14. IS : Fitnah

421 20 0
                                    

Zain sudah keluar dari kamar mandi, kini ia sedang duduk di atas ranjang dengan memakai piyama mandi berwarna putih. Alisa datang membawakan kompres air dingin. Ia dengan telaten mengompres kaki Zain yang bengkak. Seperkian detik berikutnya, gadis itu memijat pelan-pelan kaki Zain.

Zain memandang lekat ke wajah Alisa. Sekilas terselip rasa terpesona dengan kecantikan gadis itu. Ia juga kagum pada istrinya yang selalu baik padanya, meskipun dirinya selalu menyakiti hati istrinya itu.

Alisa merasa sedang ditatap seseorang, akhirnya ia pun menoleh ke arah Zain. Lantas Zain pun memalingkan wajahnya ke arah lain. Alisa memicingkan mata, merasa aneh dengan tingkah Zain.

"Ngapain lihat-lihat? Teruskan pijatannya," ujar Zain yang merasa dipandang Alisa.

Tak berselang lama, Alisa memijat Zain lagi. Namun, pijatannya kali ini terasa berbeda. Pada bagian yang memar, Alisa memijatnya secara keras, entah itu disengaja atau tidak sengaja. Seketika Zain langsung berteriak kesakitan.

"Argh! Kau mau mematahkan kakiku, hah?!"

Belum sempat mendengar jawaban Alisa, bel rumah mereka tiba-tiba berbunyi, menandakan ada seseorang yang datang. Alih-alih menjawab ucapan Zain, Alisa memilih untuk keluar membukakan pintu.

Seorang gadis berpakaian seksi berdiri di depan pintu, membawa satu buah paperbag di tangannya.

"Dengan siapa, ya?" tanya Alisa.

Wanita itu langsung masuk begitu saja tanpa memerdulikan pertanyaan Alisa.

"Siapa? Kenapa perasaanku jadi gak enak," batin Alisa.

Setelah menutup pintu, Alisa kembali ke kamar Zain. Di sana ia memergoki suaminya sedang bermesraan dengan wanita tadi. Seketika air matanya luruh, ia merasakan napasnya sedikit sesak. Tak kuat memandang, Alisa berniat untuk pergi keluar tapi sebelum itu, ia tak sengaja menyenggol vas bunga yang berada di samping pintu. Suara pecahan itu, mengalihkan semua perhatian.

"Maaf, maaf, a-aku akan membersihkannya," ujar Alisa mengusap air matanya.

Ia berjongkok untuk membersihkan pecahan vas bunga, sesekali ia mengusap air matanya yang terus mengalir, entah apa yang terjadi pada dirinya. Dadanya begitu sesak melihat kejadian beberapa detik tadi.

"Argh." Pikirannya tidak fokus, sebuah pecahan vas bunga menggores luka di telapak tangannya.

"Berhenti membersihkan! Cepat, obati dulu lukamu itu."

Luna yang berada di samping Zain pun menatap kekasihnya itu heran. Seperti ada sedikit rasa perhatian di hati kekasihnya itu. Dalam hati wanita itu mencebik kesal. Alisa tak menggubris ucapan Zain, ia tetap bersikeras melanjutkan membersihkan. Berulangkali Alisa mengibas-ibaskan tangannya, serta meniup pelan bagian yang sakit. Darah segar mengalir dari telapak tangan gadis itu.

Zain yang melihat itupun berniat untuk bangun dari ranjang. Namun, Luna berusaha melarang kekasihnya itu karena kakinya masih terluka.

"Sayang, diamlah. Biar aku aja yang membantu mengobati lukanya," ujar Luna sambil tersenyum palsu.

"Tapi-"

"Kau tidak mempercayaiku? Aku hanya ingin membantunya, Sayang."

"Baiklah, aku percaya padamu. Cepat obati dia."

Luna tersenyum. "Oke, Sayang."

Sesaat Luna mendecih kesal. Sebenarnya ia tidak sudi membantu Alisa. Ia melakukan semua ini hanyalah sandiwara, ia ingin terlihat baik di depan mata Zain. Di ruang tamu, Alisa mengobati lukanya sendiri. Sedangkan, Luna hanya sibuk bermain handphone. Alisa baru sadar, ternyata wanita di depannya ini adalah kekasih suaminya.

IM SORRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang