Sesuai permintaan bos tercinta, Bima datang ke rumah Maya membawa sebuah kantung plastik tembus pandang berisikan air dan dua buah kepiting yang masih hidup.
Ting!
Bima menekan tombol bel di samping pintu rumah. Menit berikutnya seorang wanita paruh membukakan pintu, dia Bi Minah pembantu paling senior di rumah besar itu.
“Oh, Den Bima. Cari siapa ya?” tanya Bi Minah, ramah.
“Zea-nya ada, bi?”
“Oh Non Zea, dia baru aja keluar. Mungkin sekitar sepuluh menitan den,” jawab Bi Minah.
“Siapa bi?” Suara Maya yang menghampiri mereka.
“Owalah ada Bima, kenapa gak disuruh masuk bi? Ayo nak, masuk gak baik bicara di depan pintu,” ajak Maya namun ditolak oleh Bima.
“Kalau boleh tau Zea-nya kemana ya tan?”
“Loh iya tante baru nyadar. Bukannya tadi dia mau ke rumah kamu ya? Kok kamunya ada disini?”
“Astaga, baiklah tante. Bima mau nyusul Zea dulu, pamit dulu tan.” Bima pamitan kemudian masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya keluar dari pekarangan rumah Maya.
“Iya, hati-hati di jalan nak,” ucap Maya sebelum Bima hilang dari pandangannya.
Zea berada di sebuah taksi, gadis kecil ini sibuk melihat layar handphone-nya yang membuka aplikasi maps.
“Mana sih rumahnya Om Bima, gak jelas banget!”
“Berhenti Pak, turun di sini aja,” pinta Zea pada pak sopir taksi, sopir tersebut pun menyutujui permintaan Zea. Usai membayar, gadis itu pun keluar dari taksi.
“Ini di mana lagi,” keluhnya seorang diri sambil melihat-lihat ke arah sekitar.
Tiba-tiba netranya terpaku pada seorang pria dan wanita yang tidak asing sedang berbincang-bincang di sebuah cafe. Karena penasaran, Zea pun ikut memasuki cafe, duduk tak jauh dari dua orang tersebut. Ia berusaha menutupi mukanya dengan buku menu yang ada di atas meja cafe.
“Maksudmu apa waktu itu menyelakai Zain?”
“Aku tidak bermaksud apa-apa, aku hanya membuat tulangnya patah, lagian dia masih hidup kan!”
“Ya gak gitu juga, bagaimana kalau dia jadi lumpuh karena ulahmu itu. Aku gak akan segan-segan memasukkanmu ke dalam penjara!”
“Hei, jangan sok berani denganku? Memangnya kau punya buktinya?” Sang pria menantang sang wanita.
Wanita itu menyinggung senyum, ia mengeluarkan sebuah ponsel yang memperlihatkan video cctv. Zea kurang jelas, video apakah itu sebenarnya. Saat pria itu hendak merampas handphone milik wanita, wanita tersebut langsung memasukkan ponselnya ke dalam tas.
“Eits, gak bisa!”
“Berikan atau aku juga akan membeberkan kepada semua orang kalau kamu dalang dibalik pengracunan bayi di dalam kandungan Nona Serlin dua bulan lalu,” ancam pria itu.
“Apa?” pekik Zea, refleks ia langsung membungkam mulutmu agar mereka tidak mendengar.
“Kau jangan macam-macam ya!”
“Ck, santai saja. Daripada kita membahas hal yang sudah berlalu, bagaimana kalau kita bekerjasama menyusun rencana selanjutnya,” tukas pria tersebut.
“Kudengar sekarang mereka ada di Maldives. Bagaimana kalau kita celakai mereka saat mereka tiba di Bandara?”
“Jangan celakai Zain, kau dengar itu Vano!” ujar wanita sambil menekannya pada kata terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
IM SORRY
Storie d'amore"Jika bukan karena aku membutuhkan biaya operasi adikku, aku tidak akan pernah mau menerima tawaran ini."-Alisa Anindita. "Jangan pernah mengharapkan cinta dariku, karena wanita yang kucintai bukanlah dirimu."-Zain Aditya Raharja. Menjadi istri dari...