Zain dan Alisa telah berpamitan dengan mama Maya, awalnya Maya tidak setuju karena ia khawatir putranya itu akan menyakiti menantunya lagi. Namun rasa itu ia tepis, ia harus memberikan satu kesempatan untuk Zain agar memperbaiki hubungan tersebut.
Kini mereka berdua telah berada di dalam mobil yang sama. Sesekali Zain menatap Alisa yang tengah fokus melihat jalanan. Ia teringat, bahwa dirinya belum mengucapkan kata maaf secara langsung dengan istrinya.
"Maaf." Tiba-tiba kata-kata itu terucap dari mulut Zain, seketika Alisa menoleh ke arah Zain yang tengah fokus menyetir.
"Untuk?" tanya Alisa.
"Maaf karena selama ini aku telah menyakitimu," jawab Zain menatap lekat wajah cantik istrinya.
Alisa yang sadar pun menatap ke depan, dan terlihat ada kucing yang akan lewat. "Mas, awas ada kucing!" teriaknya.
Zain yang panik pun mengerem secara mendadak. Syukurlah Zain menghentikan mobilnya tepat waktu, dan seorang kucing yang merasa kaget langsung berlari dengan cepat lalu hilang entah kemana.
Alisa mengelus dadanya karena terkaget, hampir saja kucing tersebut tertabrak oleh mobil Zain.
"Maaf, Mas gak lihat tadi."
"Makanya, kalau lagi nyetir tuh lihatnya ke depan. Jangan ke samping, jadinya kan gini. Syukurlah kucingnya tidak kenapa-napa."
"Habisnya kamu cantik sih," sahut Zain.
"Gak usah ngegombal deh, Mas. Lanjutin aja perjalanannya, disini panas banget."
Zain yang peka pun menyalakan AC mobil. Sebelum akhirnya Zain menjalankan mobilnya kembali, Alisa terlebih dahulu turun dari mobil. Gadis itu terlihat menghampiri kedai es krim yang berada di seberang jalan. Zain yang melihat itupun berlari keluar menyusul Alisa.
"Pak, minta es krim yang rasa coklat satu ya," pinta Alisa pada bapak penjual es krim.
"Siap, neng."
"Tambah satu lagi Pak," ucap Zain yang kini telah berada di samping Alisa.
"Mas ngapain nyusul ke sini, bukannya Mas tidak suka makanan pinggir jalan?" tanya Alisa.
"Itu dulu, sekarang berbeda." Zain mengajak Alisa untuk duduk di kursi yang disedaikan di kedai es krim.
"Bedanya?" tanya Alisa sambil mengikuti arah Zain.
Setelah duduk di kursi, Zain langsung menarik pinggang ramping istrinya, membuat istrinya itu terduduk di atas paha kanannya. Reflek Alisa ingin memberontak namun tubuhnya telah dikunci dengan kedua tangan kekar Zain.
"Diamlah, kami pasti akan merasakan kenyamanan."
"Tapi ini di tempat umum, Mas. Kan malu dilihat orang," jawab Alisa polos.
"Ngapain malu? Lagian kita sudah sah kan? Jadi tidak ada yang melarang."
Selepas mengucapkan itu, Zain menatap ke arah bibir ranum Alisa. Ia ingin merasakan bagaimana rasanya bibir itu. Dulu memang sudah pernah merampas first kiss Alisa, tapi itu terjadi saat dirinya dalam keadaan mabuk. Jadi kali ini, Zain ingin merasakannya secara sadar.
"Silahkan dinikmati, ini es krimnya." Pak penjual datang membawakan dua gelas es krim.
Spontan, Zain pun melepas lingkaran tangannya pada tubuh Alisa. Gadis itupun langsung berpindah tempat di kursi samping.
"Baik, terima kasih, Pak."
Bapak penjual langsung kembali, dan Alisa langsung menyantap es krimnya. Zain tersenyum melihat bibir Alisa yang belepotan karena es krim.
"Mas kenapa senyum-senyum sendiri, kayak orang gila tau. Es krimnya cepetan dimakan, keburu leleh nanti," ucap Alisa.
Zain tak menanggapi, ia hanya tersenyum menatap wajah cantik istrinya. Seperti pria ini telah dimabuk cinta. Ia melupakan segalanya, dan hanya fokus pada Alisa.
Beberapa saat kemudian es krim Alisa telah habis, berbeda dengan es krim Zain yang belum tersentuh sama sekali. Alisa terlihat sedih menatap es krim yang ada di depan Zain.
"Kenapa mukanya sedih gitu hm?" tanya Zain.
"Mas, seharusnya mas bilang kalau gak suka makan es krim di sini. Kan mubazir es krimnya, mana udah leleh lagi." Alisa menatap nanar es krim yang sudah cair itu.
"Astaga, mas terlalu fokus denganmu. Jadi mas lupa dengan es krimnya, kamu sih cantiknya keterlaluan."
"Kok nyalahin aku, yasudah kalau gitu kita pulang aja."
"Aku gak nyalahin kamu, Sayang," ucap Zain namun tak diperdulikan oleh Alisa, gadis itu justru memilih meninggalkan Zain, ia berjalan menuju Pak penjual. Niatnya ingin membayar es krim, eh tapi ada sesuatu yang terjadi.
Alisa lupa dengan tasnya, sepertinya ia meninggalkannya di dalam mobil.
"Makanya kalau udah punya suami tuh jangan ditinggalin. Ini adalah tugas suami, jadi biar mas aja yang bayar," ucap Zain merogoh saku jaketnya.
Tidak ada tanda-tanda kemunculan dompet, lalu dirinya merogoh semua saku celananya. Namun hasilnya nihil.
"Kenapa?" tanya Alisa.
"Sebentar, kayaknya mas meninggalkan dompet di mobil. Kamu tunggu disini ya, mas ambil dompetnya dulu," jawab Zain lalu pergi menghampiri mobilnya yang masih terparkir di seberang jalan.
"Mas, aku ikut," pinta Alisa
"Jangan, kamu tunggu disitu aja, mas akan segera kembali."
Zain berlari menuju mobilnya, setelah sampai ternyata benar, dompetnya terjatuh di dalam mobil. Usai mengambil, Zain pun berjalan kembali ke tempat kedai es krim.
Seketika ada sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menuju ke arahnya. Zain yang sibuk mengeluarkan uang dari dalam dompet pun tidak sadar akan hal itu.
Bruk!
Mobil itu menghantam keras tubuh Zain hingga terpental begitu jauh. Sebelum terpental, Zain telah berteriak menyebut nama Alisa. Alisa yang melihat itu pun menoleh dan terkaget.
"Mas Zain!" teriaknya begitu keras.
Mobil itu berhenti sejenak tepat di depan Alisa. Ia menoleh ke arah belakang seperti memastikan sasaran tepat atau tidak. Setelah dirasa tepat, ia pun tersenyum kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
"Dia?" gumam Alisa, tidak ingin terlalu lama di tempat. Alisa pun memilih berlari menghampiri Zain yang tengah tergelatak tak sadarkan diri di tengah-tengah jalanan.
Gadis itu berlari, ia tidak bisa membendung air matanya lagi, dia menangis. Zain telah dikerumuni oleh banyak orang. Alisa mendorong beberapa orang untuk melihat keadaan Zain. Ia bersimpuh di samping pria tak sadarkan diri itu, kening Zain berdarah. Alisa memindahkan kepala Zain ke atas pahanya.
"Mas, bangun ... Jangan tinggalin aku, katanya mau kembali. Aku sudah bersedia menunggumu, Mas ..." ucap Alisa sambil terisak tangis.
Alisa memegang kedua pipi Zain, mengelusnya lembut. "Bangunlah, istrimu menunggumu di sini ....." Air mata Alisa berkali menetes ke wajah Zain, namun pria itu tak ada gerakan sama sekali.
Seorang pria pun mengecek denyut nadi Zain, dan ternyata denyutnya masih ada. Jadi Zain masih hidup. Pria itu pun menyarankan untuk segera dibawa ke rumah sakit terdekat. Alisa meminta bantuan orang sekitar untuk mengantarkan dirinya dan Zain ke rumah sakit.
"Mas, bertahanlah, kau dengar aku kan? Tolong jangan cuekin aku seperti ini," ucap Alisa sambil sesenggukan.
Bersambung .....
30/1/23
KAMU SEDANG MEMBACA
IM SORRY
Romance"Jika bukan karena aku membutuhkan biaya operasi adikku, aku tidak akan pernah mau menerima tawaran ini."-Alisa Anindita. "Jangan pernah mengharapkan cinta dariku, karena wanita yang kucintai bukanlah dirimu."-Zain Aditya Raharja. Menjadi istri dari...