Bima membawa Zea ke halaman belakang rumah. Sesampainya di sana sang gadis melepas pegangan tangan Bima.
“Ih, apaan-apaan sih. Kita ngapain ke sini? Jangan macam-macam ya, Kak. Nanti aku aduin ke Kak Zain,” ujar Zea merenggut kesal.
“Macam-macam yang seperti apa?” tanya Bima menatap gadis kecil di depannya itu.
“Apa yang seperti ini?”
Bima memajukan dirinya ke arah Zea. Wajahnya ia dekatkan pada gadis itu, wajah mereka hanya berjarak beberapa centi. Lagi-lagi pria tersebut membuat jantung Zea berdetak lebih cepat.
Zea mengalihkan pandangan karena gugup, tak lama kemudian Bima tertawa puas. Ia berhasil membuat pipi gadis itu seperti kepiting rebus, Zea pasti sudah salting brutal pikir Bima.
“Kenapa ketawa?!” teriak Zea.
“Haha, lihat pipimu memerah,” sahut Bima masih dengan tertawanya yang renyah.
“Dasar om-om gak waras!” teriak Zea seraya memukuli Bima.
“Aduh, Zea berhenti.” Pukulan Zea bener-bener bukan main. Gadis itu dengan berani mendorong Bima hingga sampai di tepi kolam renang.
Pukulan tersebut berhasil dihentikan oleh tangan kekar Bima. “Sakit woi, dasar kepiting rebus main pukulin orang aja.”
“Apa kamu bilang?!” Amarah Zea naik pitam setelah mendengar Bima menyebutnya kepiting rebus.
Sebelum Zea ingin memukul Bima kembali, tiba-tiba kakinya terpeleset, tubuhnya oleng. Akhirnya ia pun terjatuh ke dalam kolam bersama Bima, karena Zea sendiri belum melepas pegangan tangan tadi.
Byur!
Mereka masuk ke dalam kolam, Bima sudah muncul ke permukaan kolam. Namun Zea belum ada tanda-tanda. Tak berselang lama, Zea muncul dengan teriakan meminta tolong. Ya, gadis itu tidak bisa berenang. Bima akhirnya berenang mendekati Zea, mengangkat tubuh gadis itu menuju bibir kolam.
“Hei, bangunlah,” lirih Bima sambil menepuk pelan pipi Zea.
Gadis itu tak mau bangun, Bima memberikan pertolongan dengan menekan dada. Sudah berkali-kali ia lakukan, tapi Zea tak kunjung sadar. Apa ia harus melakukan itu? Bima terlihat ragu-ragu. Apa ia harus memberikan napas buatan? Ah, tidak. Bagaimana kalau bosnya melihat itu, lalu berpikir yang aneh-aneh?
Namun, ia tidak bisa membiarkan gadis itu kenapa-napa. Bima bersiap untuk memberikan napas tersebut, tetapi tiba-tiba Zain datang menghentikan hal itu.
“Apa yang kalian lakukan?!” teriak Zain dari ujung pintu. Zain berjalan mendekati Bima dan Zea yang sedang tergeletak di tepi kolam.
“A-aku minta maaf, ini tidak seperti yang bos kira, Saya hanya ingin menolong adik bos,” ujar Bima menjelaskan.
“Minggir, jangan sentuh adikku.” Zain ingin membantu Zea, namun dihentikan oleh Alisa.
“Biar aku aja, Mas. Tangan kamu kan lagi patah,” sahut Alisa kemudian berjongkok, Alisa hendak menolong Zea, namun sedetik berikutnya gadis itu sadar dengan memutahkan air dari mulutnya.
“Kak Alisa?” Zea bangun dibantu oleh Alisa, kini mereka kembali masuk ke dalam rumah.
Sore harinya, Alisa melihat Zain hendak berganti baju, pria itu terlihat kesulitan melepas kaosnya karena tangannya sedang patah. Alisa berjalan mendekat, membantu Zain.
“Tidak usah, aku bisa melakukannya sendiri,” ujar Zain menatap gadis yang kini telah berada di depannya.
“Diamlah.” Alisa membantu Zain melepaskan kaos tersebut. Kemudian gadis itu mengambil kaos baru dari dalam lemari, memakaikannya pada Zain dengan perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
IM SORRY
Romance"Jika bukan karena aku membutuhkan biaya operasi adikku, aku tidak akan pernah mau menerima tawaran ini."-Alisa Anindita. "Jangan pernah mengharapkan cinta dariku, karena wanita yang kucintai bukanlah dirimu."-Zain Aditya Raharja. Menjadi istri dari...