalu Alisa mengalungkan lengannya ke leher Zain. Segaris senyum tercetak, perlahan Zain membelai pipi Alisa. Netranya terpaku pada istrinya, jantung mereka pun berdegup dengan kencang. Zain menghilangkan jarak diantara keduanya. Kini wajah mereka sudah sangat dekat, Alisa telah merasakan nafas Zain.

Alisa mengerti apa yang Zain inginkan, lantas ia pun memejamkan mata disaat bibir pria itu akan mendarat di bibirnya. Namun, sebelum itu terjadi seorang suster datang ke kamar mereka.

“Selamat sore, Tuan dan Nyonya.” Seorang suster datang membuyarkan semuanya.

Terdengar jelas Zain sedang mendesah kecewa. Alisa pun berdiri dari brankar dan mempersilahkan suster yang akan bekerja. Ya, suster itu akan mengganti gips di tangan kanan Zain. Kecelakaan waktu itu membuat tangan kanan Zain patah, jadi untuk sementara waktu ia akan menggunakan gips dan penyangga tangan.

“Sus, apa Saya sudah bisa pulang?” tanya Zain disela-sela suster mengganti gips.

“Kata dokter, tuan baru bisa pulang besok pagi,” jawab suster paruh baya itu dengan senyuman ramah.

“Kau dengar sayang, besok aku udah bisa pulang,” ucap Zain pada istrinya. Sedangkan Alisa tersenyum sambil mengangguk mengiyakan ucapan Zain.

“Istrimu sangat cantik, dia juga sangat mencintaimu. Dari awal saat tuan dibawa ke sini, dialah satu-satu orang yang menemanimu tanpa henti. Aku lihat istrimu kurang tidur, dan itu disebabkan olehmu, tuan. Jadi, cintailah dia setulus hatimu, jangan pernah sia-siakan istrimu. Jaga dia baik-baik, Saya permisi dulu.” Suster berucap panjang lebar, usai mengganti gips, iapun pamit keluar.

Zain memandang istrinya lekat, ia mengingat peristiwa disaat ia tidak memperlakukan Alisa layaknya seorang istri. Ia meratapi kesalahannya, kenapa tidak dari dulu saja ia sadar.

IM SORRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang